NovelToon NovelToon

Believe In Fantasi

Chapter 1

Hari ini pertengahan bulan Juli, anak- anak bermain ria di taman. Terdapat perosotan dan ayunan, tak lupa kotak pasir yang hangat. Banyak sekali permainan.

Tapi ada seorang anak yang terduduk melamun di bawah naungan pohon rindang. Sendiri tertunduk. Sekarang batu kerikil mendarat di kepalanya.

"Hahaha, hei lihat ada orang gila. Dia bilang dia bisa bicara dengan pohon lohh. Bukankah itu aneh. Hahahaha." kata anak lelaki bersurai kemerahan yang tak dikenal, dari nadanya terlihat mengejek.

"Hahaha iya, dia pasti berbohong..." belum selesai bicara, perkataan anak dengan bintik bintik di wajah itu di potong.

"Aku tidak berbohong! Aku benar benar bisa berbicara dengan beberapa tumbuhan. Aku tidak bohong." katanya yang bangun dari duduknya walaupun masih menunduk.

"Hah? Kau bodoh ya. Lihat kau bahkan hampir menangis. Jangan mengigaulah." kata anak dengan surai merah.

"Lihat dia benaran nangis loh." anak lelaki lainya mulai menunjuk pada Anak yang mulai berderai.

"Ayo kita pergi! Disini tidak asyik, ada anak aneh." tiga anak itu mulai meninggalkan Anak itu sendiri. Ia kini sendirian dan kembali terduduk di bawah pohon. Menundukkan wajahnya di antara kaki yang di tekuk dan kepalanya di tutupi dengan tangannya.

Hari semakin sore, matahari berada di barat, cahaya oranye itu menyinari anak itu. Dia masih terdiam, tak menangis atau berbicara. Matanya tertutup. Pikirannya jauh dalam mimpinya. Rupanya ia tertidur, sampai suara yang ia kenal membangunkannya.

"Hei nak bangun. Ayo pulang, ayah disini. Apa kau baik baik saja?"

"Emm, ayah hoamm ini di mana?" anak itu menguap dan mengusap matanya, masih mencari kesadaran.

"Ini di taman sayang. Kenapa kau tidur di sini?" tanya pria dewasa itu terjongkok melihat anaknya tertidur di bawah pohon.

"Ahhh. Tidak apa aku hanya sedikit mengantuk jadi tertidur." jawabnya agar sang ayah tidak khawatir.

"Benarkah? Tapi matamu merah. Kau menangis? Apa kau di rundung oleh teman-temanmu?" tanya sang ayah semakin khawatir.

"Tidak ayah, emm aku ingin pulang." kata Ronald mengalihkan topik.

"Baiklah ayo ayah gendong." kata sang ayah mengulurkan tangan pada anaknya.

"Emm." Ronald melangkah dan duduk di lengan ayahnya. Di depan atas perut ayahnya ia berada. Pergi dari taman dan pulang menuju rumahnya. Tak jauh jangan bersikar beberapa ratus meter.

Sampai di rumah, halamannya luas berkarpet hijau dan teduh akibat beberapa pepohonan. Rumahnya tak terlalu besar, ada beberapa tiang di rumah, juga tangga yang menghubungkan halaman depan dan serambi rumah. Ada pintu dengan ukiran cantik di sana. Beberapa jendela kaca yang sederhana. Saat masuk ada beberapa kursi dengan satu meja, terbuat dari kayu. Rumah dalamnya juga biasa hanya ruang keluarga, beberapa kamar dan dapur.

Pasangan anak dan ayah itu masuk dan di sambut hangat oleh keluarganya.

"Oh sayang kau dari mana saja, ibu khawatir padamu." kata sang ibu merebut anak dalam gendongan suaminya.

"Aku baik ibu, aku hanya ketiduran di taman." kata anak itu.

"Kau membuat seisi rumah khawatir, bodoh." kata sang kakak perempuan.

"Maaf sudah membuat khawatir." katanya meminta maaf.

"Baiklah ayo mandi. Ibu sudah siapkan air hangat."

"Iya bu." anak itu mengangguk.

Keadaan rumah tak terlalu ramai. Setelah sang anak mandi ia duduk di meja makan. Melihat ibu dan kakaknya memasak.

Setelah memasak, sajian di hidangkan. Ada sup sayur, ikan dan telur. Memang tak mewah tapi masakan ini sangat lezat. Apalagi di makan bersama. Mereka kini makan bersama. Setelah makan ibu membersihkan meja dari sisa-sisa makan tadi.

Seperti inilah kehidupan Ronald Alexander. Terkadang di rundung oleh anak sepantarannya. Tapi untungnya ia memiliki keluarga yang hangat dan sayang padanya. Ayahnya Arnold Alexander, pegawai swasta di sebuah perusahaan yang sangat bertanggung jawab. Dan ibunya Maria Alexander, seorang ibu rumah tangga yang sangat menyayangi keluarganya. Kakaknya bernama Alesia Alexander, ia termasuk anak yang cerdas. Bahkan ia pernah lompat kelas karena kepintaranya.

Dan sekarang keluarga ini sedang menunggu kehadiran adik kecil. Ia masih dalam kandungan dengan umur 3 bulan. Masih muda memang. Tapi keluarga ini sangat senang saat mendapat kabar bahwa Maria tengah hamil anak ketiganya.

Ronald anak yang baik, terkadang bertingkah aneh. Terkadang pula menggemaskan. Berlawanan dengan kakaknya yang tegas dan cermat. Wajahnya sangat manis, matanya besar dengan bulu mata indah dan alis yang tebal mirip dengan ayahnya. Sedangkan pipinya tembam dan bibirnya merah seperti ibunya. Tentu saja Ronald kecil ini sangat menggemaskan.

Jika kalian ingat masalah di taman tadi, Ronald di rundung karena mereka berpikir jika Ronald berbohong dan hanya menghayal. Tapi sejatinya bukan begitu, ia memang dapat mengerti apa yang di katakan tumbuhan padanya. Tidak semua tumbuhan, tapi hanya sebagian.

Awalnya ia hanya mendengar ada yang memanggil namanya...

Saat itu pagi hari yang cerah ia ingin berangkat ke sekolah. Taman kanak-kanak lebih tepatnya. Saat ingin keluar rumah ia mendengar namanya di sebut.

"Ronald." suara itu terdengar panjang tak terlalu lantang tapi masih bisa di dengar Ronald.

"Ayah, apa kau mendengar ada yang memanggilku?" tanya Ronald pada ayahnya.

"Emm, Ronald mendengarnya ya?" tanya Arnold pada anaknya.

"Emm, iya. Itu terdengar panjang." anak menggemaskan itu mengangguk.

"Hehe, anak ayah sangat manis. Sini ayah cium." kata Arnold menggendong anaknya dan menciumi wajah anaknya itu.

"Aaaaa, ayah hentikan itu sedikit geli." kata Ronald menjauhkan wajah ayahnya.

"Baiklah ayo berangkat." Arnold menggendong anaknya menuju mobil. Menempatkan anaknya di kursi depan.

"Ayah! Tunggu, Alesia masih memakai sepatu!" anak sulung keluarga Alexander teriak dari dalam rumah.

"Huh, dasar! Kakakmu selalu begitu." kata Arnold menyender pada mobil.

"Ayah, aku masih penasaran dengan suara tadi." kata Ronald menengok ke wajah ayahnya.

"Emm, sayang jika mereka bermaksud jahat maka itu tidak baik. Lebih baik kau abaikan saja." kata Arnold pada anak laki-lakinya.

"Tapi, suaranya terdengar kalau mereka kesepian. Apa ayah tahu siapa mereka?" tanya Ronald.

"Entahlah, ayah tak tahu." Kata sang ayah pada anaknya.

"Ayah ayo aku sudah siap." Alesia berlari menuju mobil.

"Baiklah ayo berangkat" Arnold masuk ke dalam mobil dan mengendarainya menjauh dari rumah.

Itu adalah pertama kalinya, kemudian kejadian itu berlanjut, saat di rumah, saat di sekolah, maupun di jalan. Lalu Ronald sadar dan mengerti, para tumbuhanlah yang memanggilnya.

Ronald malah semakin sering berinteraksi dengan para tumbuhan. Malah ia lebih senang bermain bersama pepohonan, tidur di bawah karpet hijau dan di naungi awan hijau yang menghalangi sinar matahari menyilaukan dirinya.

Sampai saat itu, ia mengajak beberapa temannya untuk bermain dengan beberapa pohon di samping rumahnya.

"Teman-teman, lihatlah ia temanku. Kadang aku juga bercerita banyak hal dengannya. Dan ia juga kadang bercerita padaku" kata Ronald memeluk pohon.

"Hah, Ronald kau bercandakan? Mana mungkin pohon ini dapat bicara." kata salah satu temannya.

"Tidak, aku tidak bercanda. Aku serius, lihatlah. Pohon sapa mereka." Ronald melepas pelukan dan melihat ke arah pohon.

"Tidak bisa Ronald." kata pohon tersebut.

"Hah, kenapa tidak bisa?" tanya Ronald dengan ekspresi bingung.

"Hahaha, lihat dia bicara sendiri. Sekarang Ronald jadi aneh." temannya mengejek.

"Iya, ayo lebih baik kita pergi. Jangan bermain dengan dia lagi. Dia sekarang aneh." mereka kemudian pergi meninggalkan Ronald.

"Hei, teman-teman tunggu. Ronald tidak aneh." teriak Ronald pada teman- temannya yang semakin jauh.

"Ronald?"

"Hiks. Pohon, kenapa kau tak menyapa mereka. Mereka pasti percaya jika kau bicara. Huhu." Kini Ronald malah bersedih.

"Bukannya aku tak mau, tapi mereka tidak bisa mendengarku." kata pohon menjelaskan.

"Kenapa?" tanya Ronald dengan mata berkaca-kaca.

"Aku juga tak tahu. Yang jelas hanya Ronald yang bisa."

"Hiks, huuu huwawwwww hhahah." kini Ronald malah menangis sejadi-jadinya.

"Ronald jangan menangis, sudahnya, kan ada aku yang akan jadi temanmu."

"Emm,hiks" tangisan Ronald mulai mereda.

"Ronald? Kenapa anak ibu menangis?" Maria keluar dari rumah menuju tempat anaknya.

"Ro- Ronald kangen ayah." jawab Ronald berbohong ia takut jika ibunya akan seperti teman-temannya tadi.

"Haha, anak ibu sini sama ibu dulu. Nanti kalau ayah pulang main sama ayah." jawab Maria, walaupun tahu anaknya berbohong.

Mereka kemudian masuk ke rumah, dan Ronald malah tidur siang karena kecapean bermain.

Begitulah awalnya Ronald tak di sukai oleh teman-temannya. Hari-harinya di habiskan di alam. Terkadang ia membawa buku fantasi untuk di baca di bawah pohon.

"Pohon, bukankah dia hebat. Dia tak pernah di akui, tapi dia tetap berusaha agar di akui orang lain, dia juga sangat kuat, walau di ejek sana sini."

"Iya dia hebat, maka Ronald juga harus seperti dia. Jangan pernah menangis jika orang lain mengejekmu."

"Emm, kau benar. Aku harus kuat. Ronald harus bisa melawan."

Mulai hari itu, Ronald akan melawan bila di rundung oleh orang lain, dengan bantuan para teman floranya pasti.

Bersambung.......

Terimakasihhh untuk para pembaca, tunggu terus kelanjutannya yah. salam manis dari Author❤️

Arin X Dipa.

Chapter 2

Hari ini Setelah pulang sekolah, Alesia terlihat jengkel. Pasalnya ia mendapat teman sebangku yang aneh. Namanya Thomas Tampson. Anak yang kelewatan ceria, bodoh, banyak tingkah dan sembrono. Ia masuk kamar dan membanting pintu.

"Kakak! Kenapa? Di hukum guru ya? Haha." Ronald datang mengejek kakaknya.

"Aghkk! Kamu pergi sana!" Alesia jengkel.

"Ihh kakak ngusir, yaudah." Ronald pun keluar bermain dengan teman floranya.

"Aghrrkkk, apa sih maunya dia? Mana tadi aku di hukum gara-gara dia lagi, ahh! Terus ngak boleh pindah juga." Alesia melempar bantal pada tembok terus menerus melampiaskan kekesalannya.

"Kak, Kenapa? Kok pulang-pulang langsung marah-marah." Maria berada di depan pintu anak sulungnya.

"Al sebel ibu. Tadi di sekolah ada teman sebangku yang nakal."

"Emm, sekarang Kakak makan dulunya. Ibu tadi masak, adikmu sudah makan."

Krekk.....

Suara pintu terbuka, Alesia mengenakan kaos lengan pendek dan celana pendek. Berjalan ke meja makan. Terlihat di sana beberapa masakan ibunya. Mereka kemudian makan berdua di meja makan.

Di tempat lain.

"Haha lihat itu si gila! Haha dia pasti mau main sama teman pohon kesayangannya. Haha." kata anak dengan surai pirang menghadang jalan.

"Hah! Apa? Mau apa kalian?" kata Ronald mencoba tak takut.

"Wah, si gila mulai berani."anak bersurai kemerahan ikut berbicara.

"Ronald! Lawan saja akan ku bantu." Ronald mendengar pohon di sebelah jalan berkata.

"Hei, aku tak takut dengan kalian. Minggir sana." Ronald melawan.

"Ohh, kamu nantangin kita?" kata anak dengan bintik di mukanya.

"Iya! Kenapa? Takut?" Ronald melihat tak suka.

"Sini maju, aku tak takut." si rambut kemerahan berkata lantang.

Ronald melangkah pelan. Seraya tersenyum membuat tiga anak di depannya bergidik ngeri. Tiba-tiba daun dan ranting mulai berguguran. Berjatuhan menimpa tiga anak nakal itu.

"Hah? A-apa ini? Kenapa ranting dan dedaunan berjatuhan." tiga anak itu mulai kebingungan.

"Hei, apa yang kau lakukan?" anak bersurai merah menunjuk Ronald.

Kini Ronald diam tak berekspresi.

"Hih! Menyeramkan. A-yo pergi."

Mereka lari menjauh, sedangkan Ronald tak berekspresi hilang.

"Huh. Terima kasih ya." Ronald pergi kemudian melambaikan tangan pada temannya itu.

Semua orang melewati harinya masing-masing. Sore pun tiba. Ronald yang asyik bermain harus pulang kerumah. Di tengah jalan ia bertemu dengan ayahnya. Ayahnya mengendarai mobil, ia pulang bekerja. Mobil berhenti dan Ronald pun naik mobil.

Mereka pulang. Sampai di rumah semua sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Alesia sedang sibuk membaca buku, sedangkan Maria sedang menyiapkan air hangat untuk mandi anaknya.

"Kami pulang." pasangan anak dan ayah yang saling menuntun itu memasuki rumah.

"Selamat datang. Oh kalian sudah pulang. Ayo mandi! Airnya sudah siap." Maria menyambut anak dan suaminya itu.

"Baiklah, ayo Ronald kita mandi bersama!" Ajak Arnold pada anaknya.

"Emm." Ronald mengangguk.

"Baiklah, sayang! Tas dan jasmu akan ku bawakan." kata Maria mengambil tas dan kemeja suaminya.

Mereka kini sibuk masing masing. Alesia masih setia di kamar dengan buku-bukunya, dan Maria kini di dapur hendak menyiapkan makan malam. Dan Ronald kini malah bermain air dengan ayahnya.

"Ayah! Lihat ini aku bisa membuat ombak!" Ronald membelah air dengan tangannya.

"Haha, kalau begitu ayah buat hujan!"Arnold menguyur Ronald dengan air.

"Huwaa." Ronald terguyur air senang.

"Baiklah, mandi sudah selesai ayo ganti baju." Kata Arnold melilitkan baju pada pinggangnya dan juga tubuh anaknya.

"Oke!"

Mereka berdua hendak berpakain. Sedangkan Maria masih memasak makan malam. Alesia yang mulai jenuh pun keluar kamar menuju dapur. Terlihat ibunya yang memasak banyak makanan.

"Ibu, bukannya kau masak terlalu banyak?" Alesia mendekati ibunya.

"Emm, karena hari ini usia kandungan ibu sudah empat bulan jadi ibu ingin merayakannya." Maria menjelaskan pada putri sulungnya.

"Wah. Sudah empat bulan ,tidak terasa ya. Selamat ibu!"

"Em, tidak terasa." Maria mengangguk pelan seraya tersenyum.

"Eh, hari ini sepertinya masak banyak." Arnold berada di muka pintu mengendong anak laki-lakinya.

"Iya, kamu ingat berapa usia kandunganku?" Maria bertanya.

"Eh, tunggu hari ini sudah empat bulan bukan. Wah selamat sayang." Arnold menghampiri istrinya, dan mencium pucuk kepalanya dari belakang.

"Hmm, terima kasih."Semburat merah terlihat di pipinya, dengan senyum kecil menghiasi wajah Maria.

"Baiklah Ronald. Ayah akan membantu ibu kau duduk di sini ya." Ronald mendudukkan anaknya di kursi.

"Aku juga ingin membantu!" Ronald mengangkat tangannya.

"Kau bantu menghabiskan makanan ya." kini Maria yang angkat suara.

"Iya, kau tak akan membantu tapi merusuh!" Alesia juga ikut mengngkat suara.

"Ummm, pokoknya aku akan membantu! Aku bisa membawa piring kr meja makan." Ronald keras kepala, ia kini turun dari kursi dab menuju rak piring.

"Hei, hati-hati sini ku bantu! Kau ini malah merepotkan." Alesia turun tangan, mrnghadapi kelakuan adiknya yang keras kepala.

"Hehe, kalau begitu tolong ya anak-anak." Arnold tersenyum melihat kelakuan anaknya.

Mereka kini bergotong royong menyiapkan makanan. Alesia dan Ronald menyiapkan alat makan. Sedangkan Arnold dan Maria menyajikan makanan. Meja itu mulai penuh. Maria memang memasak banyak, ada ayam dan pasta juga sayur juga beberapa lainnya.

Keluarga itu sudah menempatkan dirinya pada kursi masing-masing. Maria masih mengambilkan nasi untuk suami dan anak-anaknya.

"Selamat makan." Arnold memulai makan malam di ikuti istri dan anaknya.

Makan malam sangat menyenangkan. Disertai obrolan yang seru, untuk beberapa waktu mereka tertawa. Sungguh keluarga yang harmonis.

Selesai makan Maria dan Alesia memebersihkan piring, sedangkan Arnold membawa Ronald ke kamar untuk tidur. Ronald cepat tertidur di atas kasur, di tutupi selimut dan memeluk guling kesayangannya. Arnoldpun beranjak keluar dari kamar. Dan kini di dapur terasa aura penasaran dari Alesia.

"Ibu." Alesia memberanikan diri bicara.

"Iya sayang?" Maria menanggapi.

"Apakah ibu tahu tentang keanehan Ronald?" Alesia bertanya.

Bersambung......

Chapter 3

Hey hey hey, terimakasih atas dukungan para Readers buat author yahh❤️

.............

"Apa maksudmu?" Maria sedikit bingung.

"Maksudku tentang Ronald yang berbicara dengan tumbuhan." Alesia mengungkapkan semua.

"Kau memang pintar Alesia." belum sempat Maria membalas, Arnold sudah mengangkat suara, ia berdiri di muka pintu.

"Jadi benarkan?" Alesia menghentikan kegiatannya mencuci piring.

"Baiklah, sepertinya itu benar." Arnold melipat tangannya di dada dan menyender pada kusen pintu.

"Alasannya?" Alesia bertanya.

"Ayah tak tahu." kini ayah dan putrinya saling bertatapan.

"Mungkin itu hanya imajinasi anak- anak." kini Maria menengahi.

"Ibu, Bagaimana mungkin imajinasi anak-anak seperti ini? Dia berbicara dengan pohon di samping rumah setiap hari, bahkan tak pernah ku lihat ia bermain dengan teman-temannya. Lagi pula ini sudah terjadi sangat lama. " Alesia beragumen.

"Hah, anakku satu ini tak bisa di bohongi." Arnold menghela napas panjang.

"Sayang!" Maria berisyarat untuk Arnold tetap bungkam.

"Sudahlah sayang, Alesia adalah putri kita yang pandai. Ia tak bisa di bohongi." Arnold hendak pasrah.

"Jadi?" Alesia masih menagih penjelasan.

"Alasannya adalah karena kekuatan Fantasi." Arnold mulai menjelaskan.

"Baik, lanjutkan!" Alesia tak bingung, ataupun kaget. Ia masih meminta kelanjutan atas penjelasan ayahnya.

"Kekuatan ini berasal dari dunia Fantasi. Tempat dimana ayah dan ibumu di lahirkan."

"Sa-sayang."

"Ibu! Aku masih ingin mendengarnya."

"Dulu ayah dan ibu hidup dengan bahagia di kerajaan Pillar Immortal. Tapi saat kedatangan pasukan imperialist, kerajaan yang ayah huni hancur dan ayah kabur ke dunia ini."

"Jadi? Apakah semua orang di dunia itu punya kekuatan aneh ini? Lalu apa alasan pasukan imperalist itu?" Alesia kembali menginterogasi.

"Benar, mereka semua punya kekuatan Fantasi. Dan alasan pasukan imperalist untuk merebut kekuatan Fantasi."

"Lalu, apa peran ayah di dunia itu?"

"Ayah penduduk biasa begitu pula ibu."

"Haha, jadi dari tadi aku mendengar cerita dari salah satu buku milik Ronald? Ayah kau tak jujur. Walaupun aku bukan wanita dewasa tapi otakku lebih hebat dari ibuku sendiri. Bukannya aku durhaka tetapi aku bahkan tak tahu asal usul orang tuaku. Bukankah itu akan menjadi kisah novel yang bagus jika di terbitkan?"

"Kenapa kau pikir ayah berbohong?"

"Pertama, jika memang semua orang di kerajaan apalah itu punya kekuatan bukankah seharusnya mereka menyerang balik? Kedua jika mereka hendak merebut kekuatan bagaimana caranya? Ayah masih belum menjelaskan. Ketiga Apa kekuatan ayah dan ibu?. Ayah aku tahu kebiasaan mu, jika kau berbohong kau tak kan menjelaskan semuanya."

"Hah! Baiklah ayah jawab, pertama mereka membuat perjanjian dengan Dewa Roh, setahu ayah mereka adalah leluhur mereka, jadi mereka punya kekuatan sementara untuk melawan kerajaan ayah. Yang kedua Dewa Roh yang memberi tahu mereka ayah tak tahu. Yang jelas mereka selalu menjunjung Dewa Roh itu. Dan yang ketiga kekuatan Ayah adalah membuka portal dimensi dan ibumu melihat roh. Apa kau puas."

"Kerajaan itu milik ayah? Ayah bilang mereka punya kekuatan sementara untuk melawan kerajaan ayah. Jadi ayah berbohong kan."

"Ck, kenapa kau pintar sekali?"

"Hmm, sekarang aku paham. Ayah seorang raja?"

"Ayah hanya anak dari raja."

"Hmm, aku sudah mengantuk dan sekarang ingin tidur. Dan terima kasih telah menjelaskan." Alesia meninggalkan Orang tuanya di dapur.

"Sa-sayang?"

"Tenanglah Maria. Ayo kita istirahat!"

"Emm"

Arnold beranjak pergi dari dapur. Menuntun istrinya yang masih syok. Sedangkan Alesia berada di kamar dengan pemikirannya.

"Ayah anak raja? Ia tak bilang ia pangeran? Apa ayah anak yang tak di harapkan? Tapi kenapa dia bilang kerajaan itu miliknya? Dan ceritanya itu sedikit tidak masuk akal. Seperti kejadian Ronald berbicara dengan pohon. Kemungkinan lainnya Ronald gila. Tapi jika di lihat dari kesehariannya ia normal. Hah, sudahlah lebih baik aku tidur."

Hari berganti, burung-burung bercicit di atas dahan pohon. Embun-embun masih menempel pada daun dan sinar matahari tampak semburat melewati fentilasi di rumah keluarga Alexander.

Maria sedang sibuk dengan masakan, sedangkan suaminya sedang mandi. Anak-anaknya masih terlelap dalam mimpi.

"Hmm, wanginya masakan istriku." Arnold datang dari arah kamar mandi dengan lilitan handuk di pinggang.

"Kamu berpakaian dulu sana! Terus bangunin anak-anak." Maria mengomando suaminya.

"Emm." Arnold mengangguk kemudian pergi dari dapur.

Selesai berpakaian Arnold membangunkan kedua anaknya. Menuju kamar Alesia dan mengetuk pintu kamarnya. Lalu Alesia keluar kamar dengan kondisi sudah rapi berseragam. Kemudian Arnold menuju kamar Ronald, membuka pintu dengan gantungan nama Ronald di depan pintu. Ronald masih terlelap dengan mimpinya. Arnold melihat gemas akan anaknya yang tertidur.

"Ronald, Ronald ayo bangun, kamu harus sekolah hari ini."

"Hoamm, emmmm ayah? Hah aaa." Ronald membuka mata, masih mengumpulkan kesadaran.

"Ayo bangun! Mandi lalu sarapan." Arnold mengangkat anaknya dari kasur dan menggendongnya di depan.

"Emm, hoamm." Ronald kembali menguap.

"Masih mengantuk?" Arnold bertanya pada anaknya.

"Em." Ronald mengangguk.

"Nah, Jika mandi pasti ngantuknya hilang. Ayo!"

Mereka menuju kamar mandi. Arnold memandikan anaknya dengan air hangat. Sedangkan di dapur Maria dan Alesia tak ada percakapan. Maria hanya sibuk memasak dan Alesia duduk di kursi memandangi meja makan yang masih kosong.

Ronald selesai mandi. Arnold melilitkan handuk di tubuh Ronald. Arnold menggendong anaknya ke kamar hendak memakaikan pakaian pada anaknya itu. Rapi mengenakan seragam Ronald keluar dari kamar dengan segarnya. Kantuk itu menghilang. Ronald sedikit berlari kedapur.

"Selamat pagi semuanya!" Ronald ceria seperti biasa.

"Selamat pagi!" semua menjawab.

"Hari ini makan apa?" Ronald terlihat bersemangat duduk di atas kursi kemudian bertanya.

"Nasi goreng sayang." Maria menjawab dan membawa nasi goreng ke meja makan.

"Emm, wah enak." Ronald mencomot nasi goreng.

"Sayang! Jangan begitu makan di piring ah."

"Maaf bu, nasi gorengnya kelihatan enak, jadi Ronald mau cicipi." Ronald beralasan.

" Baik, ayo sarapan. Setelah itu kita berangkat sekolah!" kata Arnold.

Mereka saparan bersama, saat sarapan hampir selesai ada seseorang yang mengetuk pintu. Ronald berinisiatif untuk membukakan pintu di ikuti kakaknya. Dengan susah payah Ronald membuka pintu karena faktor tinggi, karena kasihan Alesia membantu adiknya. Lelaki tinggi dengan mata yang cantik berkilauan terlihat di depan pintu. Kulitnya putih dan bersih. Terlihat ramah, kalian ingat Thomas Tampson. Itulah dia.

"Pagi Al!" Thomas tersenyum ramah.

"Ha?... Haaahh? A-apa yang kau lakukan di sini?" Alesia kaget, pasalnya teman sebangkunya datang ke rumahnya di pagi hari.

"Untuk menjemputmu Al." Thomas tetap tersenyum.

"Tak perlu Oke, dan lagi kau tahu dari mana alamat rumahku? Bertanya pada Pak Sam?"

"Seratus untuk Al, hehe." Thomas bertepuk tangan.

"Ya tuhan. Kenapa orang aneh ini bisa berada di sekitarku? Kau pergi saja, aku berangkat dengan ayahku." Alesia mengusir Thomas.

Bersambung......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!