Believe In Fantasi

Believe In Fantasi

Chapter 1

Hari ini pertengahan bulan Juli, anak- anak bermain ria di taman. Terdapat perosotan dan ayunan, tak lupa kotak pasir yang hangat. Banyak sekali permainan.

Tapi ada seorang anak yang terduduk melamun di bawah naungan pohon rindang. Sendiri tertunduk. Sekarang batu kerikil mendarat di kepalanya.

"Hahaha, hei lihat ada orang gila. Dia bilang dia bisa bicara dengan pohon lohh. Bukankah itu aneh. Hahahaha." kata anak lelaki bersurai kemerahan yang tak dikenal, dari nadanya terlihat mengejek.

"Hahaha iya, dia pasti berbohong..." belum selesai bicara, perkataan anak dengan bintik bintik di wajah itu di potong.

"Aku tidak berbohong! Aku benar benar bisa berbicara dengan beberapa tumbuhan. Aku tidak bohong." katanya yang bangun dari duduknya walaupun masih menunduk.

"Hah? Kau bodoh ya. Lihat kau bahkan hampir menangis. Jangan mengigaulah." kata anak dengan surai merah.

"Lihat dia benaran nangis loh." anak lelaki lainya mulai menunjuk pada Anak yang mulai berderai.

"Ayo kita pergi! Disini tidak asyik, ada anak aneh." tiga anak itu mulai meninggalkan Anak itu sendiri. Ia kini sendirian dan kembali terduduk di bawah pohon. Menundukkan wajahnya di antara kaki yang di tekuk dan kepalanya di tutupi dengan tangannya.

Hari semakin sore, matahari berada di barat, cahaya oranye itu menyinari anak itu. Dia masih terdiam, tak menangis atau berbicara. Matanya tertutup. Pikirannya jauh dalam mimpinya. Rupanya ia tertidur, sampai suara yang ia kenal membangunkannya.

"Hei nak bangun. Ayo pulang, ayah disini. Apa kau baik baik saja?"

"Emm, ayah hoamm ini di mana?" anak itu menguap dan mengusap matanya, masih mencari kesadaran.

"Ini di taman sayang. Kenapa kau tidur di sini?" tanya pria dewasa itu terjongkok melihat anaknya tertidur di bawah pohon.

"Ahhh. Tidak apa aku hanya sedikit mengantuk jadi tertidur." jawabnya agar sang ayah tidak khawatir.

"Benarkah? Tapi matamu merah. Kau menangis? Apa kau di rundung oleh teman-temanmu?" tanya sang ayah semakin khawatir.

"Tidak ayah, emm aku ingin pulang." kata Ronald mengalihkan topik.

"Baiklah ayo ayah gendong." kata sang ayah mengulurkan tangan pada anaknya.

"Emm." Ronald melangkah dan duduk di lengan ayahnya. Di depan atas perut ayahnya ia berada. Pergi dari taman dan pulang menuju rumahnya. Tak jauh jangan bersikar beberapa ratus meter.

Sampai di rumah, halamannya luas berkarpet hijau dan teduh akibat beberapa pepohonan. Rumahnya tak terlalu besar, ada beberapa tiang di rumah, juga tangga yang menghubungkan halaman depan dan serambi rumah. Ada pintu dengan ukiran cantik di sana. Beberapa jendela kaca yang sederhana. Saat masuk ada beberapa kursi dengan satu meja, terbuat dari kayu. Rumah dalamnya juga biasa hanya ruang keluarga, beberapa kamar dan dapur.

Pasangan anak dan ayah itu masuk dan di sambut hangat oleh keluarganya.

"Oh sayang kau dari mana saja, ibu khawatir padamu." kata sang ibu merebut anak dalam gendongan suaminya.

"Aku baik ibu, aku hanya ketiduran di taman." kata anak itu.

"Kau membuat seisi rumah khawatir, bodoh." kata sang kakak perempuan.

"Maaf sudah membuat khawatir." katanya meminta maaf.

