7

"Hampir duhur Jeng"

Mama mengusap lembut bahuku, sudah berkali-kali mama mengingatkanku kalau kita sudah begitu lama terdiam di depan makam Mas Reno. Dengan berat hati aku berdiri dari kursi lipat kecil yang aku sengaja bawa.

Kami pulang kerumah dengan menggunakan taksi online. Aku belum sekuat itu untuk hanya sekedar mengendarai mobil sendiri. Mamapun melarang, dia masih sangsi kepadaku untuk fokus ke jalanan.

"Mau mampir kemana dulu Jeng?" Mama membuka suara, memecah kesunyian yang tercipta sedari tadi.

"Langsung pulang saja ma, Ajeng cape pingin istirahat" Jawabku sambil menyenderkan kepalaku di bahu mama.

Rasanya aku lelah sekali, hati dan ragaku seolah tidak punya semangat lagi.

"Coba kalau Ajeng punya anak ya ma, Ajeng pasti gak akan merasa sendiri begini" Pikiranku menerawang jauh. "Setidaknya aku punya miniatur Reno kecil. Dan aku punya alasan lain lagi selain Mas Reno untukku bertahan hidup." Mama hanya diam tak bersuara.

Begini sekali takdir aku, terlukai berkali-kali dengan darah yang sama. Tuhan kuatkan aku, Mampukan aku melewati semua ini.

Tak terasa mobil sudah sampai di halaman rumah, aku keluar dahulu, disusul oleh mama kemudian. Mbak Nur langsung menyambutku. Mengambil alih kursi lipat yang sedari tadi aku genggam erat. Aku menyerahkan dengan senyum. Ku terus melangkah menuju ke kamar. Mengganti pakaian yang terasa sudah tak nyaman ini.

Ku tatap wajahku di depan cermin. Aku yang tak mengenal wajahku sendiri. Sungguh mengerikan! Kelopak mata yang menghitam, pipi tirus dan senyum yang tak ada manis-manisnya sama sekali, tulang selangka yang terlihat dengan jelas. Ku ambil timbangan berat badan di almari kecil, ku naiki dan betapa kagetnya saat jarum timbangan berhenti tepat di angka 52, turun 8 kg dari hari terakhir aku menimbangnya. Yang akupun lupa entah kapan terakhir aku menimbang berat badanku!

Aku lebih memilih meninggalkan timbangan yang tadi ku ambil, menuju ke ranjang besarku bermaksud untuk mengistirahatkan badanku barang sejenak, sebelum akhirnya suara pintu terdengar di ketuk.

"Masuk saja Mbak Nur"

Dan benar saja, Mbak Nur datang dengan membawa nampan berisi makan siang ku. Bila mama yang datang, dia pasti tak perlu repot-repot mengetuk pintu.

"Makannya Mbak Jeng" Mbak Nur meletakan nampan si atas nakas.

"Terimakasih Mbak Nur" Ucapku.

"Ngendikane ibu, aku ra olih medal sederenge Mbak Ajeng dahar" ( Ibu bilang, aku gak boleh keluar sebelum Mbak Ajeng makan).

"Sini deh Mbak, duduk di sini" Aku menepuk ranjang untuk duduki oleh Mbak Nur.

Mbak Nur sudah ikut bersamaku sejak aku menikah dengan Mas Reno. Almarhum Ayah yang memberikan rumah beserta isinya tentu beserta Mbak Nur juga, sebagai hadiah pernikahan ku dengan Mas Reno dulu. Dan Mbak Nur sudah aku anggap sebagai kakaku sendiri. Dia yang selama ini menjagaku jika Mas Reno sedang keluar kota untuk urusan pekerjaan, dia juga sosok teman terbaik ku. Paling bisa mengerti aku.

Mbak Nur datang pagi dan pulang sore hari, dia seorang janda dengan 2 orang anak yang masih duduk di bangku SMP dan SMA. Suaminya meninggal karena kanker paru yang telah lama diderita.

"Mbak Nur udah makan?" Aku meraih piring yang berisi ayam kecap dan semangkuk sup ceker kesukaanku. Hemm pasti mama yang menyuruh Mbak Nur memasak menu ini.

"Sampun Mbak Jeng"

"Anak-anak sehat Mbak?"

"Nggih alhamdulillah sehat, Kia saweg ujian praktek seniki. Donganipun nggih Mbak mugi-mugi diparingi kelancaran. " (Kia sedangnujian praktek sekarang. Doakan ya semoga diberikan kelancaran)

"Wah bentar lagi lulus dong? aamin semoga diberikan kelancaran dan kemudahan ya." Aku mulai menyuapi nasi yang sudah aku campur dengan ayam kecap di pinggirnya.

