NovelToon NovelToon

GADIS MALAM

BROKEN HOME

Di sebuah rumah rumah besar nan luas atau tepatnya pada sebuah kamar yang terkesan elegan dan mewah, terlihat seorang gadis remaja yang berusia sekitar 17 tahun, tengah tidur pulas di kasur empuk tanpa selimut yang menutupi tubuhnya memperlihatkan tubuh cantiknya yang masih terbalut seragam SMA miliknya.

Dia adalah Kara Adelia Pramatasya, merupakan seorang gadis cantik yang telah duduk di bangku SMA kelas XII IPS dengan IQ di atas rata-rata, ia tinggal dengan kehidupan yang lebih dari cukup.

Papanya adalah Birma Pramando seorang manager di perusahaan elektronik ternama milik seorang pengusaha yang sangat sukses di kota tersebut yakni Gian Hermawan Wijaya sedangkan Mamanya adalah Galis Medelia Tasya seorang artis termana saat itu, Kara juga mempunyai seorang kakak laki-laki Ferdi Diksi Pratama yang kuliah di sebuah universitas jurusan ekonomi. Jadi, tak heran dengan karier Papa-mamanya membuat kehidupan keluarga Kara lebih dari kata cukup.

Prangkk….. tiba-tiba terdengar sebuah suara sangat keras yang datang dari dapur cukup membuat Kara gadis tersebut terbangun dari tidur nyenyaknnya. Dia duduk terdiam di atas kasurnya untuk mengembalikan kesadarannya tanpa memperdulikan suara keras tersebut karena ia tahu suara itu pasti barang-barang pecah akibat Papa-mamanya, maklum ia tinggal di tengah-tengah keluarga Broken Home.

Prangkk… suara tersebut terdengar lagi kini disertai makian serta umpatan pedas dari kedua orang tuanya yang saling beradu mulut.

"Sudah ku bilang berapa kali jangan pergi malam!" teriak pak Birma berang.

"Aku tuh… sibuk tahu, perginya aku juga tuntutan pekerjaan dan popularitas," sahut Bu Galis juga berang.

"Aku gak peduli itu, pokoknya kamu gak boleh pergi!" ucap pak Birma makin berang.

"Heyy… Pah, kamu gak bisa bertindak begini sama aku! aku tidak bisa," ucap Bu Galis hampir menangis.

Kara tetap terdiam di kamarnya mendengarkan suara-suara keras tersebut tanpa berniat memperdulikannya. Kemudian ia menatap jam tangan digital yang masih melingkar di lengannya di sana telah menunjukkan pukul 20:46 masih belum terlalu malam jika ingin berpergian. Maka, dengan santai ia memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya karena ia ingin menenangkan dirinya sebentar di luar sana.

Selesai berpakaian Kara turun dari kamarnya menuju dapur untuk minum karena entah kenapa ia sangat haus sekali malam ini walaupun sebenernya ia baru saja mandi dan udara malam cukup dingin.

Di dapur pemandangan buruk tersaji di hadapannya yakni, berupa pecahan-pecahan beling dari alat-alat makan berserakan di lantai dan benda-benda dapur lainnya yang juga dalam keadaan rusak. Ya… begitulah kedua orangtuanya jika sedang berantem selalu benda-benda sekitarnya yang menjadi pelampiasan mereka.

Pemandangan tersebut telah biasa ia lihat dan tanpa sedikitpun terlihat rasa kepedulian pada dirinya walaupun sebenarnya hatinya sangat panas, sedih, perih dan benci sekali atas semua kejadian tersebut.

"Non Kara, ayok makan!" ajak Bik Sasa seraya berdiri dari kesibukannya membereskan beling-beling tersebut dengan di bantu oleh Bik Ella.

"Tidak, aku masih kenyang!" tolak Kara seraya membuka kulkas.

"Tapi, makanannya telah siap Non, sayang kalau nanti dingin!" ucap Bik Sasa lagi halus.

"Biar, aku masih kenyang!" sahut Kara tetap datar.

"Emmm… lalu kapan enon makan?" tanya Bik Sasa dengan wajah cemas.

