Dengan rasa malas, Laura melangkahkan kakinya menuju ujung aula untuk mengambil sapu. Nathan masih diam di tempat. Tidak menyangka kalau Laura mau ikut ngeberesin aula.
"Nih," ucap Laura sambil memberikan sapu kepada Nathan.
"Apaan?"
"Nyapu lah. Ya kali gue suruh lo ngepel. Ini kan sapu. Gak bisa liat?" gerutu Laura sambil menyodorkan sapu kepada cowo dihadapannya.
Nathan tertawa kecil. Rasanya sangat menggemaskan kalau melihat Laura sedang marah-marah. Hari ini, Laura sudah dua kali memarahinya.
"Iya, bawel." Nathan meraih sapu itu, lalu mulai menyapu dari ujung aula.
Melihat Nathan yang nurut kepadanya, membuat Laura sedikit heran. Lebih heran lagi, Nathan membiarkan dia duduk diam. Nathan tidak menyuruhnya untuk ikut membersihkan ruangan ini.
Laura berdiri dari tempat duduknya. Berniat untuk membantu Nathan. Dia memberesi bangku-bangku yang berantakan disana.
"Awhh," rintih Laura. Tangannya terbeset paku yang terdapat di tembok. Menandakan sebuah luka ditangannya.
"Kenapa lo?" panik Nathan. Dia berlari menuju Laura dengan secepat mungkin.
Laura masih fokus kepada darah yang mengalir ditangannya.
"Sini." Nathan meraih tangan Laura, dia mengelap aliran darah itu menggunakan tangannya.
"Awhh, perih," teriak Laura sambil memukul kencang lengan Nathan.
Untung saja tadi Nathan tidak menaruh tasnya, seperti yang Laura lakukan sebelum keluar kelas. Didalam tas Nathan, ada hansaplast yang selalu dibawanya. Dengan cepat, Nathan berlari mengambil benda itu.
Nathan menarik pelan tangan Laura menuju kamar mandi. Dia membersihkan luka Laura dengan air. Laura menoleh ke arah Nathan. Kenapa Nathan begitu panik?
"Panik amat lo," ucap Laura sambil menaikkan alis sebelahnya.
Nathan tidak menghiraukan perkataan Laura. Dia masih fokus membersihkan luka ditangan cewe itu. Setelahnya, dia memakaikan hansaplast yang diambil dari tasnya ke luka tangan Laura.
Mata keduanya terkunci. Saling membalas tatapan. Entah kenapa, jantung Laura berdetak lebih kencang dari biasanya. Kok gue jadi deg-degan sih. Kayaknya rusak nih jantung - batin Laura.
"Hmm," deham Laura membuat Nathan tersadar dari lamunannya.
"Lo duduk aja. Gue yang beresin. Bentar lagi kelar," kata Nathan. Setelah itu dia berjalan meninggalkan Laura.
Hampir 1 jam berlalu, akhirnya hukuman mereka sudah selesai. Mereka berjalan balik menuju kelas.
Tok tok
"Misi."
Bu Ani berdiri dari kursi tempat duduknya. Dia menoleh ke arah pintu.
"Hukumannya udah kelar, bu," ucap Laura yang berdiri didepan kelas bersama dengan Nathan.
"Yauda. Kalian duduk," suruh bu Ani sambil menunjuk ke arah bangku mereka.
"Tadi mah lo lamain aja tau. Bolos pelajaran," bisik Claretta kepada Laura yang baru saja duduk di kursinya.
Laura terkekeh. "Iya juga ya. Balik lagi kali ya, bilang 'ternyata belom kelar, bu' gitu."
"****." Claretta tertawa mendengar kebodohan temannya.
*
Kring kring
Murid-murid berhamburan. Ada yang ke kantin, ke perpustakaan, ke roof top, ke UKS.
Laura dan tiga temannya berjalan menuju kantin. Cacing-cacing diperutnya sudah minta makan.
"Pesenin gue dong. Kayak biasa," ujar Laura kepada Nadine dan Kaila. Sudah biasa, Laura selalu menitip karena dia malas ngantri.
"Iya."
Tanpa disadari, posisi duduk Laura berbelakangan dengan Nathan. Begitu sebaliknya, Nathan juga tidak menyadari itu.
"Ra, kemarin gimana jalan sama Adriel?" tanya Claretta.
Mendengar ada nama 'Ra', Nathan menoleh kebelakang. Dia melihat Laura yang sedang membelakanginya. Terlihat diwajah Nathan ada senyum tipis, yang nyaris tidak terlihat.
"Mayan lah. Baik kok dia. By the way, kenapa gak lo deketin dia aja? Kenapa malah kenalin ke gue?
"Berbagi itu indah, Ra," ucap Claretta sambil memegang kedua pipinya lalu memejamkan kedua matanya.
Laura mendorong pelan kepala milik Claretta. "Najis, lo!"
Waktu menunjukkan pukul 14:59, 1 menit lagi proses pembelajaran selesai. Tapi, diluar hujan sangat deras. Laura berniat untuk ke Starbucks terlebih dahulu.
Udara yang sejuk membuat Laura mengembangkan senyumnya. Laura sangat menyukai hujan.
"Ara," panggil seseorang membuat Laura menoleh ke belakang.
"Lo bawa mobil kan?" tanya Nathan yang masih berjalan mendekat ke arah Laura.
Laura menganggukkan kepalanya pelan. Pasti Nathan ada maunya nih. Ribet deh, ribet.