"Baiklah ayo mandi. Ibu sudah siapkan air hangat."

"Iya bu." anak itu mengangguk.

Keadaan rumah tak terlalu ramai. Setelah sang anak mandi ia duduk di meja makan. Melihat ibu dan kakaknya memasak.

Setelah memasak, sajian di hidangkan. Ada sup sayur, ikan dan telur. Memang tak mewah tapi masakan ini sangat lezat. Apalagi di makan bersama. Mereka kini makan bersama. Setelah makan ibu membersihkan meja dari sisa-sisa makan tadi.

Seperti inilah kehidupan Ronald Alexander. Terkadang di rundung oleh anak sepantarannya. Tapi untungnya ia memiliki keluarga yang hangat dan sayang padanya. Ayahnya Arnold Alexander, pegawai swasta di sebuah perusahaan yang sangat bertanggung jawab. Dan ibunya Maria Alexander, seorang ibu rumah tangga yang sangat menyayangi keluarganya. Kakaknya bernama Alesia Alexander, ia termasuk anak yang cerdas. Bahkan ia pernah lompat kelas karena kepintaranya.

Dan sekarang keluarga ini sedang menunggu kehadiran adik kecil. Ia masih dalam kandungan dengan umur 3 bulan. Masih muda memang. Tapi keluarga ini sangat senang saat mendapat kabar bahwa Maria tengah hamil anak ketiganya.

Ronald anak yang baik, terkadang bertingkah aneh. Terkadang pula menggemaskan. Berlawanan dengan kakaknya yang tegas dan cermat. Wajahnya sangat manis, matanya besar dengan bulu mata indah dan alis yang tebal mirip dengan ayahnya. Sedangkan pipinya tembam dan bibirnya merah seperti ibunya. Tentu saja Ronald kecil ini sangat menggemaskan.

Jika kalian ingat masalah di taman tadi, Ronald di rundung karena mereka berpikir jika Ronald berbohong dan hanya menghayal. Tapi sejatinya bukan begitu, ia memang dapat mengerti apa yang di katakan tumbuhan padanya. Tidak semua tumbuhan, tapi hanya sebagian.

Awalnya ia hanya mendengar ada yang memanggil namanya...

Saat itu pagi hari yang cerah ia ingin berangkat ke sekolah. Taman kanak-kanak lebih tepatnya. Saat ingin keluar rumah ia mendengar namanya di sebut.

"Ronald." suara itu terdengar panjang tak terlalu lantang tapi masih bisa di dengar Ronald.

"Ayah, apa kau mendengar ada yang memanggilku?" tanya Ronald pada ayahnya.

"Emm, Ronald mendengarnya ya?" tanya Arnold pada anaknya.

"Emm, iya. Itu terdengar panjang." anak menggemaskan itu mengangguk.

"Hehe, anak ayah sangat manis. Sini ayah cium." kata Arnold menggendong anaknya dan menciumi wajah anaknya itu.

"Aaaaa, ayah hentikan itu sedikit geli." kata Ronald menjauhkan wajah ayahnya.

"Baiklah ayo berangkat." Arnold menggendong anaknya menuju mobil. Menempatkan anaknya di kursi depan.

"Ayah! Tunggu, Alesia masih memakai sepatu!" anak sulung keluarga Alexander teriak dari dalam rumah.

"Huh, dasar! Kakakmu selalu begitu." kata Arnold menyender pada mobil.

"Ayah, aku masih penasaran dengan suara tadi." kata Ronald menengok ke wajah ayahnya.

"Emm, sayang jika mereka bermaksud jahat maka itu tidak baik. Lebih baik kau abaikan saja." kata Arnold pada anak laki-lakinya.

"Tapi, suaranya terdengar kalau mereka kesepian. Apa ayah tahu siapa mereka?" tanya Ronald.

"Entahlah, ayah tak tahu." Kata sang ayah pada anaknya.

"Ayah ayo aku sudah siap." Alesia berlari menuju mobil.