"Nanti," jawab Kara seraya beranjak meninggalkan tempat tersebut setelah mengambil sebotol minuman dingin.

"Mau kemana kamu?" tanya Ferdi yang kebetulan menuju dapur dan berpasan dengan kara.

"Tidak ada!" sahut Kara datar.

"Lalu kenapa memakai pakaian seperti itu?" tanya Ferdi lagi seraya menatap Kara penuh selidik.

Malam itu kara memakai jeans hitam dengan beberapa bagian sobek-sobek di depannya dan switer hitam serta topi hitam yang melekat di kepalanya cukup mengundang tanda tanya untuk Ferdi yang sangat tak biasa melihatnya maklum, Ferdi sangat jarang sekali bertemu kara karena kesibukannya di luar.

"Aku hanya menginginkannya," jawab Kara datar.

"Mama-papa berantem lagi?" tanya Ferdi serius.

"Seperti yang kamu lihat nanti," jawab Kara datar.

"Ehh… tunggu, kamu jangan pergi kemana-mana nanti Papa akan semakin marah!" ucap Ferdi memperingatkan.

Kara tak bersuara hanya anggukan kecilnya sebagai jawaban tanpa menghentikan sedikitpun langkahnya. Dia terus berjalan keluar dari rumahnya tak peduli pesan dari kakaknya ataupun resiko yang akan di hadapinya apabila orangtuanya mengetahui perbuatanya. Ia berhasil keluar dari rumahnya dengan sangat mudah sekali karena hal ini sudah sangat sering di lakuakannya dan beruntung sampai saat ini belum sama sekali ketahuan.

Malam ini Kara memutuskan untuk pergi ke Bar untuk menghilangkan semua masaah dan kejenuhannya di rumah. Setibanya di sana yang merupakan sebuah bar terbesar di kota tersebut dan telah menjadi tempat biasa didatanginya walau hanya sekedar meneguk sebotol wine atau meminum segelas Vodka.

"Malam, Ra!" sapa Dinda manis seraya duduk di hadapan Kara yang tengah menunduk dengan memegang erat gelas wine miliknya.

Dinda adalah seorang gadis malam seksi berusia sekitar 21 tahun yang bekerja di bar tersebut, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta biaya kuliahnya yang notabene serba kekurangan maklum, ia terlahir dari keluarga yang tak mampu dan tinggal di pinggiran kota.

Dinda merupakan teman dekat Kara yang selalu ada dan menghiburnya apabila Kara datang ke bar tersebut dengan wajah suntuk sama seperti sekarang.

"Malam, Kak!" sahut Kara datar.

"Kamu kenapa lagi?" tanya Dinda perhatian.

"Mama-papa kamu berantem lagi!" tambah Dinda dengan lembut.

Kara mengangkat kepalanya lalu tersenyum kecut.

"Sudahlah, maklum saja dalam keluarga memang seperti itu," ucap Dinda menghibur.

"Sudah, berhenti minum-minuman ini, kulihat kamu telah banyak sekali meneguknya!" ucap Dinda memperingatkan seraya menyingkirkan botol wine dan gelas anggur milik Kara.

Kara menatap Dinda dingin ada perasaan iri yang dimiliknya terhadap gadis tersebut karena selama mereka dekat dan akrab tak sekalipun Dinda mengeluh keadaan keluarganya walaupun hidup berkekurangan. Tidak seperti dirinya yang mengeluh kesengsaraan hidupnya walaupun sedang bergelimang harta.

"Apa keluargamu pernah bertengkar?" tanya Kara Kemudian dengan nada dingin.

"Pernah, hanya masalah kecil," jawab Dinda enteng.

"Sering?" tanya Kara singkat.

"Tidak, ouhh… ayolah, jangan permasalahkan semuanya, semuanya pasti akan membaik!" hibur Dinda.

Kara tersenyum kecut lagi, lalu berkata, "aku tak yakin itu, mungkin aku akan tinggal dengan keluarga terpisah nantinya,".

"Heyy… jangan begitu, kamu harus yakin mereka akan harmonis lagi!" nasehat Dinda disertai senyum manisnya.

"Dindaaa… heyy, kamu niat kerja apa tidak, mau bersantai saja kamu!" teriak kepala pelayan tiba-tiba, menegur Dinda yang terlihat duduk sangat santai tersebut.

