“Hannneeeyyy sayangnya ma ….”
Tiba-tiba aja mama nyembul dari balik pintu, dan aku langsung mendorong dada Abi dengan keras.
Mamaaaaaa ….
***
Aku masih dalam posisi duduk dengan kedua tangan mendorong dada Abi saat mama sudah menutup pintu kamarku kembali, lalu terdengar suara mama tertawa dengan kencang.
Sementara itu Abi terjerembab di lantai, posisi badannya terlentang untung saja kepalanya tidak mengenai tepi tempat tidur.
Kedua matanya melotot, wajahnya terlihat kesal menatapku tajam, tangan kiri Abi menyentuh bibir bawahnya sendiri sambil berdecak, “Ck ... ck ...” menggelengkan kepala lalu dia menjilati bibirnya sendiri. Aku hanya bisa meringis, dengan cepat merapikan kembali pakaian milikku ke dalam koper.
Entah apa yang sedang mama pikirkan tentang aku dan Abi, dan lagi pula ini kan masih pagi.
Sialan Hoon, ngapain juga gue terbawa situasi, duh kan malu sama mama.
Aku menggerutu sendiri sambil membanting pakaian dalamku berulang-ulang memasukkannya ke dalam koper, asal
saja.
“Jangan pura-pura deh, ngerasa enggak bersalah. Kalau kepalaku benjol gimana?” Abi sudah duduk sambil mengelus kepala bagian belakangnya saat aku meliriknya.
“Lagian salah siapa juga?” jawabku tanpa menoleh.
“Salah siapa? Itu tad i…. Namanya khilaf.” Abi mengelak sambil menunjuk-nunjuk ke arahku.
Aku menoleh melotot ke Abi.
“Isssh ...”
Abi meringis masih memegang kepalanya.
“Ya udah sono sarapan sendiri, aku ntar aja, malu sama mama.” Kataku membereskan kembali pakaianku, aku keluarin lagi dari koper terus aku rapiin lagi, gituh aja terus ... dih apaan sih Hoon.
Yakin gue grogi dan nggak tahu mau ngapain lagi, rasanya muka gue panas deh.
“Aku juga nggak mau ah, kalau kamu nggak keluar aku juga nggak keluar. Kamu aja anaknya malu apa lagi aku,
mantu.”
“Yah uda terserah ntar kalo laper jangan nyalahin ortu aku nggak ngasih makan kamu ya.”
“Kamu dong sebagai istri harusnya melayani suami, sana gih ambilin sarapan, kita makan di sini aja gimana?”
“Ogah, kamu keluar aja sendiri sana.”
“Dosa tauk kalau istri nggak melayani suami dengan baik.”
Iih, apaan sih pakai ngancam segala kayak gituh, bodoh ah masak gue harus keluar. Duh nggak deh, bakalan dibully gue sama mama dan yang lainnya. Pasti lagi ceritain kejadian barusan ke papa sama si kembar.
Bayangin aja gue merinding.
“Hoon, sana cepetan ambil sarapannya.” Abi sudah duduk di sampingku, pundaknya sengaja menyenggol
pundakku berkali-kali.
“Apaan sih ... nggak mau.” Jawabku.
Tapi lama-lama risih diperlakukan seperti itu, aku menoleh.
“Apa?” kataku, mata kami bertatapan, duh baru tahu kalau bola mata Abi seindah ini, ternyata kalau diperhatiin dari jarak yang super dekat Abi ganteng, bener kata mamaku.
“Itu kamu ngapain bolak balik masukin ngeluarin baju kamu ke koper.” Dagu Abi bergerak ke depan, memberiku kode, aku menunduk ke koper, aaiissshh … ketahuan deh.
Cepat-cepat aku tutup koper dengan membanting bagian atasnya. Abi terkekeh, hembusan napasnya jatuh tepat di bawah telingaku.
Ah jadi deg-degan lagi kan gue.
Akhirnya aku menggeser ke kiri, berusaha menjauh.
“Bi, boleh nanya nggak?”
“Apaan.”