"Baiklah ayo berangkat" Arnold masuk ke dalam mobil dan mengendarainya menjauh dari rumah.

Itu adalah pertama kalinya, kemudian kejadian itu berlanjut, saat di rumah, saat di sekolah, maupun di jalan. Lalu Ronald sadar dan mengerti, para tumbuhanlah yang memanggilnya.

Ronald malah semakin sering berinteraksi dengan para tumbuhan. Malah ia lebih senang bermain bersama pepohonan, tidur di bawah karpet hijau dan di naungi awan hijau yang menghalangi sinar matahari menyilaukan dirinya.

Sampai saat itu, ia mengajak beberapa temannya untuk bermain dengan beberapa pohon di samping rumahnya.

"Teman-teman, lihatlah ia temanku. Kadang aku juga bercerita banyak hal dengannya. Dan ia juga kadang bercerita padaku" kata Ronald memeluk pohon.

"Hah, Ronald kau bercandakan? Mana mungkin pohon ini dapat bicara." kata salah satu temannya.

"Tidak, aku tidak bercanda. Aku serius, lihatlah. Pohon sapa mereka." Ronald melepas pelukan dan melihat ke arah pohon.

"Tidak bisa Ronald." kata pohon tersebut.

"Hah, kenapa tidak bisa?" tanya Ronald dengan ekspresi bingung.

"Hahaha, lihat dia bicara sendiri. Sekarang Ronald jadi aneh." temannya mengejek.

"Iya, ayo lebih baik kita pergi. Jangan bermain dengan dia lagi. Dia sekarang aneh." mereka kemudian pergi meninggalkan Ronald.

"Hei, teman-teman tunggu. Ronald tidak aneh." teriak Ronald pada teman- temannya yang semakin jauh.

"Ronald?"

"Hiks. Pohon, kenapa kau tak menyapa mereka. Mereka pasti percaya jika kau bicara. Huhu." Kini Ronald malah bersedih.

"Bukannya aku tak mau, tapi mereka tidak bisa mendengarku." kata pohon menjelaskan.

"Kenapa?" tanya Ronald dengan mata berkaca-kaca.

"Aku juga tak tahu. Yang jelas hanya Ronald yang bisa."

"Hiks, huuu huwawwwww hhahah." kini Ronald malah menangis sejadi-jadinya.

"Ronald jangan menangis, sudahnya, kan ada aku yang akan jadi temanmu."

"Emm,hiks" tangisan Ronald mulai mereda.

"Ronald? Kenapa anak ibu menangis?" Maria keluar dari rumah menuju tempat anaknya.

"Ro- Ronald kangen ayah." jawab Ronald berbohong ia takut jika ibunya akan seperti teman-temannya tadi.

"Haha, anak ibu sini sama ibu dulu. Nanti kalau ayah pulang main sama ayah." jawab Maria, walaupun tahu anaknya berbohong.

Mereka kemudian masuk ke rumah, dan Ronald malah tidur siang karena kecapean bermain.

Begitulah awalnya Ronald tak di sukai oleh teman-temannya. Hari-harinya di habiskan di alam. Terkadang ia membawa buku fantasi untuk di baca di bawah pohon.

"Pohon, bukankah dia hebat. Dia tak pernah di akui, tapi dia tetap berusaha agar di akui orang lain, dia juga sangat kuat, walau di ejek sana sini."

"Iya dia hebat, maka Ronald juga harus seperti dia. Jangan pernah menangis jika orang lain mengejekmu."

"Emm, kau benar. Aku harus kuat. Ronald harus bisa melawan."

Mulai hari itu, Ronald akan melawan bila di rundung oleh orang lain, dengan bantuan para teman floranya pasti.

Bersambung.......

Terimakasihhh untuk para pembaca, tunggu terus kelanjutannya yah. salam manis dari Author❤️

Arin X Dipa.

Terpopuler

Comments

🐾 t a a`

🐾 t a a`

Semangat selalu 💪

2021-02-09

2

Neko

Neko

semangat mantemann♥️

2021-02-09

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!