"Ahh… iya pak, maaf!" ucap Dinda terperanjat seraya berdiri dan membungkuk hormat.

"Sudah, cepat segera pergi masih sangat banyak pesanan yang perlu kau antar!" suruh kepala pelayan seraya pergi begitu saja.

"Aku kerja dulu yahh…kalau perlu apa-apa atau kenapa-kenapa panggil aku aja yah..." pamit Dinda seraya pergi meninggalkan Kara yang masih merunduk.

Sepeninggal Dinda Kara kembali meraih botol winenya dan menuangkannya ke dalam gelas dan meneguknya kembali dengan tatapan kosong karena hatinya sedang diliputi kekacauan tersendiri.

**MAKASIH SUDAH MAMPIR🤗🤗🤗

OYA... JANGAN LUPA VOTE, LIKE DAN KOMENTARNYA YAHH...🙏😉😉

BIAR AUTHOR MAKIN SEMANGAT UP-NYA**.

BERTEMU BILLY

"Hayy… kamu sendirian saja!" sapa seorang laki-laki muda yang sangat tampan tapi, terlihat kesan playboy di wajahnya.

"Boleh aku duduk di sini!" tambahnya meminta izin.

Laki-laki tersebut adalah Billy Gunawan mahendra seorang mahasiswa di fakultas teknologi. Dia adalah seorang pemuda yang termasuk dalam kategori nakal karena selalu nampak berada di Bar dan sering bermain cewek.

"Ya," jawab Kara datar tanpa memperdulikan siapa laki-laki tak di kenalnya ini.

"Kamu sendirian saja?" tanya Billy lagi, setelah duduk di hadapan Kara.

"Ya," jawab Kara tetap datar.

"Apa aku boleh nemenin kamu? Emm… apa aku tak mengganggu?" tanya Billy dengan seulas senyum manisnya.

"Tidak tapi, kurasa kamu yang akan tak nyaman berada di sini," jawab Kara dingin. Ia berharap dengan kedatangan pemuda tampan ini dapat membuatnya melupakan sedikit masalah.

"Tidak, aku selalu nyaman di manapun berada," sahut Billy santai.

"apa kamu bisa minum wiski?" tanya Billy seraya menawarkan sebotol wiski yang di bawanya tadi.

"Ya," jawab Kara tetap dingin.

"Okk… baiklah," ucap Billy santai. Kemudian, tangannya dengan cekatan membuka tutup botol tersebut dan menuangkannya ke dalam gelas yang masih kosong.

"Mari bersulang!" ajak Billy seraya mengacungkan gelasnya keatas sedikit.

Kara mengambil gelasnya kemudian, dengan senang hati ia menerima ajakan Billy untuk bersulang. Tukk… dua gelas tersebut beradu lalu, dengan cepat sang empunya meminum seteguk isi gelas tersebut.

"Oya... kita belum berkenalan, boleh aku kenal dengan mu!" pinta Billy manis setelah meletakan Kembali gelas yang barusan di minumnya.

"Emmm… ya!" sahut Kara seraya meletakkan gelas yang masih berada di genggamannya tersebut.

"Oke, perkenalkan aku Billy Gunawan mahendra!" ucap Billy memperkenalkan dirinya singkat pada Kara seraya mengulurkan tangannya.

Kara segera menyambut uluran tangan Billy lalu berkata, "Kara,".

Kara memperkenalkan dirinya pendek dan sama sekali tidak berkeinginan menyebutkan nama belakangnya yang mungkin mengandung banyak pertanyaan mereka yang mendengarnya maklum, diakan putri artis yang ternama dan staff tertinggi di perusahaan elektronik. Jadi, biarlah orang yang tak mengenal ia sebelumnya itu hanya sebatas Kara biasa.

"Oya… kamu sering datang ke sini?" tanya Billy membuat topik pembicaraan baru.

"Tidak juga, kenapa?" ucap Kara bertanya balik.

"Tidak ada, sebelumnya aku hanya tidak pernah melihatmu!" jawab Billy disertai senyuman manisnya yang terus terulas menambah kesan wajah tampannya.

