"Lalu, ayah? Apakah ayah pergi ke luar kota?" Ronald bertanya.
"Entahlah sayang, tapi ayah akan segera kembali." Maria berkata.
"Bu, apakah melahirkan itu sakit? Bagaimana caranya melahirkan? Apa adik bayi di tarik oleh dokter itu?" Ronald polos kita bertanya.
"Haha, seperti itu." Maria gemas dengan perkataan anaknya.
"Em, kalau sakit kenapa tak suruh ayah saja yang melahirkan? Ayahkan laki-laki pasti lebih kuat dari ibu."
"Haha, sayang itu sudah tugas masing masing." Maria semakin gemas dengan anaknya.
"Emm"
Sedangkan di luar kamar bayi, Alesia melihat adiknya hendak di bawa keluar. Sepertinya akan di bawa ke kamar ibunya.
"Permisi, apakah bayi ini akan bi bawa ke ibunya." Alesia bertanya.
"Tentu saja." Seorang petugas rumah sakit membawa Alexander kecil. Hendak dipertemukan dengan ibunya.
Kini Petugas dan Alesia menuju ke Kamar Maria. Sampai di depan pintu, pintu di buka. Terlihat Maria dan Ronald yang sedang bercakap-cakap.
"Ibu." Alesia memanggil ibunya.
" Ah, sayang." Maria menoleh pada anaknya.
"Permisi bu, saya ke sini untuk mengantarkan anak keluarga Alexander." petugas itu menyerahkan Alexander kecil pada ibunya.
"Terima kasih." Maria menjawab.
"Kalau begitu saya tinggal dulu." petugas itu pergi.
"Bu, namanya! Hehehe." Ronald bersemangat.
"Kenapa?" Alesia bertanya.
"Aku boleh memberi nama." Ronald meminta persetujuan.
"Seperti apa namanya?"
"Emely, itu seperti nama teman pahlawan."
"Emm, Itu bagus. Artinya bertanggung jawab dan melindungi." Maria setuju.
"Yah, itu memang nama yang bagus. Apa boleh buat ibu sudah setuju." Alesia berkata.
"Yey! Berarti nama adikku Emely. Hehe" Ronald terlihat senang.
"Iya namanya Emely." Maria tersenyum, walaupun dalam hati menduga-duga tentang suaminya.
"Ibu ayah belum datang?" Ronald bertanya.
"Sayang ayah akan pulang, jadi Ronald tunggu ya." Maria mencoba menenangkan anaknya.
"Kapan?" masih belum puas, Ronald bertanya lagi.
"Ronald!" Alesia membentak adiknya.
"Kenapa?" Ronald bertanya.
"Sudah jangan di bahas." Alesia mencoba menghentikan adiknya.
"Permisi." petugas rumah sakit datang dengan sarapan pagi.
"Silahkan."
"Saya kemari untuk mengantarkan sarapan." petugas itu meletakkan sarapan di atas meja.
"Terima kasih, ah saya ingin bertanya. Apakah saya sudah boleh pulang?" Maria mengajukan pertanyaan.
"Anda bisa pulang hari ini, dikarenakan ibu dan bayinya sehat." petugas menjelaskan.
"Maaf, sudah merepotkan."
"Tidak sama sekali, kalau begitu saya permisi." petugas keluar dari kamar.
"Ibu sarapan dahulu. Lalu kita pulang, semuanya sudah di urus ayah." Alesia berkata.
"Emm, baiklah."
Kini Maria sarapan, walaupun Ronald juga membantu menghabiskan sarapan. setelahnya, mereka pulang ke rumah, dengan taksi. Perjalanan memakan waktu satu jam. Kini mereka berada di depan rumah.
"Kami pulang." Maria dan anak anak masuk ke rumah.
"Ayah tak ada, ibu ayah ke mana?" Ronald masih menanyakan ayahnya.
"Sabar sayang ayah pasti pulang." Maria mencoba membuat anaknya sabar.
"Baiklah ayo." Alesia langsung menuju kamar.
