"Gak tahu, kenapa emang?" tanya Kara balik.
"Gak ada," jawab Reza datar.
"Ouhh... Oya, kamu mau ngomong apa tadi?" tanya Kara ramah.
"Gak ada," jawab Reza lagi.
"Gak ada gimana? bukannya tadi bilangnya mau ngomong sesuatu yahh..." tanya Kara lagi heran.
"Mau ngembaliin itu aja," jawab Reza tiba-tiba berubah menjadi santai.
"Emmm... ya, sudah makasih yahh!" ucap Kara berterikasih lagi, "aku balik dulu!" tambahnya.
Reza tak menyahut hanya anggukan kecil dengan ekspresi datarnya yang menanggapi ucapan Kara, cukup membuatnya mengerti dan beranjak pergi.
"Ehhh... tunggu!" seru Reza tiba-tiba yang membuat Kara yang telah melangkahkan kakinya beberapa langkah terhenti dan berbalik menatapnya.
"Ada apa?" tanya Kara heran.
"Emmm... tolong cari tahu apa maksud ukiran itu!" jawab Reza.
Ya, dia emang tadi bilang tidak ingin memperdulikan ukiran itu. Namun, entah kenapa ukiran tersebut selalu terbayang-bayang di pelupuk matanya cukup, membuat dirinya merasa sangat terganggu.
"Untuk apa?" tanya Kara makin heran bercampur rasa penasaran yang membludak karena selama ini tidak ada yang pernah menanyakan tentang ukiran itu.
"Tidak ada, aku hanya ingin tahu!" jawab Reza datar.
"Hhhh... aneh sekali," decak Kara, "lagian aku yakin itu cuman keisengan pembuatnya saja atau bisa juga itu nama toko pembuatnya," tambah Kara enteng lalu, beranjak pergi.
Reza terdiam mendengar pernyataan Kara barusan. Di dalam pikirannya ia membenarkan pernyataan tersebut tapi, di hatinya menolak keras dan menyakini sesuatu yang tidak diinginkannya sama sekali.
****
"Dia ngomong apa?" tanya Faris langsung ketika Kara baru saja memasuki kelasnya.
"Tidak ada, hanya mengembalikan liontin milikku yang ditemukannya tadi," jawab Kara santai seraya memperlihatkan liontin nya.
"Itu saja," ucap Faris dengan tatapan penuh selidik.
"Iya, emang kamu maunya apa?" tanya Kara seraya mengambil pulpennya dan bersiap melanjutkan catatannya kembali.
"Tidak, apa kamu tidak lapar?" tanya Faris mengalihkan pembicaraan.
"Tidak, aku masih sibuk!" jawab Kara tanpa menoleh lagi.
"Tapi, kamu belum makan siang, apa kamu gak bisa ninggalin tugas kamu sebentar?" ucap Faris lembut.
"Tidak, aku tidak punya waktu untuk mengerjakannya lagi," sahut Kara.
"Emmm... aku gak mau kamu kenapa-kenapa, apa kamu tahu aku sungguh menyayangimu?" ucap Faris dengan memelas.
"Begini saja, kita ke kantin dahulu soal tugas kamu biar aku aja yang mengerjakannya!" usul Faris.
"Ahhh... tidak perlu, aku bisa sendiri! aku tidak mau melibatkan kamu," tolak Kara.
"Gak papa, asal kamu mau makan siang hari ini," desak Faris.
"Ahhh... ya, kita ke kantin sekarang tapi, aku juga tidak mau kamu mengerjakan tugasku," ucap Kara setuju dengan penuh keterpaksaan.
"Emmm... Baiklah," sahut Faris berbinar-binar lalu, menggandeng tangan Kara dan merekapun berjalan bersisian ke kantin.
****
Malam harinya seperti biasa Kara telah standby di tempatnya nongkrong yakni di sebuah kafe yang bisa juga di sebut sebagai Bar karena di sini juga banyak terdapat wanita malamnya.
Kara pergi ke sini bukan untuk apa-apa, ia hanya ingin menikmati kesendiriannya di tengah-tengah ramai dan berisiknya tempat ini dengan di temani beberapa botol wine dan camilan malam.
Di sini di tempat yang dikatakan orang lain haram adalah merupakan surga bagi Kara karena hanya di sini ia mendapatkan kesenangan dan ketenangan tersendiri yang selalu dinikmatinya. Dia datang ke sini bukan untuk hal-hal yang berbau sangat negatif, itu terbukti dengan cara berpakaiannya yang masih tertutup rapi (tidak seksi dengan berpakaian terbuka atau menampakan lekuk tubuh).
"Heyy... ketemu lagi!" sapa seseorang tiba-tiba.
Kara mendongak dan menatap laki-laki tersebut yang ternyata adalah Billy.
"Ahhh... ya Kak," sahut Kara agak terperanjat karena mendapat sapaan tiba-tiba itu.
"Kamu sendirian lagi, boleh aku temani!" tawar Billy manis.
"Emmm... silahkan tapi, kali ini aku tidak lama," sahut Kara seraya menuangkan wine ke dalam gelas kosong.
"Kenapa?" tanya Billy seraya duduk di kursi berhadapan dengan Kara.