"Ouhh… mungkin," sahut Kara seraya menampilkan sedikit senyumnya.

"Oya, BDW kalau boleh tahu kamu kenapa tadi terlihat sangat tidak Mut?" tanya Billy lembut.

Ya, Billy memang memperhatikan Kara dari tempat duduknya yang agak jauh. Cuman karena saat hendak mendekati kara, Dinda datang terlebih dahulu maka dari itu, ia memutuskan untuk menunggu kepergian Dinda dulu.

"Tidak ada," jawab Kara berbohong karena bagaimanapun ia tak bisa menceritakan masalahnya dengan orang yang baru dikenalnya.

"Ahh… jangan membohongiku! dari sana aku nampak sekali melihat kelesuanmu," sanggah Billy tak percaya seraya menunjuk tempat duduknya tadi.

"apa kamu punya masalah serius?" tanya Billy serius.

"Tidak ada, Kak!" jawab Kara dengan tatapan menyakinkan.

"Benarkah?" tanya Billy lagi.

"Iya," jawab Kara seraya tersenyum manis.

"Okk baiklah jika, ada apa-apa atau kamu perlu apa-apa bilang saja padaku, aku akan siap membantumu!" ucap Billy seraya tersenyum manis dan mengedipkan sebelah matanya.

"Emmm… jangan sungkan walaupun kita baru kenal," tambah Billy lagi.

"Ya, terimakasih Kak!" ucap Kara dengan senyum termanis miliknya.

"Kamu begitu manis jika tersebut seperti itu!" puji Billy juga tersenyum manis.

Kara hanya tersenyum simpul menanggapi pujian Billy barusan karena sama sekali tak berpengaruh terhadap dirinya.

"Oya... ini udah malam banget, kamu tidak pulang? kamu tinggal di mana dan sama siapa?" tanya Billy memperingatkan waktu setelah melihat jam tangan miliknya.

"Emmm... ya, aku memang mau pulang, makasih atas waktunya!" ucap Kara seraya berdiri.

"Ya, sama-sama! Oya kamu naik apa ke sini?" tanya Billy lagi.

"Emmm... mobil," jawab Kara berbohong karena sebenarnya tadi ia hanya naik taksi online.

"Benarkah... apa kamu tidak kena tilang?" tanya Billy lagi dengan tatapan menyelidik karena ia mengetahui standar usia gadis di hadapannya ini.

"Emmm... tidak!" jawab Kara kemudian, cepat-cepat beranjak.

****

Kara terus jalan kaki menyusuri jalan yang mulai gelap dan mulai sepi. Di liriknya jam tangan di gitalnya di sana telah menunjukkan pukul 00:46 tapi, ia sama sekali tidak memperdulika hal ini karena sudah sangat biasa pulang di jam segini.

Tittt...tittt... tiba-tiba sebuah suara panjang yang berasal dari klakson mobil memecah kesunyian malam itu, di dengan sorotan cahaya lampu yang menerangi penuh tubuh Kara.

Kara agak terlonjak mendengar suara nyaring tersebut, ia segera berbalik dan menatap sang empunya mobil. Namun, dengan cepat pula sang empunya tersebut menyapanya.

"Heyy... mana mobil kamu? kenapa jalan kaki?" sapa Billy sang empu mobil.

Kara tergagap sendiri disertai rasa malu yang menjalari seluruh tubuh dan jiwanya karena tak menyangka kebohongannya akan terbongkar secepatnya ini dan dalam keadaan seperti ini.

"Heyy... jika, kamu tadi bilang aku pasti akan mengantarmu," ucap Billy lagi seolah-olah mengetahui kebohongan Kara.

"Masuklah, biar aku antar kamu!" perintah Billy.

"Tidak, terimakasih Kak!" tolak Kara datar lalu beranjak.

"heyy... ayolah, kamu tak takut kenapa-kenapa di jalan, di sini bahaya lho apalagi anak gadis cantik sepertimu!" bujuk Billy seraya menyelaraskan laju mobilnya dengan langkah kaki Kara.

"Tidak, aku sudah biasa! pergilah, aku tidak apa-apa!" tolak Kara datar.