"Bareng dong. Gue ga dijemput. Ujan pula. Ga kasihan?" Nathan memberikan wajah memohonnya. Sangat menggemaskan.
"Gak!" ketus Laura. Dia melanjutkan langkahnya ke parkiran.
Dengan cepat, Nathan menghalangi Laura. Tangannya melebar ke kanan-kiri, membuat Laura sulit untuk melewatinya.
"Misi," ujar Laura tanpa menoleh ke arah Nathan yang lebih tinggi darinya.
Melihat kunci mobil ditangan Laura, Nathan langsung mengambilnya dengan cepat. Sontak, Laura memperlihatkan wajah betenya.
"Balikin!" teriak Laura membuat beberapa murid disana menoleh ke arah mereka.
"Gamau," ledek Nathan sambil memeletkan lidahnya.
Entah kenapa, cara Nathan untuk mencari perhatian Laura sangat berbeda dengan cowo-cowo lainnya. Sangat berbeda.
"Cepet lah! Gue mau balik," dumel Laura sambil mencoba meraih kunci mobil yang berada ditangan Nathan.
Cowo itu malah mengangkat tangannya, membuat Laura semakin sulit meraihnya. Nathan terkekeh melihat Laura. Lucu - batin Nathan.
"Mau? Tapi, gue bareng lo ya," kata Nathan sambil memajukan sedikit kepalanya ke arah Laura.
Dengan pasrah, Laura mengiyakannya. "Ya. Tapi, gue mau ke Starbucks dulu. Gapapa?"
"Gapapa banget. Bagus malah, kita jadi jalan-jalan dulu," respon Nathan dengan semangat. Dia mengembalikan kunci mobil Laura, lalu mengikuti langkah Laura.
Langkah keduanya terhenti. Hujan semakin deras. Bagaimana caranya untuk berjalan menuju mobil?
"Ra, lo tunggu sini."
Laura hanya diam, melihat Nathan yang berjalan meninggalkannya. Tidak lama kemudian, Nathan menghampirinya dengan tangan membawa daun pisang. Daun pisang? Gak salah?
"Lo ngapain bawa daun pisang? Buat apaan coba?" heran Laura yang salah fokus dengan benda yang ada ditangan Nathan.
"Biar gak kena hujan," jawab Nathan. Lalu dia melebarkan daun pisang itu ke atas kepalanya dan kepala Laura. Jarak mereka sangat dekat. Lagi-lagi, Laura merasakan jantungnya yang berdetak lebih cepat.
"Ayu, jalan," ucap Nathan sambil menoleh ke arah Laura.
Mereka berdua pun berjalan masuk ke mobil Laura. Daun pisangnya dibuang begitu saja oleh Nathan.
Nathan mengambil tissue dari tasnya. "Nih, lap yang kena hujan."
Laura masih terdiam. Dia bingung dengan kelakuan Nathan dari pagi tadi. Aneh aja gitu. Perhatian?
"Nih, lap yang kena hujan," ulang Nathan membuat Laura terpaksa mengambil tissue itu.
"Kok tas lu lengkap sih? Hansaplast ada, tissue ada?" bingung Laura. Jujur saya, sebagai cewe, Laura tidak selengkap itu.
Nathan tersenyum sebentar, lalu dia berkata, "gatau, orang tua gue terlalu ribet. Katanya, buat jaga-jaga. Takut ini lah itu lah."
Care banget ya orang tua dia - batin Laura.
"Terus, daun pisang tadi dari mana? Dari tas lo juga?" tanya Laura dengan tawa kecilnya.
"Oh. Itu mah gue nyolong. Kan deket kantor guru ada pohon pisang," jawab Nathan sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal.
Laura terkekeh. Lalu dia mengendarai mobilnya menuju Starbucks.
Nathan melirik ke arah Laura. Dia bingung ingin memesan apa. Nathan tidak suka kopi. Bahkan tidak pernah minum kopi.
"Kayak biasa ya, mas. Caramel frappuccino satu," pesan Laura kepada pelayan disana.
Laura menoleh ke arah Nathan. Terlihat kalau Nathan sedang bingung. "Lo mau apa?"
"Gue gatau. Gak pernah minum kopi," bisik Nathan kepada Laura.
"Serius? Lo gak pernah minum kopi?"
"Shh.. jangan kenceng-kenceng ngomongnya."
Laura terkekeh. Mana mungkin cowo seperti Nathan tidak pernah minum kopi. Malah biasanya cowo seperti dia pasti suka kopi.
"Cobain. Samain kayak punya gue aja ya? Pasti suka deh, percaya."
Nathan menganggukkan kepalanya. Lalu dia mengambil dompet dari saku celananya. "Gue yang bayar, Ra."
"Gak usah. Gue aja."
"Nih, mas," ucap Nathan sambil memberikan dua lebar kertas berwarna pink kepada pelayan.
Keduanya duduk menikmati minuman yang mereka beli. Nathan dari tadi tidak melepaskan pandangannya dari Laura.
"Kok lo tiba-tiba baik? Kayaknya kemarin marah mulu sama gue. Tadi juga marah, dua kali loh," heran Nathan sambil menyeruput minumannya.
Laura bingung ingin merespon apa. Dia juga bingung kenapa mendadak baik sama Nathan. Padahal tadi pagi masih bisa marah sama cowo itu.
Gimana nih? Suka gak? Semoga suka ya.
Tungguin next episodenya.
Dilike sama komen juga ya💓
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Nelly Susy
lanjut
2020-09-18
1