Ajeng POV
Aku fikir, aku sudah tertidur lama. Ku lihat jam di atas nakas menunjukan pukul 23.05 WIB. Ternyata baru sekitar 2 jam aku memejamkan mata . Ku lihat ranjangku yang terlalu besar untuk kuhuni sendiri, ya terlalu besar. Kini akan ku tempati sendiri, entah sampai kapan, selamanya.. Mungkin, aku tak tahu.
Sudah satu minggu belakang ini aku sama sekali belum tidur dengan benar, mendampingi suamiku di ICU, yang tergolek tak berdaya dengan banyaknya alat medis yang akupun tak tahu apa itu. Yang aku tahu semua alat itu yang akan menjadikan suamiku sembuh.
Rasanya seperti mimpi, begitu cepat dan berakhir terlalu sakit!!!!
Dan ternyata takdir tak berpihak kepadaku, takdir merenggut dia dariku dengan paksa, takdir mentertawakan ku, ya demikian kejamnya takdir padaku.
Hatiku rasanya seperti terhimpit batu besar, sesak dan nyeri. Aku tak pernah menyangka akan berada di posisi sekarang ini, terpuruk sendiri, menangisi kepergiannya seorang diri seperti ini, di sudut kamar didalam kegelapan malam.
Suara-suara orang yang sedang berbincang terdengar samar. Sesekali hening sama sekali tak ada suara, kemudian terdengar kembali dan begitu seterusnya.
Aku teramat lelah, sangat lelah. Kalau boleh, bisakah aku ikut pergi juga dengannya? aku menyesali waktu, dimana saat dia mengajakku untuk pergi bersamanya sebelum kejadian itu, aku lebih memilih untuk tetap tinggal dirumah. Dengan beralasan mama akan datang.
Dan memang mama datang, untuk menyambangiku yang katanya akhir-akhir ini begitu khawatir kepadaku. Entahlah perasaan seorang ibu memang begitu kuat. Hingga tak lebih dari satu jam setelah dia pergi, dan mamaku baru menginjakan kaki, keluar dari taksi online, aku menerima kabar bahwa suamiku mengalami kecelakaan lalu-lintas.
Semua terjadi begitu cepat, aku tak memperdulikan diriku kala itu, langsung memasuki taksi online yang baru saja mama turuni, dan kami pergi bersama menuju rumah sakit dimana Reno di rawat. Di dalam mobil mama terus menguatkanku, membimbingku untuk terus beristighfar. Dan aku hanya bisa mengikuti perintahnya dengan air mata yang terus berderai dari kedua mataku.
Hatiku hancur manakala melihat kondisinya, dan bertambah remuk redam saat mendengar perkataan dokter bahwa cedera otak yang dialami oleh Reno cukup parah, dan kemungkinan untuk sembuh sangat kecil. Misalpun ada keajaiban untuk sembuh, nantinya dalam bermobilitas kesehariannya, dia akan membutuhkan banyak bantuan dari orang lain.
Entah apa yang aku rasakan kala itu, bingung, marah, kecewa, tapi pada siapa? aku sama sekali tak bisa melampiaskan perasaanku kepada siapapun. Yang aku bisa lakukan hanya menangis, memohon di depan suamiku agar dia bangun. Entah dia dengar atau tidak perkataanku selama dia koma, setiap hari aku hanya memohon kepadanya untuk segera sadar, melihat aku yang berada di sampingnya, bertahan untukku. Untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang sudah kita rajut bersama. Hingga pagi tadi dia benar-benar menyerah. Meninggalkanku dengan hati yang terkubur bersama raganya.
Aku benar-benar kecewa, menyalahkan segalanya kepada Tuhan. Bagiku Tuhan begitu kejam padaku, berkali-kali dia memberiku cinta, berkali-kali juga dia remukan cinta itu.
Untuk apa aku diberikan rasa cinta bila berakhir dengan kesakitan yang tiada akhir? untuk apa dia mengirimkan orang yang hanya singgah dan menorehkan luka? untuk apa? untuk apa?
Reflek ku bating segala benda yang ada di nakas samping tempat tidur. Hingga menimbulkan suara yang mampu memekankan telingaku dan tak butuh waktu lama, suara pintu kamar yang dibukak secara kasar terdengar, bersamaan derap langkah orang-orang menujuku. Menangis dan berteriak menghawatirkan keadaanku.
Dadaku semakin sesak akibat tangisku yang tertahan dan tak bersuara, dan seketika kurasakan sepasang tangan kekar merengkuh tubuhku bersamaan dengan hilangnya kesadaranku.
"Dia hanya pingsan, tidak perlu khawatir. Saya akan memasang infus untuk mbak Ajeng agar tubuhnya tidak begitu kehilangan banyak cairan."
Entah sudah berapa lama aku tak sadarkan diri, sampai akhirnya samar-samar kudengar suara asing di telingaku.
"Baiklah kalau begitu terimakasih banyak pak"
Kali ini suara mama yang aku dengar.
"Diusahakan jangan terlalu banyak fikiran, harus selalu di dampingi ya bu, diberikan support terus jangan di tinggal sendiri" Suara asing itu terdengar kembali.
"Iya Pak" kini terdengar suara ibu menjawab.
Aku memang mendengar suara-suara di sekitarku, tapi rasanya begitu enggan mata ini membuka. Aku benar-benar lelah. Sama sekali tak ingin berfikir maupun melihat sekelilingku saat ini. Yang aku inginkan adalah segala memory hari ini hilang dari fikiranku. Hanya itu.
Hingga kurasakan sudah tak ada lagi orang di dalam kamarku. Dan ketika aku baru saja akan mulai membuka mata, ku dengar suara dering ponsel.
"Ya halo Nit"
Suara yang tak asing bagi telinga dan hatiku.
"Ya, aku sampai tadi jam 7, maaf belum sempat mengabarimu"
"....... "
"Iya datanglah kerumah"
"..... "
"Aku belum bisa memutuskan Nit, keluargaku sedang berduka"
"..... "
"Aku mohon mengertilah"
".... "
"Terserah kau saja"
"....... "
"Iya, akupun sama. Selamat malam"
Mataku masih terpejam, setelah mendengar suara yang benar-benar aku hindari selama ini, aku benar-benar tak ingin membuka matu. Hingga kurasakan dia mendekat kepadaku, menarik kursi di sebah ranjangku.
"Apa kabar Sweetbrown? Masihkah boleh aku memanggilmu seperti itu? ahh, kau bertambah manis sekali"
Kurasakan jemarinya menggenggam erat jariku, mengusap lembut cincin pernikahanku dengan Reno.
"Masih banyak pertanyaan dan pernyataan yang ingin aku sampaikan, tapi semua sudah tak mungkin lagi bisa terucap. Aku sudah tidak mungkin lagi berhak bertanya maupun menjelaskan, aku sudah terlalu dalam melukaimu"
Kutahan kuat-kuat air mataku agar tidak sampai lolos. Memilih lebih mengeratkan kembali kelopak mataku.
"Kalau saja, kalau saja kau sabar menungguku, memberi aku waktu untuk menjelaskan semuanya, mungkin semuanya tidak akan pernah seperti ini jadinya, maafkan aku"
Tangannya meremas lembut jariku, dapat aku rasakan tangannya bergetar, entahlah. Aku begitu lelah hanya untuk sekedar menerka-nerka.
"Aku sebentar lagi akan menikah Sweety, dan orang itu bukan kamu... "
"Sayang, ngapain... mau nemenin mama dan Ajeng disini?"
Kali ini kudengar suara mama yang menghampiri. Reflek dia melepas genggaman tangannya padaku.
"Kasihan Ajeng sendiri ma, jadi aku nungguin dia sampai mama datang"
"Ya sudah beristirahatlah, pasti kamu cape kan. Biar mama di sini menemani Ajeng, kamu bukan muhrimnya"
Suara tawa mama dan dia terdengar tertahan. Mungkin takut aku terbangun. Hingga akhirnya suara pintu tertutup dan ranjangku bergerak, pertanda mama mulai menaikinya. Tidur di sebelahku dan memeluku dengan erat.
"Selamat beristirahat sayang" suara halusnya terdengar di telingaku disusul dengan kecupan hangat di keningku.
Dan hari-hari panjangku yang suram kini dimulai
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Erina Munir
lanjuut thoor....
2024-07-19
0
Yayuk Bunda Idza
seperti nya dugaan q bener dech....jd tambah penasaran
2021-12-21
0
AdeOpie
apa itu sepasang mantan
2021-09-18
1