The scariest things in the world is time.
It keeps moving on whether you want it or not
Mataku menatap kosong ke langit-langit kamarku. Tubuhku rasanya tidak ingin bergerak. Sudah delapan jam aku begini sejak merebahkan diri di kasur semalam.
Aku terjaga sepanjang malam, tanpa merasa lelah ataupun kantuk. Mungkin seperti inilah yang dibilang orang mati tapi hidup. Aku benar-benar tidak memiliki sedikitpun keinginan untuk melakukan sesuatu. Hanya diam begini adalah sebuah kedamaian bagiku.
Suara dering smartphone memecahkan keheningan kamarku. Ini adalah telfon pertama sejak suara pesan masuk yang sudah berbunyi berkali-kali sejak semalam. Walau tidak membacanya, aku tahu pasti isinya adalah kata-kata basi seperti “apa yang kau lakukan?”, “kau baik-baik saja kan?”, atau “apa ada yang kau inginkan?”. Pesan untukku terbatas pada kata-kata itu saja akhir-akhir ini. jadi Meski aku hanya perlu bergerak lima senti untuk mengambilnya, aku tidak melakukannya. Aku masih melakukan kegiatan membosankanku tadi.
Setelah telpon yang kelima, barulah aku bangkit dari tempat tidur dan dengan sengaja menekan tombol reject. Itu adalah cara lain menyuruh si penelpon berhenti selain mengangkatnya.
Pagiku yang indah dan hening sudah terganggu, jadi dengan perasaan manusiawiku yang tersisa aku segera pergi ke kamar mandi. Setelah mencuci muka aku pindah dinas ke ruang tamuku. Setidaknya tidur di sofa masih memberiku rasa hangat matahari, lebih baik daripada terkurung di kamar.
Dari ruang tamuku, setiap orang bisa melihat sebuah foto besar yang dipasang di salah satu sudut dinding. Ukurannya memenuhi seluruh dinding dan pasti tidak akan terlewatkan oleh apapun. itu adalah fotoku, tiga tahun yang lalu. Aku melihat senyum ceria yang tergambar disana. Matanya berbinar ceria dan terlihat bak seorang gadis yang baru melihat dunia pertama kalinya. Penuh kebahagiaan. Sepertinya waktu berlalu begitu cepat hingga diriku tiga tahun yang lalu itu terasa seperti orang asing bagiku.
Dan benar, saat aku mengambil foto itu, tidak pernah terpikir olehku bahwa hidupku akan berubah seperti ini. tanpa sengaja, lamunanku kembali ke masa lalu.
Aku terlahir di Amerika, tepatnya di Kota Seattle. Orang tuaku cukup berada, namun ketika aku berusia 3 tahun, usaha ayahku gulung tikar. Kamipun ber-imigrasi ke Indonesia, tanah air ibuku.
Keuangan kami tidak cukup baik setelahnya. Ayahku harus kembali memulai semua usahanya dari nol. Ibuku bahkan harus bekerja di sebuah redaksi majalah. Namun dari situlah karirku berawal.
Saat aku menemani ibuku, aku diminta menjalani pemotretan menggantikan model yang mendadak tidak bisa hadir. Mendapat bayaran yang sebenarnya tidak seberapa membuatku melanjutkannya.
Aku terjun secara serius dalam dunia modelling. Dari yang kompetisi antar sekolah, menjadi antar daerah, Dan aku memenangi kompetisi model untuk remaja secara nasional.
Uang hasil bekerja sebagai model Dan kompetisi kukumpulkan Dan digunakan untuk membiayai segala macam Les yang tidak bisa dibiayai oleh orang tuaku.
Aku akhirnya mencoba kompetisi di tingkat Asia tahun berikutnya. Dan memenangkannya juga. Mungkin itulah yang dinamakan takdir. Aku mengalami fase yang lebih baik sejak itu. Di kompetisi inilah aku bertemu James Park.
James adalah seorang sutradara film di Hollywood. Dia bilang melihatku di kompetisi model itu. dia langsung jatuh hati pada pandangan pertama. Ada sosok ideal yang keluar dari pikirannya setelah melihatku. James sedang mempersiapkan filmnya waktu itu. begitu melihatku, dia langsung mengganti skenario, memasukkan karakter protagonis perempuan di naskahnya. Karakter itu dibuat untukku. sehingga sehari setelah naskah selesai James langsung menghubungi agensiku, menawari kasting untuk peran itu.
Tawaran peran di film hollywood awalnya membingungkanku. Aku belum pernah mencoba akting, dan hollywood itu jauh dari rumah. jadi sebenarnya menolak adalah keputusan terbaik pada saat itu.
Tuhan hanya mengaturnya berbeda. Karena pada waktu tawaran itu datang aku baru saja libur panjang dari sekolah. Serta suara semua orang mengatakan bahwa kesempatan tidak akan datang dua kali, aku akhirnya pergi. Kasting pertamaku itu menjadi fenomenal, karena banyak kandidat tersingkir olehku, termasuk artis yang sudah punya nama.
Mungkin dari cerita awal semua akan berpikir itu berkat obsesi James padaku. tapi itu salah. James bukanlah orang yang mengambil keputusan mengenai pemeran. Juri mengatakan bahwa aku sudah melakukan yang terbaik dan diriku saat itu adalah kanvas putih yang siap untuk diwarnai dan dibentuk.
Semua terjadi begitu cepat. Demi mendukung syuting film yang memakan waktu lama, aku pindah ke sekolah ke California dengan menggunakan uang pinjaman dari agensi. James meminjamkan apartemennya untuk aku tinggal. Karena orang tuaku tidak bisa mengeluarkan biaya untuk semua itu.
Dan aku mengalami cerita itu, debut di industri film Hollywood. Tetapi semua tidak berakhir dengan mudah. Semua baru saja dimulai.
Hidup di negara orang di usia muda, tentu tidak akan mudah. Aku harus beradaptasi dengan sekolah Dan lingkungan baru. Apalagi selama tahun pertama aku menjalani proses syuting yang berat. Belum lagi aku juga masih melanjutkan pekerjaan sebagai model.
Aku menjadi tertekan. Hal itu berimbas buruk pada penampilanku Dan aktingku. James yang menyadari Hal itu mencoba untuk membantu. Dia kemudian mempertemukanku dengan orang ini, aktor asal Australia, Casey Dauner.
Casey adalah orang yang hangat dan menyenangkan. Dia banyak bercerita tentang pengalamannya untuk menghiburku. Dia bukan cinta pertamaku, atau pacar pertamaku, tapi orang pertama yang begitu kucintai. Terkadang kami memang harus berjauhan ketika dia pulang ke negaranya. Namun, jarak itu bukan sebuah masalah.
Casey juga yang memberi saran untuk bergabung dengan komunitasnya. Aku bisa bertemu dengan banyak orang. Yang sama-sama berasal dari Indonesia, Dan yang sama-sama merajut mimpi disini. Semua itu membantuku mengatasi tekanan. Dan aku bisa keluar dari penampilan burukku.
Dua tahun yang lalu, film-ku “Breakthrough” akhirnya dirilis. Dengan genre action, film itu cepat disukai orang. Apalagi James memang merupakan salah satu sutradara papan atas disini. Masuk box office, mendapat pujian kritikus dan di-review banyak media.
Aku bukan pemeran utama, namun punya cerita tersendiri di dalamnya. Karakterku, June, putri seorang menteri pertahanan yang berubah menjadi kriminal akibat dendam pada ayahnya meraih popularitas tertinggi.
Penggemarku di sosial media saat itu langsung membludak. Ada banyak fanpage baru untukku dibuat. Tawaran untuk iklan, atau sekedar jadi cover di majalah fashion kenamaan langsung berdatangan padaku bak air banjir. Namaku tiba-tiba ada dimana-mana. Popularitas itu makin membesar setelah aku mulai rajin menghadiri acara talk show dan membuka cerita yang tak pernah kuperlihatkan di film.