Aku masih tertunduk menatap lantai kamarku berwarna putih susu, sambil memainkan kunci koper, kuputar-putar
angka-angkanya, sebagai pengalih. Aku penasaran kenapa Abi memilihku untuk jadi istrinya, maka kuberanikan diri bertanya kepadanya sebelum malam pertama kami benar-benar terjadi.
Kata Hera wajib hukumnya saling tahu suami istri apakah mereka benar-benar saling suka sebelum.. jadi aku
beranikan diri bertanya, enggak ada salahnya khan.
Meski kata Hera juga, laki-laki dan perempuan kalau berada dalam satu ruangan apa lagi suami istri bisa saja terjadi sesuatu meskipun enggak ada rasa.
Tapi nggak ada salahnya harus ditanyain dulu kan, habisnya aku juga khan penasaran.
Konon katanya menikah harus dengan orang yang kita cintai, minimal kita sukai.
Eh, gue sendiri suka eh cinta nggak sih sama si Abi ini?
“Mau nanya apaan kok malah bengong.”
“Mmm ... itu Bi ... Mmm ... kenapa kamu milih aku jadi istri kamu? Bukannya kamu nggak pernah suka ya sama aku?” akhirnya kalimat itu keluar juga, lega rasanya, berasa kayak ngeluarin kentut yang ditahan tapi ini bedanya nggak ada baunya hehehe
Abi terdiam, saat aku meliriknya dia malah tertunduk lalu menghela napas besar.
Eeh ... apa maksudnya tuh!
Bener kan dugaan gue kalau pernikahan ini tuh..
“Kenapa yah..” Abi menatapku lalu berhenti, sebelum ia melanjutkan kalimatnya, ah aku jadi grogi pas kami saling
bertatapan lagi untuk yang ke sekian kalinya.
“Mmm ... rahasia.” Jawab Abi tersenyum lebar.
Eh, kok dia jawabnya begituh sih. Tapi Abi kalau tersenyum gitu manis juga.
“Kalau kamu sendiri kenapa mau nikah sama aku?” kini giliran Abi yang bertanya kepadaku.
Aku meringis, lalu berkata, “Terpaksa karena nggak ada pilihan lain lagi.”
Kataku sambil terkekeh melihat raut wajah Abi yang seketika berubah, aku semakin menahan tawa.
Biarin aja, kan gue tahu dia paling nggak suka kalau dijadiin pilihan terakhir untuk apa pun.
Jadi Abidzar Alghifari itu sejak kecil sudah terbiasa jadi perhatian semua orang terutama para cewek. Merasa
ganteng kali yah. Dulu tuh dia suka bersaing sama kakak cowoknya yang usianya hanya terpaut dua tahun.
Abubakar Alghifari, sekarang dia sedang berada di Mesir, kuliah dan entah kapan kembali ke sini. Mereka nggak
pernah akur, selalu bersaing tentang hal apa pun.
Saat duduk di bangku kelas 1 SMA, baru tiga bulan Abi memutuskan pergi keluar dari rumah dan sekolah di luar kota, tak ada yang tahu alasannya. Dan jadi salah satu cewek yang patah hati saat itu, padahal baru aja jadi fans gelapnya belum juga jadi pacar kenapa patah
hati segala yak. Mbohl!
“Kamu boong kan? Bukannya kamu dari dulu udah suka sama aku ya?”
Kali ini Abi memegang kedua tanganku, sedikit memaksa.
“Suka dari Hongkong,” jawabku.
“Kata Dini … Dino juga … Mama juga … Umi aku juga..”
Aku menahan ketawa melihat dia begitu serius.
“Kamu percaya sama omongan mereka semua?”
Abi mengangguk!
“Kalau kamu nggak suka sama aku kenapa kamu mau aku cium.”
Aiishh ... sialan nih anak!
Aku menunduk menutup mata sambil berdesis.
“Kamu boong kan, kalau nggak suka nggak mungkin dong mau aku cium, aku peluk. Sini ...”
Abi sudah menarik kedua lengan tanganku, badanku bergerak cepat, mendekat ke arahnya. Kali ini Abi memegang
badanku dengan kuat. Eehmmm lebih tepatnya memeluk, kepalanya dimiringkan beberapa derajat, sangat dekat saat dia tersenyum lalu menatap bibirku yang hanya bisa mengatup saking terkejutnya.
“Abi, apa-apaan sih kamu.” Aku berusah melepaskan diri.
“Istri nggak boleh nolak suami tauk!”
“Tapi nggak ada kekerasan dalam rumah tangga Biii ...” aku masih berusaha sekuat tenaga untuk mendorong badan Abi, tapi dia terlalu kuat, saat wajahnya sudah dekat sekali. Aku langsung mematuk keningnya dengan kepalaku.
“Auuhh … Hannniiiii …” teriak Abi kesakitan melepaskan aku lalu memegang keningnya sambil nyengir-nyengir kesakitan.
“Lagian sih,” jawabku merasa tak bersalah.
Aku segera berdiri, tapi Abi menarik tanganku dan kami terjatuh di lantai, aku sudah di atas badan Abi,
menindihnya. Jantungku berdebar kencang kali ini ada sesuatu yang mengganggu. Wajahku terasa panas, saat Abi tertawa lepas lalu menjentik keningku dengan keras.
“Ini hukuman buat istri yang nggak nurut sama suami.” Kata Abi tersenyum penuh kemenangan.
Aku berusaha berontak ingin bangun, tapi kedua tangan Abi memelukku erat.
“Mbak Han ...” pintu kamar terbuka, si mbak muncul dengan kedua tangan membawa nampan, “Maaf!” si mbak terkejutmelihat kami berdua dengan posisi … yah gituh deh!
“Sarapannya kata ibuk disuruh bawain ke kamar aja, ibuk sama bapak lagi keluar ngambil pesanan buat acara
besok, si kembar sekalian di antar ke kampus.” Si mbak senyam senyum berjalan menaruh nampan di meja tanpa sedikit pun menoleh ke arah kami.
Bukannya dilepas tangan Abi, dia justru sengaja memelukku erat sampai aku nggak bisa bernapas. Iisshhh.. suami gue ternyata gila juga, pikirku kesal. Ini namanya penghinaan, gimana ntar kalau aku ketemu sama si mbak.
Kesannya aku … soalnya posisi aku tuh ...
Lalu si mbak keluar dengan tergesa-gesa, suara terkekehnya masih terdengar dibalik pintu.
“Sarapannya ntar aja, mumpung di rumah nggak ada orang,” kata Abi menatapku tajam, matanya berbinar-binar, lalu menyeringai sadis.
Apa yang Abi sedang pikirkan, aku bertanya-tanya dalam hati saat dia perlahan melepaskan tangannya. Aku dengan cepat bangun, berdiri balik badan, berniat ke arah meja, untuk sarapan. Dua piring nasi goreng plus ceplok telor kesukaanku sudah tersaji di sana.
Perutku berbunyi ... kriuk melihat makanan itu.
Tepat saat itu juga Abi menarik tanganku, lalu badanku serta merta berbalik, dia mendorongku dengan keras, badanku terjatuh di atas tempat tidur. Sorot mata Abi, kenapa dia ganteng sekali yah, dalam keadaan terlentang di atas kasur, aku bisa melihat wajah Abi yang tiba-tiba berubah terlihat manis sekali.
Ahh, ku tepis khayalan yang simpang siur di kepalaku. Abi hanya bercanda dia enggak akan berbuat macam-macam kan, masih pagi.
Tapi ... Abi justru ikut menjatuhkan badannya, tersenyum, membelai anak rambut kepalaku sambil berkata, “Karena kamu bohong harus dihukum.”
Aku bergerak meronta, meski sebagai perempuan aku sering berpikir macam-macam tentang malam pertama tapi kali ini aku nggak mau melakukannya sebelum aku tahu alasan Abi menikahi aku.
Jangan sampai nanti aku menyesal.
Sekuat tenaga aku berusaha, Abi menarik selimut, tangannya kini sibuk dengan kancing bajuku.
Mah … kenapa aku belum ikhlas, padahal Abi adalah laki-laki pertama yang membuat aku jatuh cinta untuk pertama kali.
Masih Bersambung..
Jangan lupa komen. like dan follow ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Mega Riana
gak seru baca nya. cerita melulu, kapan percakapannya.
2021-06-27
0