"heyy jangan! aku tak mau kamu kenapa-kenapa, ayo naik atau aku akan menemani kamu juga jalan kaki sampai rumahmu!" desak Billy.

"tidak perlu, sudah hampir dekat kok!" ucap Kara tetap menolak.

"Emmm... baiklah, aku akan tetap turun menghampiri kamu, tunggu di situ!" ucap Billy seraya menghentikan mobilnya dan bersiap melepasakan sabuk pengamannya.

"okk... aku kalah kali ini," ucap Kara tiba-tiba karena bagaimanapun ia tak bisa membiarkan Billy mengikutinya sedangkan rumahnya sebenarnya masih sangat jauh.

"Maksudmu?" tanya Billy tidak mengerti.

lKara menghela nafasnya, "pergi dan tinggalkan aku!" ucap dingin.

Billy tersenyum simpul lalu berkata, "jujur aku baru bertemu gadis seperti mu, apa susahnya sih duduk diam hingga tiba di rumah?".

"Tidak ada, aku hanya tidak suka!" jawab Kara datar.

"Kenapa?" tanya Billy dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.

"karena aku tidak mengenalmu!" jawab Kara santai.

Billy langsung tertawa mendengar jawaban Kara yang menurutnya sangat lucu sedangkan Kara hanya menatapnya dengan ekspresi bingung.

"Oke aku mengerti, naiklah biar kamu kenal siapa aku!" perintah Billy lagi setelah tawanya reda.

Kara tetap diam dengan ekspresi datarnya.

"Ayolah, ini sudah sangat malam sekali," desak Billy.

Kara menganguk kecil lalu masuk ke dalam mobil tersebut.

"Nahh... begitu dongk, tenang saja aku tidak akan macam-macam denganmu," ucap Billy setelah Kara masuk ke dalam dan duduk di mobilnya.

"Di mana rumahmu?" tanya Billy seraya mengemudiakan mobilnya kembali.

"terus saja," jawab Kara dingin.

****

"Berenti di sini!" ucap Kara kemudian, ketika mobil tersebut tepat berada di sebuah rumah tanpa pagar di pinggir jalan dan tentu saja bukan rumahnya karena ia tidak ingin Billy tahu siapa dirinya.

"Ini rumahmu?" tanya Billy seraya menatap rumah yang di maksud Kara.

"Iya," jawab Kara pendek lalu segera turun dari mobil tersebut.

"Emmm... makasih yahhh, Kak!" ucap Kara manis setegah turun dari mobil.

"Ya, sama-sama! oke, selamat malam dan semoga mimpi indah yahh..." ucap Billy lalu segera memutar balik mobilnya setelah mendapatkan anggukan kecil dan senyum manis dari Kara.

Sepeninggal Billy, Kara segera berlari pulang ke rumahnya yang hanya sekitar setelah kilo meter lagi.

MAKASIH SUDAH MAMPIR🤗🤗🤗

OYA... JANGAN LUPA VOTE, LIKE DAN KOMENTARNYA YAHH...🙏😉😉

BIAR AUTHOR MAKIN SEMANGAT UP-NYA.

HARI YANG SAMA

Kringg... jam beker yang selalu setia membangunkan Kara dari lelapnya tidurnya berbunyi. Kara bangun dan duduk di atas kasurnya seraya mengucek-ucek matanya, ia tak segera beranjak dari tempatnya tapi, hanya duduk termangu untuk menetralkan kesadarannya dan rasa kantuk yang masih mendera.

Pukul 06:46 ia baru beranjak dari kasurnya untuk bergegas mandi serta berpakaian karena hari ini ia harus ke sekolah lagi.

Kara turun dari kamarnya dan berjalan santai menuju dapur di mana tempat biasanya keluarganya berkumpul untuk menikmati makanan. Namun, hari ini adalah hari yang sama seperti minggu-minggu lalu, sunyi tak berpenghuni.

Ya... keluarganya akhir-akhir ini sangat jarang berada di rumah, semua alasannya adalah tuntutan tugas dan pekerjaan. Kara memang memaklumi keadaan ini sebelumnya, karena ia tahu keluarganya memiliki kesibukan-kesibukan tersendiri tapi, rasa maklum itu berangsur-angsur pudar berubah menjadi marah, benci dan merasa terkucilkan. Apalagi dengan keharmonisan orang tuanya yang kian hari makin memburuk membuat rumah besar dan mewah ini seperti rumah kosong.