"Iya Mbak, Mbak Jeng dahar sing katah, men dadi lemu tambah ayu, kulo melas mriksani Mbak Jeng kados niku, ketone balung tok." Mbak Nur tersenyum meledekku. (Mbak Jeng makan yang banyak, biar gemuk tambah cantik, saya kasihan melihat Mbak Jeng seperti itu, yang kelihatan hanya tulang).

"Sekurus itu kah?" Ya memang sekurus itu aku, terbukti dengan angka yang di tampilkan saat timbangan tadi.

"Oya Mbak, apa bener niku rayine Mas Ren bade nikahan? mboten ngentosi mas Ren setahun nopo minimal nyatus dinten? jere wong Jawa mboten ilok (Oya Mbak, apa betul itu adiknya Mas Ren akan menikah? tidak menunggu Mas Ren satu tahun atau minimal seratus hari? kata orang Jawa pamali).

Aku yang baru memasukan makanan ke mulut langsung tersedak, sepertinya ada butiran nasi yang salah masuk ke saluran pernafasanku, perih.. perih yang kurasa.

Mbak Nur langsung menyodorkan air putih kepadaku, "Ngunjuk riyin Mbak, alah jan aku salah ngomong ya" (Minum dulu Mbak, alah aku salah bicara ya) Nada bicara Mbak Nur terdengar berat, tak enak hati mungkin dia kepadaku.

"Makasih Mbak Nur" Aku mengulirkan gelas yang tinggal separuh isinya itu ke Mbak Nur. "Mbak Nur kata siapa? pasti nguping ya?" aku berpura-pura baik-baik saja.

Entahlah, ada yang nyeri dan perih dari sudut diriku, mungkin karena tersedak tadi. Atau ada hal lain yang aku sendiripun tak tahu.

"Nembe mawon kulo mireng, Bu Suci telponan kalih Bu Sukma, tirose Bu Sukma mrikine mandan telat ampun dientosi, soale bade nggutulaken niku Mas Barata" (Barusan saja aku mendengar Bu Suci telponan sama Bu Sukma, katanya Bu Sukma kesininya agak telat jangan ditunggu, soalnya mau melamarkan Mas Barata)

"Wah saya gak tahu itu Mbak, ya gak papa si, kan beda urusan juga denganku Mbak, aku yang kehilangan suamiku, dia menikah dengan wanitanya. Seperti ada yang sakit, tapi sebelah mana? tak terlihat.

" Nggih leres Mbak, tapi kan sami-sami lare Bu Sukma" ( Iya betul Mbak, tapi kan sama-sama anak Bu Sukma)

Akun yang mendengarkan penuturan Mbak Nur hanya diam, meletakan piring yang isinya baru berkurang beberapa sendok itu, langsung berhasil membuat perutku kenyang seketika mendengar berita yang Mbak Nur ceritakan.

"Tau sendiri kan adiknya Mas Ren itu udah cukup umur buat nikah, mungkin Ibu takut kalau nanti dia berubah fikiran gak jadi nikah malah jadi perjaka tua" Aku mencoba berseloroh.

"Perjaka tua pripun wong gagaeh ora karu-karuan kados niku koh, kulo ya purun dadosake tiang niko mantu kok Mbak Jeng hahahah, tapi nikone purun mboten hahaha" (perjaka tua gimana, orang ganteng tidak ketolongan kaya gitu kok, aku aja mau kalo dia jadi menatu aku Mbak, hahahha tali dianya mau tidak hahaha) Mbak Nur tertawa dengan perkataannya sendiri. Dan menarikku untuk tertawa juga mendengar perkataan dia.

"Udah akh, aku udah kenyang Mbak, bawa ke dapur lagi tolong ya"

"Owalah malah kok di cak-cak tok Mbak Jeng Mbak Jeng" (owalah kok malah di campur aduk gini doang Mbak Jeng, Mbak Jeng)

"Aku ngantuk Mbak" Aku berpura-pura menguap, memberi tanda agar aku cepat di tinggal sendiri. Terus terang moodku yang memang tadi sedang buruk, ditambah semakin buruk dengan berita yang Mbak Nur ceritakan tadi.

Entahlah, akupun tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan hatiku.

Terpopuler

Comments

Suharnik

Suharnik

Ajeng Baadmood d tinggal nikah d tinggal suami yg menghadsp Illahi robbi

2022-01-11

0

🌷Srie❤💋🍆

🌷Srie❤💋🍆

next next ya thor💜

2021-09-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!