Maria sibuk dengan anak bungsunya, dengan Ronald yang mengikuti dari belakang. Sedangkan Alesia membuat banyak kemungkinan tentang ayahnya.
"Baiklah, aku butuh pena dan kertas." Alesia mencorat-coret kertas.
Dari semua kemungkinan, Alesia malah berpikir tentang dunia fantasy yang ayahnya bicarakan dahulu. Sementara kungkinan lainya agak mengganjal di hatinya.
"Hah, apakah akhirnya aku harus percaya? Kalaupun iya aku harus apa?"
Alesia kini bingung.
Sedangkan Maria di kamar, sedang memberi asi untuk anak bungsunya. Ditemani Ronald yang terbinar-bimar melihat adiknya.
"Ronald kau lihat kakakmu, dia belum sarapan." Mari meminta pada Ronald.
"Emm, baik ibu." Ronald kemudian keluar kamar dan menghampiri kakaknya.
"Kakak?" Ronald membuka pintu kamar kakaknya.
"Apa?" Alesia menoleh pada adiknya.
"Kau belum sarapan, jadi ayo masak sesuatu." Ronald berjalan lebih dekat dengan kakaknya yang duduk di depan meja belajar.
"Emm" Alesia keluar dari kamar menuju dapur, di ikuti adiknya dari belakang.
"Kakak kau ingin masak apa?" Ronald sedikit benjinjit berpegangan pada ujung meja.
"Pasta." Alesia menjawab dengan singkat dan padat.
"Emm, boleh ku bantu." Ronald menawarkan diri.
"Tidak." Alesia tak mengizinkan adiknya.
"Kalau begitu kakak yang bntu Ronald. Ronald akan ambil pasta." Ronald mulai bersikap keras kepala.
"Keras kepala! Sudah, aku saja." Alesia sedikit jengkel dengan adiknya.
"Emm, kalau begitu ku tinggal." Ronald pergi ke kamar ibunya.
"Huh." Alesia melanjutkan acara memasak.
Mereka sibuk masing-masing. Alesia memakan pasta, Ronald yang sudah bosan di kamar ibunya bermain keluar, sedangkan Maria masih setia menjaga anak bungsunya.
"Emm, apa kau tahu di mana ayahku?" Ronald bertanya dengan temannya, ah teman flora.
"Aku tak tahu, dia tak pulang ke sini." pohon besar di samping rumah menjawab perkataan Ronald.
"Emm." Ronald duduk bersender pada pohon.
"Kau jangan terlalu murung, ayahmu pasti pulang." pohon itu mencoba menghibur Ronald.
"Emm."
"Kau ingat karakter faforitmu kan. Dia bahkan sudah di tinggal pergi orang tuanya dari kecil, namun dia tak pernah bersedih." pohon mengigatkan Ronald akan karakter faforitnya dalam buku cerita kesukaan Ronald.
"Benar, dia tak pernah bersedih." Ronald bangkit.
"Jadi kau tahu apa yang harus kau lakukan?" pohon bertanya.
"Aku harus membaca ulang cerita itu agar tak lupa hehe." Ronald mengepalkan tangam menunjuk ke atas.
"Ha? Ahh ya sudahlah." pohon membiarkan prmikiran Ronald asalkan dia tak sedih lagi.
Ronald kembali ceria, ia masuk ke dalam rumah dan mengambil buku cerita kesukaannya. Langkah kecilnya kini menuju keluar, membawa buku kecilnya.
"Nah sudah ku dapat! Mari baca bersama." Ronald membukal lembar pertama.
"Haha baiklah."
Mereka membaca buku bersama. Ronald nampak lebih ceria. Ia melupakan ayahnya yang menghilang.
Sedangkan di dalam rumah, Alesia yang selesai memakan pasta menuju kamar ibunya.
"Bu." Alesia berada di depan pintu.
"Masuklah." Maria mengizinkan masuk.
"Emm, ada sesuatu yang ingin ku bicarakan." Alesia kini berdiri di depan ibunya.
"Duduklah dulu, lalu bicaralah." Maria meminta anak sulungnya untuk duduk.
"Menghilangnya ayah, apa ada hubungannya dengan dunia tempat kalian tinggal dulu kalian?" Alesia memberanikan diri.
"Ha? Emm mungkin. Ibu juga kurang tahu menahu tentang ini."
"Bu ceritakan dengan benar, samakan cerita ibu dengan kenyataan." Alesia meminta.
"Emm, baiklah. Awalnya ayah adalah seorang anak raja yang tidak di inginkan. Ibunya adalah pelayan kerajaan. Dan ibu adalah gadis biasa yang tinggal di desa yang berada di naungan kerajaan. Kami bertemu di jalan, ayahmu membantu ibu saat di ganggu oleh remaja lain. Sejak itu kami menjadi lebih dekat. Terkadang ayahmu bermain ke temat ibu. Tetapi setelah lima tahun ibu dan ayah saling mengenal, kerajaan di serang. Ayahmu mengajak ibu melarikan diri. Dan ahirnya kami sampai di bumi." Maria mencoba menjelaskan.
"Ibu, aku akan bertanya, kau hanya bisa mengatakan iya, tidak atau tidak tahu." Alesia meminta.
"Baiklah." Maria setuju.
"Apakah semua orang disana memiliki kekuatan semacam sihir?" soalan pertama diajukan.
"Tidak."
"Apakah ada orang lain yang tahu identitas ayah?"
"Iya."
"Apakah banyak yang tahu?"
"Tidak."
"Apakah yang menyerang kerajaan itu bertujuan untuk merebut kekuatan?"
" Tidak tahu."
" Apakah awalnya ibu tahu siapa yang menyerang?"
"Tidak."
"Apakah ayah mempunyai saudara?"
"Iya."
"Hmm, terima kasih bu. Aku akan pergi ke kamar ku sekarang." Alesia meninggalkan ibunya di kamar.
Dari jendela Alesia melihat adiknya membaca buku, ia bersender pada pohon. Terkadang seperti mengajak lawan bicara. Alesia hanya menatap adiknya. Mencoba untuk meninggalkan pemandangan itu, Alesia pergi menuju kamar.
"Hah, walau dapat menyimpulkan tapi tak dapat beraksi, payah." Alesia merebahkan diri pada kasurnya.
"Kakak, kak Thomas datang." Ronald teriak dari luar.
"Hah, kenapa dia datang?" Alesia beranjak dari kasur berjalan ke depan rumah.
"Al!" Suara itu datang dari depan.
"Hah, benar-benar." Alesia menghela napas geram.
"Halo Al! Aku di sini untuk melihat adikmu, hehe." Thomas bersemangat
"Hah! Tak boleh. Pulang sana!" Alesia melarang keras keinginan Thomas.
"Oh baiklah aku akan masuk." Thomas melangkahkan kaki ke rumah Alexander.
"Hei, kau tak mengerti bahasa manusia? Ku bilang tak boleh." Alesia menarik Thomas keluar.
"Ah, tapi aku ingin melihat adikmu. Siapa namanya?" Thomas bersikeras.
"Kau tak perlu tahu." Alesia khekeh dengan pendiriannya.
"Kalau Al tak mau, aku akan bertanya pada tante Maria." Thomas melepaskan diri dari Alesia, pergi masuk ke dalam rumah.
"Hei, kau!"
"Tante Maria, apa aku boleh melihat adik bayi?" Thomas berteriak dalam rumah.
"Ah, Thomas. Kau masuk saja kemari." Maria berkata dalam kamar.
"Ah, itu suara tante." Thomas membuka pintu kamar.
"Hei kau! Tak sopan." Alesia membentak Thomas.
"Halo tante, aku ke sini untuk melihat adik bayi." Thomas menyapa.
"Haha, baiklah. Kau boleh melihatnya." Maria tersenyum.
"Emm, siapa namanya?"
"Emely, Emely Alexander."
Bersambung......
thanks Readers❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments