4. Pulang

Beberapa saat setelah kepergian Alando, sebuah kapal berlabuh ke arah pulau. Rangga mulai keluar dari air laut menuju ke tendanya dan diikuti Lania dan Tono.

"Apa kalian tidak berniat pulang bersama? Kapalnya cukup luas untuk menampung 5 orang." Rangga menawarkan pada Lania dan Tono yang berjalan di sampingnya.

"Kita pulang saja Ton. Setelah kejadian yang menimpa Silvi, aku tidak berniat liburan lebih lama di tempat ini."

"Aku setuju Lan. Ayo beri tahu Silvi."

Mereka mempercepat langkahnya dan tiba di tempat Silvi yang sudah kembali memotret biota laut setelah Alando angkat kaki dari sisinya. Tono pun menyampaikan maksudnya untuk ikut pulang ke kota bersama Rangga dan Alando.

"Tidak perlu Ton. Para pengawal akan menyadari jika kita tidak ada di gunung Amorel. Mereka akan menemukan kita di sini." Silvi menjawab dengan santai.

Mereka bertiga memang lari dari gunung Amorel ketika para pengawal yang melindungi mereka sedang lengah. Mereka mencari orang lain untuk menggantikan mereka dengan memakai pakaian yang mereka pakai. Tentu saja, para pengawal tidak akan menyadarinya karena perjanjian yang mereka buat. Para pengawal harus berjarak 5 meter dengan mereka untuk kenyamanan refresing mereka. Jika tidak mereka mengancam akan membuang alat pelacak yang selama ini menemani mereka kapan pun dan dimana pun.

Ketiganya sadar, walaupun mereka telah memberikan alat pelacak tersebut kepada para pengganti, namun cepat atau lambat para pengawal akan menyadari semuanya dan bukan hal yang sulit untuk menemukan ketiganya.

"Maaf kak Rangga. Kami akan menunggu jemputan kami saja." Dengan berat hati, Lania melepaskan kesempatan bersama dengan Rangga.

"Baiklah." Rangga paham, mereka menyebut pengawal yang berarti mereka adalah anak-anak yang dilindungi dan tidak ada gunanya mengkhawatirkan mereka.

Rangga melangkah menuju kapal yang sudah bertengger di pulau. Alando juga sudah berdiri di atas kapal tersebut.

Selang beberapa menit, kapal yang dinaiki Alando dan Rangga mulai menunjukkan tanda-tanda untuk berlabuh.

"Mereka tidak akan ikut." Rangga memberitahu Alando yang masih berdiri menatap 3 sekawan yang kini sedang bermain voly di pantai. "Tidak perlu khawatir. Pengawal mereka akan menjemput mereka secepatnya."

"Pengawal?" Alando mulai duduk dan larut dalam pikirannya sendiri.

Rangga tersenyum geli melihat tingkah Alando.

"Biasanya juga dia tidak peduli dengan gadis yang ditidurinya. Mungkin rasa bersalah karena Silvi adalah gadis perawan."

Tidak butuh waktu lama untuk Kapal yang dinaiki Alando dan Rangga meninggalkan pulau. Lania memeluk bola voly ditangannya dan duduk di atas pasir. Matanya menatap kapal yang mulai terlihat semakin kecil.

"Ah, kita belum bertukar nomor ponsel."

"Dasar sinting. Apa kau kehabisan stok pria?" Tono ikut duduk di samping Lania.

"Berhentilah bermain-main. Kau pikir ayahmu belum memiliki calon suami untukmu? bukankah Dia sudah membicarakan perjodohanmu 5 tahun ke depan dengan keluarga... apa namanya? Ah, aku melupakannya". Silvi ikut duduk di samping Lania.

"Ya lupakan saja nama keluarga itu. Aku juga ingin melupakannya." Lania bersandar pada bahu Silvi.

"Apa suatu hari aku dan Silvi akan mendengar perjodohan juga seperti Lania?" Tono menghembuskan nafasnya kasar.

"Apa itu masalah? Aku tidak menyukai siapapun. Jadi tidak masalah jika aku belajar menyukai pilihan ayahku".

"Bagaimana jika kau menyukai seseorang suatu saat nanti?" Tono mulai geram dengan cara berpikir Silvi yang memandang remeh perjodohan.

Silvi terdiam memikirkan ucapan Tono. Tidak ada lagi yang membuka suara. Ketiganya tenggelam dalam pikiran masing-masing, menikmati suara debur ombak dan daun-daun yang sibuk melambai.

Hingga keheningan itu direnggut paksa oleh Helikopter yang mendarat di pulau Senja. 2 orang berpakaian hitam turun menghampiri Silvi, Lania dan Tono.

"Ketua meminta nona pulang sekarang" Salah satu pria bertubuh besar berucap sopan pada Silvi.

"Sebaiknya nona Lania dan Tuan muda Tono ikut pulang bersama kami sebelum Keluarga Candrawan dan Renald mengetahui kalian pergi ke pulau Senja tanpa perlindungan." Pengawal yang lain ikut berbicara.

Lania dan Tono sadar, keluarga mereka sama-sama punya aturan yang tak jauh berbeda. Keduanya sering mendapat hukuman keras setelah ketahuan melanggar aturan keluarga. Jika para pengawal berkata demikian, maka ada kemungkinan liburan pulau Senja dirahasiakan dan keduanya bisa terbebas dari hukuman.

Tanpa aba-aba, keduanya menaiki helikopter. Silvi menyusul keduanya dengan wajah tenang. Helikopter itu pun membawa pulang mereka ke kota Andolo.

* * *

Silvi kini berdiri dihadapan ayahnya 'Brian Selvig'. Wajah Brian yang begitu dingin. Jengkot, breok, dan kumis yang serba lumayan tebal menambah kesan sangar pada wajahnya. Ditambah lagi tatapannya yang mampu menggemetarkan lawan yang ditatapnya. Namun semua itu tidak berlaku pada Silvi. Putri semata wayangnya itu sudah terbiasa melihat wajahnya. Silvi bahkan sering bermanja-manja pada wajah sangar itu.

"Selalu seperti ini. Kau menipu pengawal yang menjagamu demi ingin bersenang-senang."

"Ayolah ayah. Kau tidak akan merasa bebas jika diawasi 24 jam."

"Mereka hanya mengawasimu. Tidak mengganggu aktivitasmu."

"Kenapa ayah seketat ini padaku. Aku baik-baik saja. Lihat." Silvi berputar menunjukkan keadaannya "Sekali lagi aku pulang dengan keadaan baik-baik saja."

"Kau anak ketua organisasi Ranita. Ranita melindungi begitu banyak presdir..."

"Musuh presdir bisa saja menangkapku dan membuat anggota Ranita akan menukarku dengan nyawa presdir. Aku sudah mengahafalnya dengan baik." Silvi memutar mata malas.

"Jika kau tahu, maka jangan membuat masalah."

"Ayah, kau bahkan tidak pernah mempublikasikan aku sebagai anakmu. Bagaimana musuh presdir bisa menangkapku? Mereka bahkan tidak mengenalku."

"Cukup Silvi. Kau belum banyak melihat dunia. Mencari informasi tidak sesulit itu." Tegas Brian yang berhasil membungkam Silvi.

Melihat Silvi yang hanya diam membuang pandangannya ke arah lain. Brian sadar Silvi sedang kesal dan Brian tidak pernah bisa membuat putrinya marah.

"Aku menyayangimu, Silvi. Bisakah kau juga menyayangi ayahmu ini?" Ucap Brian lembut.

Jika Brian sudah bicara seperti ini. Maka apapun akan dilakukan Silvi untuk ayahnya. Ayah yang merangkap menjadi ibu untuknya dari usia 7 tahun.

"Aku menyayangi ayah lebih dari apapun" Silvi berlari kecil memeluk ayahnya erat dan Brian membalas pelukan putrinya sambil mengusap kepala putrinya dengan penuh sayang.

Terpopuler

Comments

🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘

🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘

ketemu lg kah ntar ???

2022-08-25

0

Aracely

Aracely

Sy kasih hadiah...🌹

2022-02-06

1

isyabiy

isyabiy

kok bpknya tk nmpk tnda merah d leheer anknya tuh thor

2020-05-24

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!