Meski walaupun sebenarnya, di rumah itu telah ada enam orang pembantu yang mana terdiri dari dua orang ART, satu orang satpam, satu tukang kebun, dan tiga orang sopir pribadi Mama-papanya serta dirinya tapi, keberadaan mereka tak berpengaruh sama sekali terhadapnya karena ia masih sangat membutuhkan kehangatan keluarga bukan kehormatan dan perhatian dari para pembantunya.

Kara menghembuskan napasnya kasar, matanya tetap awas menatap seluruh ruang makan tersebut berharap tiba-tiba salah satu keluarganya datang dan mengajaknya sarapan kali ini tapi, harapannya hanyalah sebuah mimpi indah yang tak mungkin terjadi saat ini. Maka, dengan gontai ia berbalik badan meninggalkan ruang makan tersebut tanpa memperdulikan keadaan dirinya lagi.

"Non Kara, Non! ayo sarapan dulu! ini Bibik telah buatkan nasi goreng kesukaan Enon!" seru Bik Ella tiba-tiba.

"Tidak," sahut Kara seraya menggeleng lemah tanpa menoleh sedikitpun.

"Aduhh... bagaimana ini? siapa yang akan menghabiskan makanan ini?" gumam Bik Ella sendiri seraya membereskan makanan-makanan tersebut kembali.

"Apa tidak ada yang sarapan pagi ini?" tanya Bik Sasa yang datang dari arah dapur.

"Ya, sepertinya penghuni rumah ini sedang puasa semua," ucap Ella asal.

"Hustt... jangan ngomong begitu! bagaimana kalau tuan atau nyonya mendengarnya!" tegur Bik Sasa seraya membantu beres-beres.

"Emmm... maaf!" ucap Bik Ella atas kekhilafannya.

"Ini bagaimana? apa harus di buang lagi?" tanya Bik Ella bingung.

"Ya, bagimana lagi? jika di simpan pun tak akan ada yang memakannya bahkan sampai makanan ini membusuk," jawab Bik Sasa.

"Emmm... sayang sekali!" gumam Bik Ella pelan.

****

Sementara itu di halaman rumah yang luas dan bersih, telah menunggu pak Niko sopir pribadi Kara di samping mobilnya. Maka, saat kara keluar dari rumah dan beranjak begitu saja ia pun segera memanggilnya untuk mengantar Kara sesuai tugasnya.

"Enon Kara, mari saya antar!" panggil pak Niko sopir pribadi Kara.

"Tidak, aku ingin pergi sendiri!" tolak Kara tanpa menghentikan langkahnya ataupun menoleh.

"Jangan Non, nanti tuan dan nyonya marah!" ucap pak Niko khawatir.

"Tidak akan, asal anda tidak melapor!" sahut Kara dingin.

"Tapi, Non!" seru pak Niko seraya hendak mengejar tapi, ucapannya terhenti ketika Kara tiba-tiba berbalik dan membentaknya.

"Jangan membantah! turuti saja apa kemauanku, apa susahnya tinggal dan bersantai di rumah ini? dan lagian Mama-papaku tak akan memperdulikan masalah ini!" bentak Kara kemudian, kembali berbalik dan beranjak meninggalkan pak Niko yang hanya bisa terdiam tanpa berani membantah lagi.

****

"Heyyy... kamu kenapa telat juga?" bentak pak satpam ketika Kara tiba di depan gerbang sekolahnya. Di sana juga ada tiga siswa yang bernasib sama dengannya.

"Ahh... maaf pak, sopir taksi nya sangat lambat datang!" jawab Kara beralasan.

"Alasan kamu! pokoknya telat tetap telat, sekarang ikut saya kelapangan!" bentak pak satpam tersebut seraya membuka pintu gerbang yang telah di tutupnya tadi.