Empat tahun sejak aku datang kemari terasa berlalu dengan cepat, dan hidupku terlihat begitu sempurna. Aku menyelesaikan SMA ku dengan baik, popularitas, kekayaan, serta cinta. Sayangnya itu berlaku hanya empat tahun itu. kini semua seperti sebuah cerita di masa lalu. Ketika lamunanku telah sampai di masa ini, aku baru menyadari bahwa waktu dengan cepatnya berlalu. Aku baru melihat sisi gelap dari kehidupanku itu.
Sebagian kekayaanku kupakai untuk membantu mendanai usaha orang tuaku di Indonesia, agar mereka tidak lagi bekerja. Ayahku yang mengelolanya. Dan awal tahun ini mendadak ibuku yang selama ini tinggal denganku ingin pulang ke sana, membantu ayahku.
Meski sudah hampir berusia 19 tahun, aku tidak bisa jauh darinya. Aku sempat mengajukan pilihan agar semua usaha di Indonesia dikelola-kan pada orang lain. Ayah bisa tinggal dengan kami disini. Namun beliau menolaknya. Ingin menghabiskan waktu tua di rumah. ibuku yang sudah terpisah selama tiga tahun lebih kini memilih untuk bersama. Beliau berpikir aku sudah cukup dewasa untuk menjalani kehidupanku sendiri.
Memang Sudah tidak Ada masalah keuangan lagi, aku juga sudah mapan dengan pekerjaanku. Aku bahkan bisa membeli apartemen yang sekarang kutinggali. Tetapi tanpa keluarga, dan kesibukan membuatku sulit bertemu dengan Teman-teman. Aku mulai merasakan kembali rasa kesepian.
Satu hal yang tetap sama adalah popularitasku yang masih terus meroket. Hari ini saja adalah libur pertamaku selama tahun ini. aku menghabiskan hari-hari di lokasi syuting dan pekerjaan lainnya. film pertamaku dulu sangat laris sehingga dibuat sekuel-nya. Jadwal perilisannya adalah minggu depan.
Dua minggu lalu aku juga baru menerima penghargaan bergengsi. Tawaran pun datang semakin banyak.
Dampak negatif yang kudapatkan dari popularitas yang terus bergerak menuju puncak itu adalah tidak punya privasi. Segalanya tentang diriku diberitakan. Bahkan hanya tentang wallpaper smartphoneku.
Instagram yang baru kubuat juga terus mendapat follower yang bertambah tiap harinya. Tentunya tidak semua adalah fans. Ada haters juga disana. Mereka tidak henti mengirim komentar pedas dan kritikan tak berdasar. Aku bisa mengacuhkannya karena aku tidak biasa membaca kolom comment.
Tetapi ada haters yang paling kubenci, paparazzi. Aku menyebut mereka haters sejak merasa terancam. Kebebasanku, ruang gerakku, semua hilang karena mereka. dan itulah, harga mahal dari segala yang kumiliki.
Aku baru tahu, titik tertinggi dalam hidupku rupanya juga yang terendah. Dan kini fotoku yang sedang tersenyum di depanku itu malah terlihat seperti mengejekku.
Suara pintu depan membuyarkan lamunanku. Seseorang membukanya dan aku bisa menebak siapa. Hanya beberapa orang punya akses ke apartemen ini dan tahu password apartemenku. Jadi, aku tidak beranjak dari posisi nyamanku. Tetap tergolek di sana tak berdaya melawan kemalasanku. Aku bisa mendengar suara langkah keras dan terburu-buru mendekat ke sofaku. Suara yang familiar.
“kenapa tidak menjawab telponku?”
Suara berat seorang pria 30 tahun-an menggema di seluruh ruang tamu bebarengan dengan suara tas yang dijatuhkan begitu saja menghantam meja.
“kau tahu aku baik-baik saja”
Jawabku malas. Orang itu mendengus mendengar jawaban acuh tak acuhku.
“bagaimana aku bisa tahu? Kau tidak menjawab telponku”
Suaranya lebih keras dari yang tadi, membuat penekanan pada ‘aku tidak menjawab telponnya’.
