Warna-warna lampu yang bergantian sangat cepat, suara lagu yang sangat kencang, itu lah suasana Laura sekarang. Ini kedua kalinya dia ikut Claretta ke salah satu club ternama di Jakarta. Ketiganya duduk disalah satu sofa, dan menikmati beberapa botol minuman keras.
"Gila lo, minum udah berapa banyak?" heran Nadine melihat Claretta yang tidak berhenti minum.
"Gapapa. Kan gak sering," jawab Claretta setelah meneguk minuman ditangannya.
Laura hanya merhatikan sekitar. Dia berharap akan bertemu seorang cowo. Sebandel-bandelnya Laura, dia tidak berani untuk minum minuman keras sebanyak yang Claretta minum. Paling sekalinya Laura minum, hanya satu atau dua teguk saja.
"Ra, lo ga nyari cowo? Banyak tuh yang cakep," ucap Claretta yang sudah sedikit mabuk.
Laura menggelengkan kepalanya. "Gak ada yang srek."
Nadine terkekeh. "Tipe lo kayak gimana sih? Jadi penasaran nih gue. Kayaknya dari kemarin gak ada yang cocok. Lo udah ganti hampir tujuh kali loh dalam sebulan ini."
"Gatau. Ngerasa gak nemu yang gue cari. Belom ada yang bisa bikin gue nyaman, Nad."
"Itu tuh, ada yang ganteng," gumam Claretta sambil memegang kepalanya yang terasa pusing.
"Hah?!" teriak Laura yang tidak mendengar ucapan Claretta.
"Itu, ganteng." Claretta masih saja berbicara dengan suara yang kecil. Mana bisa kedengaran. Suara lagu disana kan kencang banget.
"Lo ngomong apaan sih?!" Nadine pun ikut kesal.
Claretta menunjuk seorang cowo. Ketika Laura dan Nadine menoleh, disana ada seseorang sedang bersandar di meja bar dan menoleh ke arah mereka.
"Lo mah, dongo! Ngapain nunjuk segala sih! Malu tau. Malah dia juga liat kesini," dumel Nadine dengan wajah betenya. Claretta sangat memalukan kalau sudah mabuk seperti ini.
Mata Laura masih terkunci pada sosok cowo itu. Sama seperti yang Laura lakukan, cowo diseberang sana juga terus menatap mata Laura.
"Woi! Kesambet lo!" Nadine melambaikan tangannya tepat didepan wajah Laura.
"Mending kita bawa Retta pulang. Dari pada nanti makin ngerepotin." Laura berdiri menghampiri Claretta, lalu meraih tangannya dan menaruh ke atas leher Laura. Nadine pun mengikuti apa yang Laura lakukan.
Dengan susah payah, Laura dan Nadine membawa Claretta keluar dari club. Sebelumnya, Laura menatap kembali ke arah cowo tadi. Cowo itu melambaikan pelan tangannya dengan senyumnya, yang membuat Laura ikut tersenyum kepadanya.
*
"Abis dari mana lo?" tanya Olin yang melihat kepulangan Laura. Waktu menunjukkan pukul 22:31, dan Laura baru saja pulang.
"Bukan urusan lo." Laura melanjutkan langkahnya. Tidak menoleh ke arah Olin sama sekali.
Olin melempar kunci mobil milik Laura dengan begitu saja. Kuncinya jatuh tepat disamping kaki Laura, yang membuat Laura harus menghentikan langkahnya.
"Gak bisa kasih baik-baik emang?" tanya Laura dengan nada seperti orang yang sedang menahan amarahnya. Sebenarnya, iya. Laura sedang menahan amarahnya. Siapa sih yang gak marah kalau diperlakukan seperti itu?
Olin terkekeh. "Mau banget gue perlakuin baik-baik?"
Laura menghela nafasnya, lalu menundukkan tubuhnya, meraih kunci mobilnya. Setelah itu, dia berjalan menuju kamarnya.
Sampai di ruangan bernuansa hitam-putih, Laura membaringkan tubuhnya diatas kasur. Dia memejamkan matanya sejenak.
"Sampe kapan gue biarin dia injek-injek harga diri gue terus? Harusnya gue marah aja tadi."
*
Gedung bernuansa hijau sudah terlihat ramai. Murid-murid berlari kecil karena bel sudah berbunyi. Salah satu dari murid itu adalah Laura. Dia kesiangan, karena semalam tidak bisa tidur.
Tok tok
"Misi." Laura membuka gagang pintu kelasnya, dan melangkah masuk. Disana sudah ada bu Ani yang duduk di kursi guru.
"Maaf bu saya-"
"Kamu bikin masalah mulu yaa!!" teriak bu Ani membuat Laura memejamkan sebelah matanya.
"Ya maaf, bu. Saya kesiangan," jawab Laura membela dirinya.
"Kamu harus saya hukum. Sini ikut saya." Bu Ani berjalan keluar kelas. Dengan pasrah, Laura mengikuti guru yang terkenal bawel itu.
Laura menoleh kesana-sini ketika melihat ruangan yang penuh dengan buku. Dia jarang sekali kesini. Perpustakaan bukan lah tempat yang dia sukai.