Mereka berempat pun menurut dengan berjalan di belakang pak satpam galak tersebut. Tanpa ada yang berani mengeluarkan suara sedikitpun. Di antara mereka berempat mungkin hanya Kara yang terlihat sangat santai dan cuek sekali mungkin karena faktor ia telah sangat sering melakukanya sedangkan yang lain mungkin siswa yang tak pernah berulah jadi, dari ekspresi mereka nampak sekali rasa cemas berlebihan.

"Berdiri di sini dan hormat bendera!" perintah pak satpam tersebut setelah sampai di lapangan di mana di sana berdiri tegak sebuah tiang yang di atasnya terdapat sebuah kain berwarna merah putih sedang berkibar-kibar ditiup angin menampakan kegagahannya.

Mereka berempat pun segera homat dengan patuh tanpa adanya bantahan ataupun keluhan yang keluar.

"Tunggu di sini, bapak ingin mengambil catatan pelanggaran!" ucap pak satpam lagi seraya beranjak meninggalkan empat murid tersebut, di bawah terik matahari yang mulai naik.

Tidak berapa lama kemudian, bapak satpam tersebut kembali lagi dengan sebuah buku hitam besar dan tebal. Ia membuka lembar demi lembar halaman buku tersebut yang telah sarat dengan tulisan-tulisan beraneka bentuknya.

"Nama kamu siapa dan dari kelas mana?" tanya pak satpam tersebut pada anak paling Kiri, setelah beliau berhasil menemukan bagian yang masih kosong dan merupakan urutan selanjutnya halaman buku tersebut.

"Diki Ihsan, pak! dari kelas XII IPA 2," jawab anak yang paling kiri.

"okk, selanjutnya!" ucap pak satpam tersebut seraya mencatat di buku itu.

"Raihan Putra Ferdian, Pak! dari kelas XII IPA 2," sahut anak selanjutnya.

"Okk... terus!" perintah beliau sambil terus mencatat.

"Reza Arka Fahriza, pak! dari kelas XII IPA 1," jawab Reza.

"Ya... kamu!" tunjuk pak satpam tersebut tanpa menoleh pada Kara.

"Kara, Pak! dari kelas XII IPS 3," jawab Kara santai.

Pak satpam tersebut segera menulis nama kara tapi, tiba-tiba gerakan tangannya berhenti dan matanya segera beralih ke bagian atas lembar tersebut karena nama tersebut sudah tak asing di dengarnya bahkan, mungkin juga sudah sering di tulisnya dan benar saja, di atas dan di beberapa bagian halaman lainnya juga terpampang jelas nama Kara.

"Heyy... kamu, tak malu kahh... sesering ini telat! apa kamu tidak bisa membiasakan disiplin? memang kamu pikir ini sekolah milik kamu yahh..." bentak pak satpam tersebut kesal.

"Ahh... bukannya begitu, pak! tapi..." ucap Kara mencoba menjelaskan tapi, dengan cepat di potong pak satpam tersebut.

"Sudah, bapak tidak mau mendengar penjelasan kamu lagi, di sini sudah terbukti kamu memang sengaja melakukannya dan mungkin tidak ada niat untuk mengubahnya lagi!" potong pak satpam.

"Pokoknya hari ini namamu masuk daftar di BK atas semua kecerobohan mu," tambah pak satpam lagi.

Kara pun hanya diam mendengar ucapan tersebut karena baginya sama sekali tak akan bisa mengubah keadaan dirinya.

"Oke, untuk hukuman kali ini untuk kamu berdua bersihkan lapangan sedangkan kalian berdua bersihkan seluruh toilet dan kamar mandi!" perintah pak satpam memberi hukuman lalu, beranjak pergi.

kempat murid tersebut yang tak lain adalah Diki, Putra, Reza dan Kara segera beranjak juga untuk menjalankan hukuman mereka di mana hukuman tersebut telah di bagi tadi. Yakni, Diki dan putra membersihkan lapangan sedangkan Reza dan Kara membersihkan toilet dan kamar mandi.

MAKASIH SUDAH MAMPIR🤗🤗🤗

OYA... JANGAN LUPA VOTE, LIKE DAN KOMENTARNYA YAHH...🙏😉😉

BIAR AUTHOR MAKIN SEMANGAT UP-NYA.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!