GADIS MALAM
Di sebuah rumah rumah besar nan luas atau tepatnya pada sebuah kamar yang terkesan elegan dan mewah, terlihat seorang gadis remaja yang berusia sekitar 17 tahun, tengah tidur pulas di kasur empuk tanpa selimut yang menutupi tubuhnya memperlihatkan tubuh cantiknya yang masih terbalut seragam SMA miliknya.
Dia adalah Kara Adelia Pramatasya, merupakan seorang gadis cantik yang telah duduk di bangku SMA kelas XII IPS dengan IQ di atas rata-rata, ia tinggal dengan kehidupan yang lebih dari cukup.
Papanya adalah Birma Pramando seorang manager di perusahaan elektronik ternama milik seorang pengusaha yang sangat sukses di kota tersebut yakni Gian Hermawan Wijaya sedangkan Mamanya adalah Galis Medelia Tasya seorang artis termana saat itu, Kara juga mempunyai seorang kakak laki-laki Ferdi Diksi Pratama yang kuliah di sebuah universitas jurusan ekonomi. Jadi, tak heran dengan karier Papa-mamanya membuat kehidupan keluarga Kara lebih dari kata cukup.
Prangkk….. tiba-tiba terdengar sebuah suara sangat keras yang datang dari dapur cukup membuat Kara gadis tersebut terbangun dari tidur nyenyaknnya. Dia duduk terdiam di atas kasurnya untuk mengembalikan kesadarannya tanpa memperdulikan suara keras tersebut karena ia tahu suara itu pasti barang-barang pecah akibat Papa-mamanya, maklum ia tinggal di tengah-tengah keluarga Broken Home.
Prangkk… suara tersebut terdengar lagi kini disertai makian serta umpatan pedas dari kedua orang tuanya yang saling beradu mulut.
"Sudah ku bilang berapa kali jangan pergi malam!" teriak pak Birma berang.
"Aku tuh… sibuk tahu, perginya aku juga tuntutan pekerjaan dan popularitas," sahut Bu Galis juga berang.
"Aku gak peduli itu, pokoknya kamu gak boleh pergi!" ucap pak Birma makin berang.
"Heyy… Pah, kamu gak bisa bertindak begini sama aku! aku tidak bisa," ucap Bu Galis hampir menangis.
Kara tetap terdiam di kamarnya mendengarkan suara-suara keras tersebut tanpa berniat memperdulikannya. Kemudian ia menatap jam tangan digital yang masih melingkar di lengannya di sana telah menunjukkan pukul 20:46 masih belum terlalu malam jika ingin berpergian. Maka, dengan santai ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya karena ia ingin menenangkan dirinya sebentar di luar sana.
Selesai berpakaian Kara turun dari kamarnya menuju dapur untuk minum karena entah kenapa ia sangat haus sekali malam ini walaupun sebenernya ia baru saja mandi dan udara malam cukup dingin.
Di dapur pemandangan buruk tersaji di hadapannya yakni, berupa pecahan-pecahan beling dari alat-alat makan berserakan di lantai dan benda-benda dapur lainnya yang juga dalam keadaan rusak. Ya… begitulah kedua orangtuanya jika sedang berantem selalu benda-benda sekitarnya yang menjadi pelampiasan mereka.
Pemandangan tersebut telah biasa ia lihat dan tanpa sedikitpun terlihat rasa kepedulian pada dirinya walaupun sebenarnya hatinya sangat panas, sedih, perih dan benci sekali atas semua kejadian tersebut.
"Non Kara, ayok makan!" ajak Bik Sasa seraya berdiri dari kesibukannya membereskan beling-beling tersebut dengan di bantu oleh Bik Ella.
"Tidak, aku masih kenyang!" tolak Kara seraya membuka kulkas.
"Tapi, makanannya telah siap Non, sayang kalau nanti dingin!" ucap Bik Sasa lagi halus.
"Biar, aku masih kenyang!" sahut Kara tetap datar.
"Emmm… lalu kapan enon makan?" tanya Bik Sasa dengan wajah cemas.
"Nanti," jawab Kara seraya beranjak meninggalkan tempat tersebut setelah mengambil sebotol minuman dingin.
"Mau kemana kamu?" tanya Ferdi yang kebetulan menuju dapur dan berpasan dengan kara.
"Tidak ada!" sahut Kara datar.
"Lalu kenapa memakai pakaian seperti itu?" tanya Ferdi lagi seraya menatap Kara penuh selidik.
Malam itu kara memakai jeans hitam dengan beberapa bagian sobek-sobek di depannya dan switer hitam serta topi hitam yang melekat di kepalanya cukup mengundang tanda tanya untuk Ferdi yang sangat tak biasa melihatnya maklum, Ferdi sangat jarang sekali bertemu kara karena kesibukannya di luar.
"Aku hanya menginginkannya," jawab Kara datar.
"Mama-papa berantem lagi?" tanya Ferdi serius.
"Seperti yang kamu lihat nanti," jawab Kara datar.
"Ehh… tunggu, kamu jangan pergi kemana-mana nanti Papa akan semakin marah!" ucap Ferdi memperingatkan.
Kara tak bersuara hanya anggukan kecilnya sebagai jawaban tanpa menghentikan sedikitpun langkahnya. Dia terus berjalan keluar dari rumahnya tak peduli pesan dari kakaknya ataupun resiko yang akan di hadapinya apabila orangtuanya mengetahui perbuatanya. Ia berhasil keluar dari rumahnya dengan sangat mudah sekali karena hal ini sudah sangat sering di lakuakannya dan beruntung sampai saat ini belum sama sekali ketahuan.
Malam ini Kara memutuskan untuk pergi ke Bar untuk menghilangkan semua masaah dan kejenuhannya di rumah. Setibanya di sana yang merupakan sebuah bar terbesar di kota tersebut dan telah menjadi tempat biasa didatanginya walau hanya sekedar meneguk sebotol wine atau meminum segelas Vodka.
"Malam, Ra!" sapa Dinda manis seraya duduk di hadapan Kara yang tengah menunduk dengan memegang erat gelas wine miliknya.
Dinda adalah seorang gadis malam seksi berusia sekitar 21 tahun yang bekerja di bar tersebut, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta biaya kuliahnya yang notabene serba kekurangan maklum, ia terlahir dari keluarga yang tak mampu dan tinggal di pinggiran kota.
Dinda merupakan teman dekat Kara yang selalu ada dan menghiburnya apabila Kara datang ke bar tersebut dengan wajah suntuk sama seperti sekarang.
"Malam, Kak!" sahut Kara datar.
"Kamu kenapa lagi?" tanya Dinda perhatian.
"Mama-papa kamu berantem lagi!" tambah Dinda dengan lembut.
Kara mengangkat kepalanya lalu tersenyum kecut.
"Sudahlah, maklum saja dalam keluarga memang seperti itu," ucap Dinda menghibur.
"Sudah, berhenti minum-minuman ini, kulihat kamu telah banyak sekali meneguknya!" ucap Dinda memperingatkan seraya menyingkirkan botol wine dan gelas anggur milik Kara.
Kara menatap Dinda dingin ada perasaan iri yang dimiliknya terhadap gadis tersebut karena selama mereka dekat dan akrab tak sekalipun Dinda mengeluh keadaan keluarganya walaupun hidup berkekurangan. Tidak seperti dirinya yang mengeluh kesengsaraan hidupnya walaupun sedang bergelimang harta.
"Apa keluargamu pernah bertengkar?" tanya Kara Kemudian dengan nada dingin.
"Pernah, hanya masalah kecil," jawab Dinda enteng.
"Sering?" tanya Kara singkat.
"Tidak, ouhh… ayolah, jangan permasalahkan semuanya, semuanya pasti akan membaik!" hibur Dinda.
Kara tersenyum kecut lagi, lalu berkata, "aku tak yakin itu, mungkin aku akan tinggal dengan keluarga terpisah nantinya,".
"Heyy… jangan begitu, kamu harus yakin mereka akan harmonis lagi!" nasehat Dinda disertai senyum manisnya.
"Dindaaa… heyy, kamu niat kerja apa tidak, mau bersantai saja kamu!" teriak kepala pelayan tiba-tiba, menegur Dinda yang terlihat duduk sangat santai tersebut.
"Ahh… iya pak, maaf!" ucap Dinda terperanjat seraya berdiri dan membungkuk hormat.
"Sudah, cepat segera pergi masih sangat banyak pesanan yang perlu kau antar!" suruh kepala pelayan seraya pergi begitu saja.
"Aku kerja dulu yahh…kalau perlu apa-apa atau kenapa-kenapa panggil aku aja yah..." pamit Dinda seraya pergi meninggalkan Kara yang masih merunduk.
Sepeninggal Dinda Kara kembali meraih botol winenya dan menuangkannya ke dalam gelas dan meneguknya kembali dengan tatapan kosong karena hatinya sedang diliputi kekacauan tersendiri.
**MAKASIH SUDAH MAMPIR🤗🤗🤗
OYA... JANGAN LUPA VOTE, LIKE DAN KOMENTARNYA YAHH...🙏😉😉
BIAR AUTHOR MAKIN SEMANGAT UP-NYA**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
putri10
sama kayak aku ortu kadang kadang sering marahan and pasti imbas nya ke aku kata kata nya kasar nyakitin hati banget bilang nya mereka benci aku kenapa aku harus lahir kenapa aku jadi beban ngak tau di untung bahkan mereka sering banget nuduh aku mencuri uang mereka padahal ak ngak pernah nyuri
2022-10-21
1
Ubayfarhan
mampir ya thor😊
2022-07-07
0
Salmah S
hadir thor
2021-12-09
0