"Ngapain ke sini bu?" tanya Laura yang masih sibuk melihat sudut-sudut perpustakaan.
Bu Ani mengarahkan Laura ke arah buku-buku yang berantakan di lantai. "Beresin ini. Rapiin, sesuai jenis bukunya. Itu sebagai hukuman kamu."
"Ih.. gamau." Laura berusaha menolak hukuman itu. Seperti tidak ada hukuman lain saja. Dia mana bisa ngebedain jenis buku.
"Lauraa..." teriak bu Ani tepat disamping telinga Laura.
"Iya iya. Ibu ke kelas aja gih, nanti saya beresin," kata Laura sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sudah malas mendengarkan ocehan bu Ani.
"Yauda. Awas ya kamu kalo kabur dari hukuman!" Bu Ani pun pergi meninggalkan Laura.
Setelah memastikan bu Ani pergi, Laura pun melangkahkan kakinya ke salah satu kursi dipaling ujung. Dia duduk disana sambil melihat pemandangan dari kaca yang menuju ke jalanan bawah.
"Woi," teriak seseorang membuat Laura menoleh ke asal suara.
"Dihukum ya lo?" Lanjut Nathan dengan tawa kecilnya.
Laura memutar bola matanya malas. "Ngapain lo ke sini? Sono, balik ke kelas!"
"Galak banget, et dah. Mau dibantu gak?" Nathan melangkahkan kakinya mendekat ke arah Laura. Dia juga ikut memandangi jalanan dibawah.
"Gak usah."
Nathan menggeser tubuhnya ke arah Laura. Dia menatap wajah Laura yang terlihat natural. Awalnya, Nathan kira kalau Laura adalah salah satu cewe yang cantik karena make up. Tapi, ternyata dia salah. Laura cantik tanpa make up.
"Kok lo cantik sih?" Iseng Nathan yang masih setia menatap wajah Laura.
Laura pun akhirnya ikut menoleh ke arah Nathan. Dia menyipitkan sedikit matanya. "Apa sih lo?! Lagi gombal? Ga mempan!"
Dengan cepat, Nathan menggelengkan kepalanya. "Enggak. Gue serius."
"Basi!"
Laura meninggalkan Nathan begitu saja. Dia memilih untuk balik ke kelasnya, melupakan hukuman yang harus diselesaikan.
Untung saja bu Ani sudah keluar dari kelas XII-Ips 2. Kalau tidak, Laura sudah diocehin lagi.
"Udah kelar hukumannya?" tanya Nadine dengan tawanya.
Kaila dan Claretta pun ikut tertawa. Mereka heran. Kenapa Laura tidak pernah cape untuk berurusan dengan bu Ani?
"Belom. Ngapain juga gue kerjain," dumel Laura sambil duduk di kursinya.
Claretta memiringkan tubuhnya ke arah Laura. "Ra, gue punya temen yang jomlo nih. Mau gak gue kenalin?"
Nadine dan Kaila menoleh ke belakang, tempat duduk Laura dan Claretta.
"Boleh. Pulang sekolah ya?" Laura mengembangkan senyumnya.
"Ra, lo serius? Baru juga putus," heran Kaila sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Tau nih. Gonta-ganti mulu," sambung Nadine yang tidak kalah heran.
Laura tersenyum lebar seperti tidak punya dosa. Sampai detik ini, dia belum menemukan orang yang cocok dengannya. Selalu ada konflik yang membuat Laura merasa tidak nyaman.
*
Mata Laura sangat sulit untuk terbuka lebar. Pelajaran pkn adalah salah satu pelajaran yang dibencinya. Tidak pernah tidak ngantuk kalau proses pembelajaran pkn.
Laura menopang kepalanya dengan kedua tangannya. Dengan penuh perjuangan, dia menahan ngantuknya. Tapi.. saat ini sudah diujung usahanya. Sudah tidak bisa ditahan. Laura tertidur saat itu juga.
"Lauraa!!" teriak pak Budi membuat seisi kelas menoleh ke arah Laura.
Dengan rasa malas, Laura menegakkan tubuhnya. Matanya masih sayup.
"Kebiasaan ya kamu! Sini kamu!" suruh pak Budi sambil berkacak pinggang.
"Ra, Ra, ada-ada aja lo mah," ucap Claretta sambil menggelengkan kepalanya.
Laura berjalan gontai menuju pak Budi. Seluruh pandangan terarah kepada Laura. Sudah tidak heran melihat Laura yang diomeli guru-guru.
"Berdiri kamu disini. Tarik telinga kamu!"
Kedua tangan Laura menarik telinganya sendiri. Dia berdiri didepan kelas, menjadi sorotan.
Mata Laura mengarah kepada Nathan. Cowo itu tersenyum tipis membuat Laura merasa sebal.
Nih cewe bandel uga ya. Tadi bu Ani, sekarang pak Budi.
Makasih buat yang sudah membaca.
Ditunggu episode selanjutnya.
Like dan komen ya😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Nelly Susy
semangat
2020-09-18
1