Mission Impossible Love
Aku kembali menghirup aroma pedesaan. Menyenangkan rasanya bisa kembali ke sini. Sekian lama harus ikut kedua orang tua pindah ke berbagai tempat membuatku jenuh. Tentu saja selain karena desa ini ada seseorang yang membuatku selalu rindu.
Sayangnya dia malah bekerja di kota. Aku tak sabar untuk bertemu dengannya. Dan akan aku katakan semua yang selama ini terpendam. Ya, dia adalah cinta pertamaku dulu. Sampai saat ini aku masih menunggunya, berharap bisa dekat kembali seperti dulu.
Ternyata dia datang hari ini bertepatan dengan jadwalku memancing dengan Ariyo. Adiknya Nadine. Ya, aku merindukan Nadine. Karena tidak ada kesibukan aku selalu mengajak Ariyo kemanapun. Selain karena cuma dia yang dekat denganku, Nadine sekeluarga sudah mengenalku dan menganggapku sudah seperti anak sendiri. Menyenangkan memiliki keluarga lain selain keluargaku.
Tak sabar rasanya untuk segera kesana. Aku segera menyiapkan peralatan memancing dan segera berangkat. Seperti biasa aku hanya memanggilnya di depan.
"Assalamualaikuuum.... Ariyo, ayo jalan!" Teriakku dari halaman. Eeeh yang nongol malah Nesa dan Nadine! Aku jadi salah tingkah. Dia begitu cantik. Semakin hari semakin mempesona.
Nah, panjang umur. Baru juga disebut dah nongol aja orangnya. Tuh cintanya datang" kekeh Nesa sambil ke depan dan membuka pintu.
"Ayo masuk kak, ada kak Nadine di dalam" Ajak Nesa.
"Nadine? Dia pulang? " Tanyaku pura-pura tak melihatnya.
"Iya, tuh di dalam. Ayo masuk. Dilihat dulu, siapa tau naksir hehehe" kata Nesa sambil menarik tanganku dengan paksa. Aku sampai tersandung dibuatnya.
"Nih kak orangnya, kenal nggak?" Tanya Nesa sambil mendorong ku hampir membuatku terjungkal. Aku membenarkan pakaianku dan menatapnya dari dekat untuk pertama kali setelah sekian lama.
"Rehan?" Tanya Nadine tak percaya. Aku mengangguk. Bingung mau ngapain lagi.
"Apa kabar?" Tanya ku lupa mengulurkan tangan. Aku terlalu grogi dekat dengannya. Entah ada apa denganku hingga aku tak bisa melakukan apapun. Nadine malah menatapku sinis.
"Baik, kamu?" Tanya Nadine tak kalah dingin.
"Baik" jawabku singkat. Lalu kami hanya diam. Tanpa ada yang mau memulai obrolan.
"Kok pada diam sih? " Komentar Nesa memecah kesunyian. Nadine mengangkat bahu lalu beranjak ke dapur menemui ibunya. Aku hanya tersenyum.
Tak lama Nadine keluar membawa minuman fan cemilan.
"Diminum Re..." Katanya sambil melirik ke arahku. Aku hanya mengangguk lalu ponselku bergetar. Ternyata banyak sms, chat dan juga e-mail yang masuk. Karena urgent, aku harus membalasnya saat itu. Aku sampai lupa kalau ada Nadine disini, dekat denganku. Setelah selesai, aku sekilas melirik kearahnya. Ia sedang menatapku. Aku jadi merasa gugup. Sengaja aku memainkan ponsel hanya memutar dan menekan berbagai menu di layar ponsel.
"Jangan dilihat terus, nanti kamu naksir" Godaku tanpa melihat dia.
"Haaaah?" Dia melongo, aku menyembunyikan senyumku. Dia lucu sekali. Wajahnya memerah, ia memalingkan wajahnya. Aku ingin menatap wajah bersemunya namun...
"Kak, ayo. Udah ready neh" Teriak Ariyo tiba-tiba didekatku sambil mengangkat ember. Aku kaget lalu mengangguk. Melirik Nadine, aku ingin mengajaknya tapi aku takut ia tak mau. Jadi ku suruh Ariyo mengajak kakaknya untuk menemani kami dengan alasan menjaga barang berhargaku. Tentu saja dompet dan ponselku. Karena kali ini kami akan masuk ke sungai baru melempar joran. Untung ia mau meski dengan muka cemberut. Menggemaskan sekali.
Ia memang dipaksa ibunya untuk ikut. Aku ingin tertawa melihat muka manyunnya.
"Udah ikut aja yuk, ngapain juga di rumah. Ntar suntuk loh" Ajakku. Mau tak mau Nadine beranjak pergi setelah didorong oleh ibunya. Aku bersorak dalam hati. Aku bisa menghabiskan waktu bersamanya.
Akhirnya kami berjalam beriringan bertiga. Masih dapat kulihat wajah enggannya menemani memancing. Entah karena lelah atau jangan-jangan ia tak menyukaiku? Aaah biar sajalah, jika ia tak suka akan ku kerjai saja. Aku tersenyum membayangkan wajahnya. Lalu...
"Hei, tuan putri!" Teriakku. Nadine menoleh. "Turunlah, tak kan hilang susukmu!" Teriak ku berdiri di sungai yang dangkal selutut. Nadine mengejek, Ariyo tertawa.
"Aku pulang bukan untuk menemanimu disini! Sudah, aku pulang saja" Kata Nadine sambil berdiri dan membalikkan badan.
"Hei... tunggu!" Teriakku sambil berlari. Lalu pura-pura terpeleset dan menceburkan diri. Sebenarnya akupun belum mandi, biar aja mandi di sungai lebih segar.
Byuuurrrrr
"Kaaak....!" Teriak Ariyo saat melihatku tercebur dan menggapai-gapai semakin ke tengah sungai. Nadine melongo melihat kejadian itu.
"Kak, tolongin kak Rehan, dia nggak bisa berenang" Ucap Ariyo berdiri terpaku. Oooh pintat sekali calon adik ipar! Dia sukses berimprovisasi . Dengan cepat Nadine membuka topinya dan berlari masuk ke air sungai. Dia melihatku semakin agak ketengah. Dia mempercepat laju renangnya dan meraihku yang pura-pura pingsan. Nadine akan menyeretku ke tepian sungai.
Namun karena tak tahan akhirnya aku malah tertawa. Tawaku da Ariyo bersahut-sahutan. Nadine menoleh ke arah ku dan Ariyo bergantian. Dan menyadari dia dikerjain.
Nadine berbalik dan akan pergi ke tepian. Tapi tangannya ku cekal.
"Tunggu Nad!" tanganku menahan tangan Nadine. Nadine menoleh. "Jangan marah, aku cuma bercanda" Kataku sambil.memberikan senyum terbaikku
"Nggak lucu!" Kata Nadine sambil kembali ke tepian. Nadine kesal, dia pergi begitu saja meninggalkan ku dan Aryio. Pulang basah kuyub. Sementara aku dan Ariyo melanjutkan memancing dan menertawai kejadian barusan.
***
Sejak saat itu, Nadine menjaga jarak denganku. Aku tau dia marah. Aku ingin meminta maaf padanya tapi jiwa usilku tak tahan untuk tak menggodanya. Berbagai kelakuanku membuatnya kesal.
Tapi lucu juga melihat wajah marahnya, membuatku merasakan cinta yang dulu pernah ada. Aaah biar sajalah, toh selama tiga hari Nadine disini aku akan mengerjainya. Jujur aku sangat merindukannya. Apalagi rindu menggodanya hehehe...
Besok adalah hari terakhir Nadine disini. Besok ia akan kembali ke kota. Aku berniat meminta maaf padanya.
Pagi itu
"Hai..." aku menyapa nya dengan canggung saat melihat Nadine keluar menemuiku.
"Hai... Ada apa?" Tanya Nadine
"Cuma mau memastikan, kamu jadi pulang?" Tanyaku sedikit grogi.
"Jadi, emangnya kenapa?" Jawab Nadine dengan muka tak suka.
"Please, ijinkan aku ngantar kamu"
"Nggak usah Re, aku naik bus aja seperti biasa"
"Sampai terminal deh" paksaku
"Ya udah, kalo maksa. Terserah kamu aja" Jawab Nadine.
"Kalau sampai rumah?"
"NGGAAAAK!"
"Dih galak banget, kan tadi katanya terserah" Godaku
"Ya udah, siap-siap sana. Abis makan siang baru kita berangkat" Kata Nadine.
"Kok diusir sih Nad, udah nak Rehan makan siang disini saja. Nanti aja pulangnya" Tiba-tiba ibu Nadine keluar dari rumah dan menemui kami.
"Iya bu, terima kasih sudah diajak makan terus disini" Ucap ku tersenyum.
"Santai aja, biasakan diri. Siapa tau nanti kamu jadi menantu ibu. Ibu sih iyessss"
"Uhuuuk... uhuk... uhuk" Nadine terbatuk.
"Minum dulu, kamu itu minum jangan tergesa-gesa" Omel ibunya. Nadine hanya tersenyum. Ibunya berlalu. "Temenin Rehan dulu Nad, kamu itu setiap ada Rehan selalu nggak ada di rumah" Ucap ibunya kembali membuat Nadine tak berkutik.
"Kamu berkemas aja, aku mau jumpain Ariyo" Kata ki lalu aku beranjak ke belakang rumah. Saat akan mengikuti Ariyo.
"Halo? " Sapa Nadine.
"....."
"Setelah makan siang, kenapa?" Tanya Nadine
"...." terlihat Nadine tersipu malu.
"Gombal!" Ucap Nadine.
"....."
"Iya kangen dong, kangen traktirannya hahaha"
"......"
"Orangnya? Kangen nggak yaaaa?" goda Nadine.
"......."
"Oke, semoga nggak ada jadwal lain" Kata Nadine.
"........"
"Ok Co, see u there" Nadine memutuskan sambungan telponnya, lalu berbalik. Aku terlambat bergerak, jadi ketahuan aku seolah-olah menguping. Padahal emang iya hehehe
"Re....!" Panggil Nadine, lalu aku memilih untuk berbalik dan asik ngobrol kembali dengan adiknya. Nadine mengangkat bahu, lalu masuk ke kamarnya.
***
Akhirnya kami bebas. Aku bisa berduaan dengan Nadine. Ya aku mengantar Nadine ke terminal sesuai permintaaannya. Aku akan meminta maaf sebelim.berpisah dengannya. Tapi aku bingung harus memulai dari mana.
"Re, bisa nggak jangan ngebut?" Pinta Nadine, agak takut. Aku menekan rem, dan mereka berhenti dipinggir jalan.
"Ke... kenapa?" Tanya Nadine takut-takut. Seolah aku akan memakannya.
"Akuuu..." Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi nggak jadi.
"Ada apa?" Tanya Nadine.
"Bisakah kita ketemu akhir minggu nanti?" akhirnya aku bisa menanyakannya. Nadine terlihat bingung.
"Uhmmm... kayaknya.."
"Nggak bisa, aku tau. Kamu sibuk. Setelah sekian lama kita tak pernah jumpa. Ku pikir kita bisa menghabiskan waktu bersama. Nyatanya kamu menghindariku terus. Apa aku ada salah padamu?" Tanya ku sambil memalingkan wajahnya kearah Nadine.
"Haah? Tentu saja tidak. Aku tak pernah menghindarimu"
"Oh yaaa?" entah kenapa malah tubuh ku meringsek maju mendekati Nadine. Membuatnya gugup
"Iyy... yyaaaa... aku tak pernah menghindarimu" Kata Nadine menatap ke jalanan.
"Tatap aku jika itu tak benar!" Teriakku.Dengan pelan Nadine menatap wajahku yang memerah.
"Aku tidak menghindarimu" jawab Nadine setelah beberapa detik terpaku menatapku membuat jantungku berdegup kencang.
"Ada hal yang ingin kutanyakan padamu"
"Aa... Apa?"
"Aku... Sejak dulu masih sayang padamu, bisakah kita menjalin hubungan?" bodohnya aku malah brrtanya begitu ke Nadine.
"Kamu bercanda..." Nadine terkekeh sambil menepuk pipiku.
"Aku serius dan aku tak ingin berpacaran lama. Segera menikah" udah kadung malu, sekalian aja
"Sinting, aku belum ingin menikah Re" Ungkap Nadine.
"Kenapa? Bukankah ayah dan ibumu menginginkannya?" Tanya Rehan.
"Bukan inginku, aku belum bisa. Maaf bisakah kita terus?" Tanya Nadine menatap jalan di depannya.
Cup!
Aku mencium pipinya sekilas. Membuat Nadine melongo.
"Pertimbangkanlah, aku menunggu jawabanmu" Kataku lalu menjalankan mobil. Melanjutkan perjalanan.
Nadine menghela napas.
"Kau lelah? Istirahatlah" Kataku. Nadine menguap lalu tertidur.
***
"Aku sudah lelah membangunkanmu,jadi jangan protes" katsku menrpuk pipinya srkian lama, ia tak bangun-bangun.
"Kita sudah sampai sini?" Tanya Nadine.
"Menurutmu? Sudahlah, tunjukkan rumahmu. Aku lelah dan ingin istirahat"
"Kenapa tak membangunkanku?"
"Aku membangunkanmu sepanjang jalan, tapi kamu tak mau bangun. Kuantarkan saja sampai sini. Selanjutnya aku tak tau rumahmu dan tolong, ponselmu dari tadi mengganggu" Kata ku yang kembali mendengar untuk yang keseratus kalinya alunan lagu di ponsel Nadine.
"Astagaaaa" Nadine panik mencari ponselnya didalam tas.
"Halooo? Co? Maaf aku ketiduran di jalan. Iya, ini sudah sampai. Maaf yaaa...."
"......."
"Ok, maaf ya Co...?" Sekali lagi Nadine meminta maaf.
"........"
"Gimana kalau makan siang?" Tawar Nadine.
"......."
"Hahaha tidak akan..."
"....."
"Thanks Co.."
"Pacar mu?" Tanyaku.
"Bukan" Jawabnya singkat.
"Baguslah, artinya aku bisa maju" Kataku.
"Mimpi! Eeeh stop...! Stooop! Itu rumahku" Tunjuk Nadine pada sebuah rumah mungil bercat hijau. Aku mengerem mendadak dan memarkirkan mobilnya didepan rumah Nadine.
"Aku akan menginap!" Ucap ku sambil menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Disini?" Tanya Nadine
"Iya,lalu dimana lagi? Aku lelah kalau harus menyetir lagi dan mencari penginapan. Sudahlah, hanya semalam. Itung-itung berlatih tinggal serumah" kataku santai, membuat Nadine melotot.
Aku lelah dan akhirnya tertidur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments