Married With Mr. Perfect

Married With Mr. Perfect

My Day

Dengan hati berdebar, aku mengintip dari tirai kamar, suara-suara bising terdengar sampai ruangan kamarku. Hari ini adalah hari pernikahanku. Entah bagaimana ceritanya, sampai akhirnya aku terjebak di sini, sebagai pengantin wanita.

Nanti yah, aku ceritain detailnya.

Lagi deg-degan jadi pengantin, suamiku itu ganteng, kata mamaku. Oh iya? Abidzar yang dulu itu khan!

Suasana hening seketika. Teras rumahku sudah dihias dengan dekorasi khas pengantin serba putih, serasi dengan gaun yang ku kenakan saat ini.

Aku jadi pusat perhatian. Serasa kikuk, rasanya badanku berat sekali padahal hanya gaun pengantin dan lagi juga nggak pakai mahkota, tapi jilbab yang tiba-tiba menutupi rambutku yang indah dan cantik ini, kalau kata teman-temanku.

Pengen sih nengok ke kanan ke kiri tapi aku urungkan, malu.

Aku jadi pusat perhatin hari ini, sudah pasti!

Penasaran seperti apa calon suamiku setelah hampir 7 tahun kita nggak ketemu, aku melirik ke samping kanan.

Abidzar, lelaki yang baru saja menikahi aku ini, kenapa berbeda?

Beneran ini Abi yang dulu sering berantem sama aku?

Tapi, kenapa dia sama sekali nggak melihatku?

Sementara semua orang perhatiannya tertuju padaku.

Ah, baru saja akad nikah, aku udah dilecehin seperti ini.

Jangan-jangan dia juga sama seperti aku, terpaksa menerima pernikahan ini.

Lalu ... pernikahan ini.

Duh, beneran nggak sih aku jadi istrinya dia sekarang. Semoga aja ini hanya mimpi.

Aku menggerutu dalam hati.

Asli!

Dia sama sekali nggak memandangku sejak akad nikah tadi.

Lalu tiba-tiba suara dari pengeras microfone membuyarkan pikiranku yang, au ah! Kacau.

"Kedua mempelai dipersilahkan untuk saling berhadapan, bersalaman." kata si pembawa acara.

Aku berdiri menghadap lelaki yang kini resmi jadi suamiku ini. Dia pun menghadapku.

Aku menatapnya, eh dia menatapku tajam.

Dus!

Duh, rasa apa ini?

Hei ... Hani plis, konsentrasilah.

Tadi minta dilihat, udah dilihat jadi salah tingkah.

Sambil menahan jantungku yang seperti lagi zumba di dada,  yang rasanya mau meledak, aku mencium tangannya yang hangat, bukti kalau aku sudah resmi jadi istrinya. Dan ... memastikan kalau aku sedang tidak lagi bermimpi, khan!

"Pengantin laki-laki dipersilahkan mencium pengantin wanita," kata pembawa acara selanjutnya.

Saat dia hendak maju, aku secara reflek mundur satu langkah.

Eh ... apa yang aku lakukan?

Aku menatapnya, dia tertegun, kedua alis matanya berkerut.

Ini reflek tubuhku, jadi jangan salahin aku dong, gerutuku dalam hati.

Lalu sentuhan di pundakku menyadarkan aku. Mamaku tersenyum mengangguk, itu perintah Ibu Suri harus ditaati kalau nggak, sudah lama aku dipecat jadi anak kandungnya.

Ah, iya. Aku harus menghormati dia sekarang jadi suamiku. Akhirnya aku memutuskan diam saat dia maju selangkah. Keningku terasa dingin, eh hangat, eh apa yah.. nggak tau ah!

Seumur hidup baru kali aku dicium cowok, di depan banyak orang lagi. Dan yang nyium aku itu ... Abi musuhku dulu, tapi sekarang dia jadi suamiku.

Ya Allah ... aku dikutuk apa yah.

Padahal aku selalu berdoa bisa menikah setidaknya sama cowok selevel gantengnya mirip Cha Un Woo gitu, eh tapi suamiku juga ganteng, kata mamaku.

***

Semua tamu undangan sudah pulang termasuk keluarga besar suamiku, eh Abi.

Iya bukan karena aku sekarang jadi istrinya terus sok romantis manggil dia Abi ya, No!

Dari dulu dia memang dipanggil Abi sama semua teman sekolah.

Rasanya lega sekali, semua runutan proses pernikahan berjalan sesuai rencana mamaku dan uminya Abi.

Sedari tadi aku sudah kegerahan, ingin melepas semua atribut pengantin yang menempel di tubuhku, gaun pengantin yang panas dan sesak, belum lagi sandal berhak tinggi yang membuat betis kakiku terasa dipukulin.

Bayangin aja, berdiri bersalaman dengan semua tamu undangan, untung saja hanya beberapa jam, coba kalau sehari semalam, atau tujuh hari tujuh malam, kebayang nggak sih, betis kakiku seperti apa jadinya.

Kamarku, dihias dengan bunga-bunga hidup yang aromanya sudah mirip toko bunga yang pernah aku kunjungi di kawasan Blok M. Wangi sih ... tapi aku nggak suka.

Tempat tidur berubah drastis, sprei warna pink dan ditaburi bunga mawar di atasnya.

Duh, ini apa juga.. kelakuannya siapa sih ini.

Saat aku ingin melepaskan gaun pengantin, tiba-tiba suara ketukan dari luar, belum juga aku jawab, beberapa kepala nongol di balik pintu dan ....

"Wiiihhhh ... pengantin ... cieee ... cakep juga Hoon" kata Momon langsung masuk mendekatiku, diikuti kedua temanku, Rara dan Hera.

Mereka bertiga adalah sahabatku sejak kita kuliah dulu, jauh-jauh mereka datang ke sini hanya ingin melihatku menikah.

"Injek kakinya dulu ah!'" Rara sudah menginjak kakiku, "Adoooww ... nggak gituh juga kali Ra ..." aku meringis, asli sakit tauk!

"Biar ketularan." jawab Rara meringis.

Dih, apa sih Ra! Gue nikahan bukan lagi tujuh bulanan.

Hera membantuku melepas satu persatu atribut pengantin yang menempel di kepalaku, dia hanya senyum-senyum. Hera paling dewasa di antara kita berempat. Momon seumuran dengan Rara, dan aku jadi magnae di geng ini.

Tau magnae khan?

Itu yang suka kpop pasti tau dah!

Member paling mudah gituh loh.

"Gue pikir lo nikah belakangan Hoon, eh malah duluin kita." Rara membuka resleting bajuku, dengan sangat keras.

"Hei ... pelan-pelan ntar robek tuh baju." Momon memperingati.

"Iya, samawa ya Hoon ... " kata Hera masih sibuk kedua tangannya membantuku.

"Tunggu! Kita photo dulu yuk! Di sini ..." Rara menunjuk tempat tidurku yang sungguh memang so sweet banget sih.

Kita menoleh ke belakang, lalu mengangguk bersamaan.

Jadilah tempat tidurku berantakan kita berempat cekikikan berswa photo berbagai macam gaya.

"Mumpung dia masih perawan." seloroh Momon.

"Iya, kita perawanin dulu nih kasurnya ... hahahaha ..." celetuk Rara.

Kampr*t memang sahabatku ini, mereka selalu jadi hiburan sih di saat waktu yang menegangkan kayak gini.

Lalu tiba-tiba suara pintu di buka, "Assalamualaikum ..."

Abi... Abidzar sudah berdiri di pintu kamar. Memergoki kita berempat yang entah gimana pose kita kali ini, kedua matanya melebar saat bertatapan denganku, aku langsung beringsut. Menepuk paha Momon memberinya kode cepat turun dari tempat tidurku.

"Maaf! Lanjutin aja acaranya." kata Abi, dia langsung balik badan keluar kamar.

Eh ... kok dia baik banget, lembut lagi suaranya.

Dulu khan ... itu benaran Abidzar khan?

Bukan kloningnya ...

"Serius ... ganteng banget Hoon laki lo ..." kata Rara ekspresi wajahnya terlihat lucu, bengong nggak jelas.

"Eh inget, noh si Jungkook mau lo tinggalin katanya cinta mati." Momon memukul kepala Rara pelan, kita tertawa bersamaan.

"Udah yuk! Kasihan suaminya si Hoon ..."

Hera berdiri sambil merapikan ujung sprei yang terangkat dan berantakan sama tingkah laku kita berempat.

"Kalian jadi staycation di hotel kota?" tanyaku pada ketiga sahabatku ini.

"Iya." Momon mengangguk.

Lalu selanjutnya adegan penuh drama, kita saling berpelukan.

Hwaaa... rasanya baru kemarin aku bertemu dengan mereka dan sekarang aku harus berpisah dengan mereka semua.

"Aku sedih ..." kataku sambil terisak di antara pelukan mereka bertiga.

"Khan kita bisa janjian nanti, eh ... sekarang khan ada yayang Abi ... " Momon mengerling meledekku.

Aku tersenyum simpul, yayang ... ih rasanya gimana gituh dengernya.

"Anggap aja dia Un Woo ..." kata Rara mengerling.

"Hus.. nggak boleh gituh!" Hera menimpali lalu melanjutkan kalimatnya, "Kamu baik-baik yah jadi istri, kalau ada apa-apa telepon kita aja, siap 24 jam."

"Hansip kaliiii 24 jam siap jaga." seloroh Rara, Hera memukul pundak Rara, tersenyum.

"Okiee ..." aku mengangguk.

Setelah berpamitan mereka akhirnya keluar dari kamarku.

"Woi Hoon.. jangan lupa berdoa yah ..." Rara berteriak dari balik pintu sambil mengerling.

Ah, sialan tuh anak. Pasti suaranya terdengar seisi rumah gue.

Dan selanjunya ... gue harus ngapain yah.

***

Abi masuk dengan suara lembutnya mengucapkan salam. "Assalamualaikum.." sapanya.

Aku bengong, masih terkesima dengan suara lembutnya itu, saking grogi dan terpesonanya, aku menjawab dengan suara lembut juga, "Annyoeng Oppa."

Dia mendelik seketika mendengar jawabanku.

Itu ... dia ... Abi yang selama ini aku cari ...

Tatapan mata yang dulu membuatku merutukinya setiap hari.

 

 

Bersambung ...

Terima kasih buat semua reader yang sudah mampir membaca novel saya, jangan segan kasih  Like, komen, hadiah dan bintangnya.

Love you all, guys senusantara indah ...

Terpopuler

Comments

Ummu Sakha Khalifatul Ulum

Ummu Sakha Khalifatul Ulum

Lanjut

2021-08-02

0

chika_sly

chika_sly

nah loh ko malah annyeong 🤣 gpp lah itu efek dari suka kpop

2021-04-08

0

Mami keyffa (ojik)

Mami keyffa (ojik)

seru bgt sih...dr bahasanya lancar bgt di baca...aku suka bgt....d awal aja udah terkekeh sndiri.... semoga semakin bagus...hwiting

2021-04-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!