*Yang memang untukmu tak akan pernah pergi meski tidak pernah digenggam
-Assalamu'alaikum Pengagum Rahasia*-
✿✿✿
Aku berjalan menyusuri rak buku perpustakaan, karena jamkos jadi aku lebih suka menghabiskan waktu di ruang ini bersama mereka berempat.
Ada Nadya, Syifa, Laili, dan Zaskia. Entahlah hanya mereka yang biasa mengelilingiku. Kami akrab pun di awal kelas 11. Tapi sudah benar-benar lengket tak ada yang ingin ditinggal satu orang pun.
Mungkin kebanyakan orang melihat kita seperti kelompok tersendiri, termasuk teman-temanku yang satu kelas. Sering menatap kami berlima dengan sinis jika memasuki kelas setelah jam istirahat. Kata mereka kita itu semacam geng. Padahal biasa saja.
Kata mereka kita berlima menyisihkan yang lain, yang tidak pintar. Padahal di sini menurutku yang disisihkan oleh mereka adalah kita berlima.
Tak apa, setidaknya kami masih welkam dengan mereka yang ikut bergabung seperti mengerjakan tugas bersama. Walau terlihat bersama, kami tidak pernah merasa keberatan saat menyebar pembagian kelompok tugas.
"Kak Fariz ntar yang susun bagan pertandingan basketnya ya. Soalnya aku harus nyusun bagian pertandingan olahraga yang lain."
Aku terhenti setelah mendengar suara samar-samar di dekatku. Mataku menyusuri dan menangkap disudut sana ada dua orang berhadapan saling berbincang. Fariz dan perempuan yang sepertinya bukan satu angkatan denganku. Tapi wajahnya familiar.
Ah, Dila. Adik kelas yang menjabat sebagai Osis. Tidak heran jika mereka berbincang apalagi masalah pertandingan untuk classmeeting pekan depan. Tapi apa harus sedekat itu, aku menangkap wajah Fariz yang agak risau.
Dia tidak nyaman bukan dekat dengan perempuan yang tidak mahramnya?
Aku kembali tersenyum, poin lebih.
"Kak Lisa," panggil Dila membuat aku terlonjak kecil. Lalu menoleh berusaha menguasai diri. "Sini, Kak. Ada yang mau aku omongin," katanya memanggil dengan lambaian tangan.
Akupun melangkah mendekati mereka. Sedangkan Fariz menunduk kembali membaca buku yang ada di depannya.
Apa aku udah ketahuan sama dia tadi sempat mengintip ya? Ya Allah, memalukan sekali!
"Kak Lisa bisa bantuin aku enggak? Aku bener-bener bingung cari waktu. Bakalan ada seminar dua hari lagi di sekolah, tapi aku juga punya tugas buat bagan pertandingan classmeeting, itu aja aku bagi sama Kak Fariz," kata Dila sudah mendaftar kegiatan yang menyibukkannya.
"Hm insyaAllah ya, bisa diatur."
"Sip deh, Kak. Makasih ya sebelumnya, oh iya ntar juga bisa ngajak Kak Ali buat mengkoordinir," kata Dila menyebutkan salah satu anggota OSIS lagi. Yang ku ingat kedudukannya sebagai sekretaris OSIS, aku tidak begitu akrab karena aku juga masih OSIS beberapa bulan lalu. Itupun harus dipaksa Zaskia untuk ikut daftar OSIS angkatan tahun ini.
Kenapa ia tidak memberikan tugas membuat bagan pertandingan saja, biar aku ada bahan obrolan dengan Fariz.
Ah, astagfirullah. Lisa, kamu berpikir keterlaluan. Tidak. Tidak boleh!
Fariz berdeham, aku dan Dila kompak menoleh.
"Gue duluan ya," katanya berdiri, bersiap untuk pergi.
Hm. Selalu seperti itu.
Begini saja ia merasa tidak nyaman, apalagi jika benar Dila memberikan tugas padaku untuk menyusun bagan bersamanya. Ku rasa ia tak akan betah.
Fariz, andai kamu tahu aku di sinilah yang terlalu berharap lebih pada lelaki baik sepertimu.
"Oke, jangan lupa bagannya serahin ke aku besok," kata Dila memperingatkan. Sedangkan Fariz mengangkat jempolnya sembari tersenyum ramah.
Ku ulangi, sembari tersenyum ramah. Tapi arah pandangan matanya tidak menuju Dila tepat.
Tapi ia tak melempar senyum itu padaku, lebih tepatnya hanya pada Dila.
Aku melirik kepergian Fariz sampai pintu masuk perpustakaan. Lalu menoleh ketika Dila berdeham kecil. "Kak Lisa, nanti nemuin Kak Ali di kelas ya, kayaknya dia jarang keluar dari kelas kalau ga ada kegiatan atau panggilan dari Osis."