"Tidak ada, aku hanya ingin cepat beristirahat saja," jawab Kara lalu, menghidangkan wine yang dituangkannya pada Billy.
"Emmm... tapi, sekarang udah pukul sebelas malam, apa kamu tidak pulang sekarang?" tanya Billy setelah melirik jam digital pada handphone miliknya.
"Hahh... udah jam sebelas, masa sihh... perasaan aku baru bentar ya disini," ucap Kara tak percaya.
"Ya, emang benar kok, coba lihat saja!" ucap Billy meyakinkan seraya. menunjukkan handphone miliknya tersebut.
Kara melihatnya dan benar saja jam di sana telah menunjukkan 22:56. Itu artinya tinggal lima menit lagi tepat jam sebelas malam. Kara merasa sedikit heran dengan keadaan karena rupanya ia sungguh menikmati tempat ini sehingga lupa waktu bahkan sebenarnya ia sama sekali tidak merasakan bosan dan mengantuk.
"Kara, aku pulang duluan yahh!" tegur Dinda tiba-tiba, ia melangkah hati-hati menghampiri kara dengan menjinjing tas berjenis minaudiare bag pemberian Kara bulan lalu.
"Ahhh... ya, hati-hati yahh... Kak!" sahut Kara seraya tersenyum manis.
"Okk... kamu juga cepat pulang dan jangan terlalu banyak mengonsumsi minuman itu," pesan Dinda, kemudian beranjak pergi.
"Dia siapa? kakakmu?" tanya Billy setelah Dinda keluar dari cafe tersebut.
"Bukan, teman dekat," jawab Kara santai.
Rupanya pertemuan Kara dengan Billy yang kedua kalinya ini membuat kesan keakraban mereka, itu terbukti dengan riangnya mereka berbincang-bincang tanpa memperdulikan adanya perbedaan jenis dan usia. Ya, itu jelas Kara masih anak SMA sedangkan Billy telah kuliah semester 3 sama seperti Ferdy.
****
Malam ini Dinda pulang terpaksa dengan jalan kaki saja, di karenakan keadaan uangnya yang sedang Kritis jadi mau gak mau harus tetap mau.
Dinda terus berjalan menyusuri jalanan yang mulai senggang dan sepi di tambah lagi dengan jalur yang dilewatinya adalah jalur yang sunyi minim penduduk. Perasaan was-was tiba-tiba menghantuinya entah karena apa tapi, ia merasakan ada seseorang yang memperhatikan gerak-geriknya.
Perasaan ini memang pasti ada karena suasana yang telah sangat gelap dan sepi juga karena kondisinya yang sedang memakai pakaian seksi dan sangat menonjol pasti akan mengundang nafsu para mata keranjang yang melihatnya.
Dinda bergidik ngeri ketika membayangkan sesuatu buruk jika terjadi terhadapnya. Maka dari itu, ia segera mempercepat langkahnya.
Tittt.... sebuah klakson mobil berbunyi cukup membuat pekak telinga yang mendengarnya.
"Dik, sendirian saja, mau aku antar?" tawar sang pengemudi mobil pada Kara dengan tatapan menelan.
Pengemudi mobil tersebut adalah seorang laki-laki paruh baya yang kira-kira berumur empat puluh tahun ke atas atau lebih tepatnya seorang Om-om mata keranjang.
"Tidak terimakasih!" jawab Dinda ketus dan tanpa menoleh sedikitpun seraya mempercepat langkahnya.
"Heyy... ayolah, naik saja tidak apa-apa!" bujuk sang pengemudi tersebut seraya menyelaraskan laju mobilnya dengan langkah kaki Dinda.
"Tidak, terimakasih!" jawab Dinda tetap dengan posisinya yang ketus dan tak menoleh.
"Heyy... ayolah, Om tidak akan menyakitimu emmm... atau Om yang akan turun membujuk mu!" ucap Om tersebut dengan seringai liciknya.
"Tidak, terimakasih!" tolak Dinda lagi.
"Oke baiklah, aku yang akan membujuk mu," ucap Om tersebut lalu segera turun dan mencekal tangan Dinda yang sudah berjalan sangat cepat karena sangat ketakutan.
"Ayo naik, jangan takut! aku tidak akan menyakitimu, aku hanya ingin kamu menikmati permainanku!" ucap Om tersebut seraya menarik paksa tangan Dinda.
Dinda berontak dengan ketakutan yang full memenuhi jiwanya hingga tanpa ia sadari tas miliknya terjatuh. Ia terus berusaha berontak Namun, apa daya kekuatannya tak sebanding. Jadi, dengan terseret-seret ia berhasil dimasukan ke dalam mobil bagian belakang.
MAKASIH SUDAH MAMPIR🤗🤗🤗
OYA... JANGAN LUPA VOTE, LIKE DAN KOMENTARNYA YAHH...🙏😉😉
BIAR AUTHOR MAKIN SEMANGAT UP-NYA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Uthie
jangan bilang kalau om itu ayahnya kara yaa 😕
2021-11-22
1
Rhystaa
reka singkatan reza kara,,
2021-04-19
2
Moonlight
dasar minim ahlak ni aki"
2021-03-27
2