Takdir Yang Terlewati
Satu persatu para pelayat meninggalkan makam. Menyisakan beberapa anggota keluarga yang masih bertahan didepan pusara penuh dengan bunga. Awan pun seakan ikut berduka, angin membawa daun kamboja kering berterbangan, yang terlihat hanya pasrah mengikuti arah angin berhembus.
"Ikhlaskan Jeng, Semua sudah berakhir. Biarkan Reno istirahat dengan tenang. "
Seorang perempuan paruh baya mencoba membisikan kalimat kepada perempuan muda yang sedang dirundung duka itu.
Ya, ialah Ajeng. Kartika Ajening Rahayu. Perempuan muda yang yang berusia 28 tahun yang ditinggal oleh suaminya Renopati Wirajuna untuk selama-lamanya karena korban kecelakaan di ruas jalan Ajibarang-Tegal.
Sebelum akhirnya meninggal, Reno mengalami koma selama 1 minggu. Dokter juga sudah memberikan keterangan bahwa cedera otak yang dialami Reno kemungkinan untuk sembuh sangat kecil. Misal ada keajaiban untuk sembuh pun, nantinya dalam bermobilitas kesehariannya akan membutuhkan banyak bantuan dari orang lain. Sampai akhirnya sejak semalam hingga dini hari tadi kondisinya semakin menurun, dan tepat pukul 6 pagi tadi Reno dinyatakan meninggal dunia.
"Mari kita pulang, sebentar lagi hujan akan turun. Ibu janji besok kita akan kembali lagi kesini" Perempuan yang disampingnya membujuk Ajeng untuk beranjak.
Ya, dia ibu Sukma. Ibu dari Reno, mendiang suaminya, mertuanya..
Ajeng membetulkan kacamata hitamnya. Berdiri sambil menghela nafas panjang. Ibu mertuanya meraih lengan tangan sang menantu, mencoba untuk saling menguatkan di tengah rundung duka yang menimpa keluarga mereka.
Mereka berjalan beriringan menuju mobil hitam yang sudah menunggu di pintu keluar pemakaman.
"Langsung pulang pak"
Bu Sukma memerintahkan sopir untuk menjalankan mobilnya
"Baik Bu" pak sopir mengangguk dan menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Tak ada pembicaraan yang berarti didalam mobil, semua terlena dengan fikirannya masing-masing.
Ajeng memandang sendu keluar jendela mobil yang ditumpanginya. Dia benar-benar tidak pernah mengira akan berada di posisi seperti ini. Rasanya seperti mimpi, kejadian semenyakitkan ini harus terjadi padanya. Di usia pernikahan yang baru menginjak tahun ke 2, dan sampai sekarang mereka belum dikaruniai seorang anakpun. Akan seperti apa kehidupan yang dia jalani sekarang? Terombang-ambing oleh ombak kehidupan, sendirian? tanpa pegangan? bahkan untuk sekedar menguatkan pun sudah tak ada.
Reno dan Ajeng, pasangan beda generasi, yang terpaut jarak 8 tahun itu mencoba untuk menyatukan diri mereka dalam satu ikatan. Yaitu pernikahan.
Hari-hari menjalani biduk rumah tangga mereka lalui seperti suami-istri pada umumnya. Reno dengan segudang aktivitasnya sebagai pemborong sukses yang mengikuti jejak Ayahnya, sementara Ajeng hanya sebagai pendamping setia yang ada di samping Reno, dari mulai Reno membuka mata sampai memejamkan matanya kembali, Menyiapkan segala kebutuhan Reno. Sikap posesif yang dimiliki Reno sedikit banyak menjadikan Ajeng terbatasi dengan aktivitas kesehariannya.
Bisa dikatakan bahwa Ajeng berporos pada Reno, dan segala hal yang dilakukan adalah untuk Reno. Fix dia istri sejati!
2 tahun bersama bukan waktu yang sebentar, juga tak bisa dikatakan lama. Karena banyak sekali kisah dan pembelajaran yang mereka dapati.
Reno mempunyiai 2 saudara. Seorang kakak perempuan dan seorang adik laki-laki sebaya dengan Ajeng.
" Jeng, Ajeng" Ibu sukma mengusap lengannya dengan lembut.
"Ya.. Iya bu? gimana?" Ajeng tersentak dengan panggilan mertuanya.
"Sudah sampai, ayo turun." Bu Sukma melepas seatbeltnya "Oya pak Anto, tolong nanti jam 7 jemput Barata di stasiun ya" Sebelum beranjak keluar mobil, bu Sukma memberikan perintah.
"Njih bu siap" Jawab pak Yanto dengan anggukan kepala.
Ajeng berjalan dengan digandeng bu Sukma memasuki rumah. Ya, rumah hadiah pernikahan dari Ayah Reno dulu untuk mereka. Dan kini dia akan melalui hidupnya sendiri, benar-benar sendiri.
Para pelayat sudah mulai berkurang, meskipun masih ada beberapa yang memilih untuk tinggal. Termasuk ibu Rena, Sucilowati dan Ayah Rena, Rahmat Sudrajat yang sedang berbincang dengan saudara dekat lainnya.
Bu Suci langsung mendekati putrinya, "Sebaiknya kamu istirahat dulu ya Jeng, sejak di rumah sakit kamu kurang istirahat. Mama gak mau sampai nanti kamu sakit. "
"Biar ibu antar ya.." Bu Sukma mengusap lengan kiri Ajeng. Membimbing Ajeng untuk masuk ke dalam kamarnya, memastikan bahwa menantunya itu akan beristirahat. Sebelum kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh Ajeng, dan akhirnya beranjak berdiri untuk keluar kamar.
"Ibu.. Maafkan Ajeng. Ajeng seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Ajeng yang menguatkan ibu, bukan Ajeng yang dikuatkan ibu" Ajeng menarik tangan ibu mertuanya sehingga langkah kaki ibu mertua terhenti.
"Ssstttt, Ajeng". Bu Sukma langsung duduk memeluk Ajeng dengan erat. " Kita lewati ini bersama, kita harus saling menguatkan, ibu sudah pernah berada diposisi seperti kamu, ibu tahu betul apa yang kamu rasakan saat ini, sudah cukup perbanyak istighfar dan doa untuk Reno ya, InshaAllah memang ini jalan yang terbaik untuk semuanya" Bu Sukma melepaskan pelukannya sembari membenarkan rambut Ajeng yang menutupi sebagian wajahnya. " Sekarang beristirahat lah, ibu dan mamamu akan menyiapkan acara tahlil yasin untuk nanti malam ba'da isya." Bu Sukma beranjak keluar dari kamar Ajeng dan menutup pintu dengan perlahan.
Bu Sukma merupakan sosok mertua yang sangat, sangat baik hati. Ajeng tidak pernah sungkan bahkan lebih merasakan seperti Ajenglah anak bu Sukma. Bukan Reno. Sejak berumah tangga dengan Reno, bu Sukma adalah orang yang paling memperhatikan Ajeng, dibanding Reno suaminya sendiri. Mungkin karena Reno jarak Reno dan Ajeng yang terlalu jauh sehingga Reno kurang bisa mengimbangi Ajeng, hingga Bu Sukma yang lebih sering berada di pihak Ajeng.
Sepeninggalan ibu mertuanya, Ajeng hanya diam mengedarkan seluruh pandangannya ke setiap sudut kamar. Sebelum suara ponsel tiba-tiba membuyarkan lamunannya.
"Asalamualaikum, Ajeng? ". Suara seorang laki-laki yang sangat familiar di telinganya, " Halo jeng, apa kau mendengarku?" Suara yang sama dari panggilan yang sama membuat air mata yang sudah mengering seketika mulai memenuhi pelupuk matanya.
"Ya, Walaikumsalam. " Suara balasan yang terdengar enggan untuk menjawab akhirnya keluar dari mulutnya.
" Aku sedang dalam perjalanan, jam 7 aku sudah sampai di stasiun, aku harap kau baik-baik saja, tunggu aku"
tut.. tuttt.. tuttt
Telepon dimatikan sepihak oleh orang diseberang sana.
Ajeng menghela nafas panjang, Ya telepon barusan adalah Barata..
Barata Aji Dewandaru
*************
Cerita kedua saya selain Pesona Guru KB.
Saya ingin mengembangkan imajinasi selain dengan Bu Rena di novel Pesona Guru KB. Semoga teman-teman berkenan membaca dan mensupport saya.
Terimakasih 🤗
Jangan lupa tekan jempol dan votenya ya, boleh juga di tambahkan di favorit ya dengan tekan hati. Agar teman-teman dapat mengetahui update terbaru cerita aku. Bisa juga follow IG q wiwit widiawati.
Terimakasih banyak🤗🤗
Semoga melalui tulisan, saya dapat menyampaikan pesan moril yang baik aamiin.
Cerita ini 80 persen fiktif, mohon maaf apabila ada persamaan tokoh dan ceritanya terlalu rumit. Selamat membaca 🤗
ini benar-benar karya orisinil saya, mohon apresiasi dengan meninggalkan jejak setelah selesai pada satu bab. Vote dan komen sangat saya hargai. Terimakasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Erina Munir
kok adiknya almarhum...kesannya udh dekeet banget sama ajeng ya...
2024-07-19
0
Nurhayatins Aqil
nyimak
2023-04-10
0
Whila Abigail
novel ni SDH lama aku favorite tp bru sempat baca,awal yg menarik Thor🥰🥰🥰
2022-06-11
2