Aku tersenyum lalu mengangguk, gadis ini sangat aktif bahkan saking aktifnya ia hampir mengetahui segala kegiatan seluruh siswa di sekolah ini.
Dia adik kelas, yang mempunyai paras cantik dan cekatan dalam mengerjakan sesuatu. Tak heran ia juga banyak kenalan sekaligus bisa jadi idola diangkatannya. Banyak kakak kelas yang mengincarnya dan sering menyebutnya sebagai degemable.
Tunggu, banyak kakak kelas yang menyukainya. Lalu, apakah Fariz termasuk dalam golongan itu?
✿✿✿
Aku memandang layar laptop dengan pandangan kosong. Setelah mengetik beberapa untaian kata dan tentangnya kembali teriang.
Entah sejak kapan aku menjadi sepuitis ini, yang kutahu hanya Fariz yang menjadi tokoh dalam ceritaku, dalam sajakku, dan dalam untaian do'a sepertiga malamku. Tak ada kata bosan bahkan merasa lelah.
Tidak tahu jika suatu saat nanti Allah memberikan waktu lelah padaku secara tiba-tiba, setidaknya aku sudah siap.
Aku hanya mengagumi sosok lelaki soleh tersebut karena Allah, aku mengaguminya cukup dalam diam. Menyampaikan keinginanku hanya pada Sang Pemilik Hati, bukan yang dititipkan hati.
Astagfirullah, bukannya aku harus mengabari Ali untuk acara seminar di sekolah. Ah, kenapa jadi lupa seperti ini.
Aku segera mengambil handphone yang berada di dekatku. Mencari kontak Ali lalu mengetikkan pesan padanya.
[Room-chat]
Elisa: Assalamu'alaikum
Ali: Waalaikumsalam, ada apa?
Elisa: Aku ditunjuk sebagai panitia buat acara seminar yang bakal diadain di sekolah, kamu bisa bantu buat koordinir?
Ali: Siap
Aku terdiam, tak ada niat untuk membalas pesannya lagi. Tapi kalau dipikir-pikir dia cekatan juga saat membalas pesannku. Dia banyak waktu luangkah?
Aishh. Kenapa jadi memikirkan soal Ali.
Tak lama aku menutup laptop, mengambil air wudhu setelah itu berniat untuk tidur. Tetapi baru saja mematikan lampu utama, handphoneku bergetar memunculkan notifikasi.
[Room-chat]
Ali: Sudah tersusun semuanya, besok tinggal jalanin
Satu pesan dari Ali. Aku meneguk ludah, merasa tak enak dengannya. Bagaimana bisa aku yang diberi amanah namun orang lain yang mengerjakan semuanya?
[Room-chat]
Elisa: Kok disusun sendiri?
Ali: Kelamaan kalo saling nunggu
Elisa: Oh ya udah. Maaf ya btw
Ali: Sans, tadi ga ada tugas. Jadi nyusun acaranya aja
Elisa: Sekali lagi maaf ya, jazakallahu khairan
Ali: Wa jazakillahu khairan.
Ali ga seperti dugaanku, ku kira dia anti sosial sekali karena jarang terlihat di luar kecuali acara Osis dan kegiatan penting saja. Cowok yang mempunyai postur tubuh tinggi, senyum yang pernah ku lihat sekilas namun terkesan manis, sikapnya yang sopan dan ramah terhadap siapapun. Tapi entah kenapa aku selalu mengira dia tak bisa diajak komunikasi seasyik ini.
Hm? Asyik?
Ah tidak, aku hanya terkesan sebagai teman. Tidak ada siapapun yang menggantikan posisi Fariz dalam do'aku.
Aku tergelitik, mengeluarkan room chat dengan Ali. Lalu beralih mencari kontak yang tertera dilayar handphoneku namun tidak ada history chat bahkan hampir tidak pernah.
Aku menyentuh bagian profilnya, sebuah bola basket hanya itu saja. Tak ada kesan apapun, cowok itu jarang menampilkan fotonya membuat aku kagum ia bisa menjaga diri sampai seperti itu.
Sedangkan aku, kini sedang berusaha untuk menjaga diri. Mencoba menahan agar tidak mempost foto selfiku. Bukannya tidak boleh mempost foto, apalagi untuk mengabadikan momen adalah tujuannya.
Terkadang ada niat yang berbeda, menurutku saat kita memposting foto sendiri ada hasrat muncul seolah membanggakan diri itu yang dilarang.
Tapi aku hanya manusia biasa, yang kadang suka atau ingin menunjukkan keunggulan diri. Dan aku menyadari hal itu.
✿✿✿
🍃Assalamu'alaikum 🍃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments