On

Ah, itu tangan Abi memelukku.

Saat aku ingin bergerak, tangan Abi makin erat memeluk tubuhku.

“Jangan bergerak! Kita tidur gini dulu aja yah. Aku capek!” kata Abi lirih di telingaku.

Mamaaaaa ….

Eotteoke!

***

Aku senyam senyum sendiri membayangkan malam pertama kami, yee- elah Hoon gituh aja seneng banget.

Hihi ... aku terus meringis sambil masih membereskan tempat tidurku.

Suara dari kamar mandi terdengar kencang, Abi lagi mandi. Kenapa aku yang kedinginan.

Eh!

Suara adzan berkumandang dari masjid yang tak jauh dari rumah. Tak lama Abi sudah berdiri di sampingku, dengan cuek dia melepas handuk lalu memakai baju koko dan sarung yang dia ambil dari tas pakaian miliknya.

Sementara aku berdiri termangu menutup wajahku dengan bantal guling. Ya Allah pagi-pagi kau suguhkan pemandangan yang luar biasa, istigfar Hoon ... istigfar.

“Han, kamu nggak mandi?” Abi bertanya kepadaku, aku menarik bantal guling dari wajahku, dia sudah berdiri di depanku tangan kanan diulurkan ke arahku.

Aku malah bengong, saat aku menatap matanya, dagu Abibergerak memberi kode, oh ... maksudnya cium tangannya.

Harus ya!

Aku menurut aja! Meraih tangan Abi, tapi dia sudah lebih dulu mendorongku, yang pada akhirnya aku jatuh ke tempat tidur. Aiishh nih anak ya. Dia justru menyeringai. Seneng banget bikin orang kesal. Nggak ingat apa yah sama perbuatannya semalam.

Huh!

Baru aja aku mau bangun ...

“Aku ke masjid dulu yah.” Setelah berkata itu dia langsung keluar kamar.

Aku masih termangu menatap kepergian suamiku ke masjid.

Nasib gue gini amat punya laki nggak ada mesranya sama sekali.

Oh yah aku harus mandi yah mau sholat shubuh, tapi kan kenapa aku harus mandi, semalam kan cuma pelukan doang. Hiihi ... aku meringissendiri

Auk Ah!

Setelah sholat shubuh, aku dan anggota keluarga lainnya sudah berada di ruang tengah.

Seperti biasa mama akan menunggu papa pulang dari masjid melakukan ritual harian, papa datang mama cium tangan dan kami anaknya pun ikutan cium tangan.

Kali ini kedua adik kembarku juga ada di sini, si Dini sedari tadi senyam senyum nggak jelas lalu si bontot cuek aja masih sibuk sama buku yang dia baca, entah buku apa.

Suara dari pintu ruang tamu terdengar keras, suara papaku, siapa lagi, “Assalamualaikum ...”

“Walaikumsalam ...” jawab kami bersamaan.

Papa berjalan duluan di belakangnya Abi mengekor, duh cahaya lampu ruang tamu memancarkan makin berkilau dengan kedatangan Abi dengen mengenakan baju koko warna putih bersih dan sarung kotak-kotak berwarna biru

tua.

Kenapa aku yang deg-degan ditatap seperti itu.

Setelah papa mendekati mama langsung mencium tangan papa di ikuti kami anaknya.

Lalu Abi ikut mencium tangan mama, lalu tiba-tiba dia mendekatiku. Mengulurkan tangannya, kan tadi udah, dalam hatiku menatapnya.

Semua anggota keluarga memperhatikan kami.

Ya Alloh ... aku menuruti saja, lalu ... dia eh ... apa ini ...

Mencium keningku dong.

Aiishh apa-apaan coba.

Lalu suara keras Dini.. “Cieeee Mbak Hoon ... romantis banget. Mama sama papa dulu gituh juga nggak sih.”

Yakin muka gue sekarang pasti udah kayak udang rebus tinggal dikelupasin kulitnya.

Abi langsung ngeloyor tanpa berkata apa-apa mengekor papa ke ruang tengah.

Aku kabuuurrr ke kamar sebelum abis dihujat eh diledekin sama kedua adikku yang super nyebelin karena mereka kompak banget kalau ngebully kakaknya.

Sebelum itu terjadi hayoo ... mantan pacarnya Soekjin cepat kabur!

Aku lari dong ke kamar dengan suasana hati nggak jelas ini.

“Mbak kok kabur sih ...” teriak Dinosaurus adik bontot aku.

***

Di ruangan tengah, suara papa dan Abi saling bersahutan murojaah. Aku keluar nggak yah, nanti diledekin lagi sama adik-adikku yang reseh. Tapi kalau nggak keluar nanti makin diledekin.

Akhirnya aku keluar kamar setelah beberes kamar. Kudapati mama sama si mbak lagi asik di dapur.

Suara-suara peralatan dapur saling bersahutan, mungkin semalam mereka lelah jadi baru diberesin. Bantuin ah, biar kelihatan rajin gituh di depan suami.

Saat tiba di dapur ada dua kunyuk si kembar adikku tengah duduk di lantai membungkus semua makanan ke dalam kotak warna-warni.

“Aiiiihhh pengantin baru, ih senengnya yang abis dicium sama

suami ciiiieeee.”

Suara Dini keras memenuhi ruang dapur dan bahkan sampai ke ruang tengah kali. Terbukti suara Abi tiba-tiba redup.

Mama dan si mbak ikut senyam senyum melihatku berjalan ke

arahnya.

“Piye ... piye ... Ratu Mama akhirnya jadi istri.” Mama meledekku tersenyum genit lalu mengerling.

“Ih, Mamah apaan sih Mah. Ini lagi ...” aku menendang kaki Dini, yang ditendang malah menjulurkan lidahnya.

“Mbak, gimana sama Mas Abi si kulkas itu..” Dino ikutan nyeletuk dengan suara lirih, lalu mereka berdua terkekeh.

“Anak kecil nggak usah ikut campur.” Jawabku sambil membantu mereka membereskan kue-kue yang tergeletak di lantai.

“Iiih, aku udah 19 tahun tauk!” jawab Dino, lalu di ikuti si Dini, “Iya kita udah 17 plus itu tandanya udah dewasa.”

“Eh Mbak mau balas dendam sama kamu ntar,” kataku ke Dini sambil menunjuk ke dia dengan pisau pemotong kue yang terbuat dari plastik.

“Apaan sih Mbak, kamu tuh harusnya ngasih aku kado sebagai ucapan terima kasih karena akhirnya bisa jadi istrinya Mas Abi.”

“Ih Dini … apaan kali.” Aku melotot.

Itu kan sama aja dia membongkar rahasia aku. Iyah hanya Dini yang tahu isi kotak rahasia aku tentang si Abi. Duh harusnya aku nggak ijinin dia masuk ke kamar aku saat aku kuliah di Jakarta.

Sejak saat itu aku jadi tambang emasnya si Dini, dia morotin aku dan minta ini itu kalau nggak rahasia aku bakalan dia bongkar, dan ternyata dia berkhianat.

Mikirin hal itu pengen rasanya aku jenggut tuh rambut panjanganya, tapi ada si Abi. Gimana dong kan aku harus jaim di depan suami.

Dih suami!

“Mbak. Ih senyum-senyum sendiri, inget Mas Abi yak.” Dino nyeletuk meledekku.

“Apaan ih ... kamu sotoy,” jawabku malu, duh pasti wajahku semerah udang rebus.

“Tuh, kenapa muka Mbak jadi semu merah kayak lagi pakai blush on Korea,” Dini terkekeh.

Mereka berdua memang couple in crime banget kalau sama aku. Jadi berasa nggak punya teman kalau mereka sudah bertemu berdua. Namanya juga anak kembar jadi sehati kali yah.

Aku berdiri mendekati mama yang lagi sibuk tengah menyiapkan sarapan pagi untuk kita.

“Mah, makasih yah nasi gorengnya semalam.”

Kataku memeluknya dari samping. Tangan mama sibuk mengaduk-aduk nasi goreng di wajan. Iya biar begitu mama itu nggak suka kalau suami dan anaknya dimasakin sama si mbak, jadi dia sendiri yang selalu masak buat kita. Itu salah satu point bagus si mama yah.

Mama langsung menatapku, matanya penuh selidik, aku bingung dong ditatap sama seperti itu. Raut wajah mama kok gituh.

“Nasi goreng? Apaan ... kapan? Semalam ...” Mama berpikir keras, menoleh ke wajan lalu ke aku terus begitu bergantian, aku ngikutin gerakan kepalanya sampai ikutan pusing, lalu dia berkata, “Mama nggak bikin nasi goreng

semalam kok.”

Aku menatap wajah mama lekat, iya mamaku lagi nggak

berbohong, lalu.. semalam itu..

“Mas Abi … nasi goreng semalam di makan sama Mbak Hani ya.”

Terdengar teriakan suara Dini kencang, dia langsung berdiri menghadap ke ruang keluarga. Saat aku menoleh ke arahnya dia sedang mengangkat tangannya, ibu jarinya diangkat. Dini kegirangan menatapku.

Sial!

Anak ini beneran yah, disuap apaan kalik sama si Abi.

Semua orang yang ada di rumah tertawa lebar.

“Ciee ... Mbak Hani dibuatin nasi goreng special sama suami di malam pertama,” ledek si Dino cengar cengir.

Dan si mama, aih nyenggol-nyenggol aku sama pantatnya.

“Gimana ... westah lah mantu Mama beneran so sweet yah.” Mama mengerling.

Si mbak ikut cengengesan berdiri di samping mama. Aku … berasa jadi orang bego.

Tapi kan bagus dimasakin suami, tapi … kenapa dia bisa tahu kesukaan gue dan gue aja nggak tahu sama sekali tentang dia, kan nggak adil.

Dan dia … si Abi di depan keluargaku bersikap manis banget, kalau sama aku ngebully muluk. Air mata ini sudah mengembang di pelupuk mata, cepat aku berlari ke arah kamar.

Kenapa sekarang aku jadi kabur-kaburan yah.

“Hoon ... mau ke mana ... ciie malu yak.” suara Dini sialan.

“MAU EEK.” Jawabku keras melarikan diri.

***

Saat aku asyik tengah berbendah barang-barangku yang belumsempat aku rapikan di dalam koper untuk besok, iya besok ada acara ‘ngundu mantu’ tau kan? Itu acara adat jawa kalau anaknya cowok yang nikah harus dianterin pulang dulu ke mak-nya.

Besok deh aku kasih tau ceritanya, karena aku sendiri juga nggak begitu paham seperti apa acaranya.

Lagi asyik masukin baju dan peralatan lainnya.

Kret.

Suara pintu kamar terbuka, ada Abi muncul dari balik pintu.

Ah cuekin aja.

Pangeran penuh sandiwara itu abaikan saja Hoon!

“Hoon, sarapan yuk! Dipanggil sama mama tuh udah pada nungguin.” Abi duduk di sebelah aku, saat bersamaan aku lagi memegang sesuatu ... kutang warna merah punyaku.

Iiisshhh … aku menoleh.

“Jangan diliatin ...” bentakku ke Abi.

“Kenapa? Ntar juga ngeliat ... sama isinya juga kan,” Abi ketawa terkekeh.

Aku menoleh, mata kami saling bertatapan, ya Alloh aku deg-degan kan.

Entah bagaimana dan siapa yang mengawalinya, tiba-tiba bibirku terasa hangat dan lembut.

Tangan Abi sudah mendarat di leherku.

“Hannneeeyyy sayangnya ma ….”

Tiba-tiba aja mama nyembul dari balik pintu, dan aku langsung mendorong dada Abi dengan keras.

Mamaaaaaa ….

Bersambung ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!