Akhirnya aku menoleh. Rasa bersalah langsung muncul di hatiku, pada manajer yang telah menemaniku sejak empat tahun yang lalu. Pemuda hitam manis blasteran Jakarta-New Jersey. Dia menetap di Amerika sejak 15 tahun yang lalu bersama ayahnya yang kutahu berkulit hitam.
Hal yang kusukai darinya adalah dia fasih dengan bahasa indonesia dan inggris. Itu penting untuk berkomunikasi di antara kami. Dia selalu tampil rapi demi aku, tetapi pagi ini terlihat awut-awutan dengan lingkaran hitam di matanya. itu bahkan pakaian yang dipakai kemarin hanya dilapisi cardigan abu-abu yang kusut. Dia mungkin mengkhawatirkanku semalaman. Hal terbaik yang bisa kuberikan padanya adalah senyuman. Itu cukup untuk membuatnya mengeluarkan nafas lega.
Setelah itu Daniel pergi ke dapur. aku mendengar suara kulkas dibuka, diikuti dengan suara berisik saat mengobrak-abrik isinya.
“kau makan apa?”
Tanya daniel sedikit tidak jelas karena mulutnya sedang mengunyah roti kering.
“aku tidak lapar”
Jawabku jujur, meski aku tahu dia tidak akan menerimanya.
“mau masakan china, fast food atau pesan masakan Italia saja?”
Tanyanya tidak menyerah.
“Ada sayur asem sama pepes ikan nggak?”
Tanyaku balik dengan tujuan membuatnya berhenti bertanya. Tidak ada jawaban darinya.
Memangnya dimana bisa mendapatkan makanan itu disini?
Tapi aku memang anti mainstream. Kalau tidak begini Daniel tidak akan berhenti.
“Pulang aja ke Indonesia”
Candanya tidak lucu. Sekarang aku yang bungkam. Tentu saja aku mau pulang. Aku ingin bertemu ibuku, makan masakan rumahan, menghirup udara segar disana. Aku pasti ingin. Tapi tidak bisa.
Setelah menghabiskan roti di kulkasku daniel menghampiriku. Wajahnya kelihatan serius. Ekspresi paling tidak kusuka darinya.
“Kamu gimana?”
Tanyanya tanpa basa basi. Aku tahu kemana arah pembicaraan itu. tetapi aku tidak ingin membicarakannya.
Aku hanya diam dan menghindari tatapan mata Daniel. Tanganku meremas bantal di atas perutku. Dadaku terasa sesak, sulit bernafas. Aku bahkan tidak merasa sedih ketika melamunkan masa-masa sulitku tadi. Tetapi air mata langsung berkumpul di pelupuk mataku jika membicarakan ini.
“mungkin ini yang terbaik untuk kalian, kamu nggak boleh sedih”
Kata Daniel mengakhiri pertanyaannya. Dia kemudian beranjak dan entah sibuk melakukan apa karena melihat air mataku sudah mulai jatuh.
“Bagaimana mungkin ini yang terbaik? Dan bagaimana aku nggak sedih?”
Pertanyaan itu terasa seperti amarah di dalam hatiku.
*********
- 2 Minggu yang lalu -
Aku mematut diri di depan cermin. Aku rasa penampilanku sudah cukup cantik. Hari ini aku Akan menghadiri acara penghargaan Paling bergengsi bagi para seniman di industri perfilm-an. Ini Akan menjadi Kali pertama aku berjalan di atas karpet merah-nya. Sehingga aku ingin tampil sebaik mungkin.
Kebahagiaanku semakin besar karena film ku "The Whisper of The Wall" mendapat banyak nominasi. Termasuk aku. Jadi aku sudah tidak sabar menantikannya.
Sambil menunggu Casey yang akan menjemput, aku sibuk melakukan selfie untuk diposting di sosial media. Aku sebenarnya bukan orang yang suka melakukan ini, tetapi kata Daniel, semua demi penggemarku yang selalu menunggu kabar terbaru dariku.
Baru beberapa detik fotoku diposting, langsung dibanjiri oleh like Dan komentar. Aku tidak sempat membaca isinya saat Casey yang kutunggu akhirnya datang.
Casey selalu tampil rapi dan itu membuatnya tampan. Pantas banyak wanita yang iri aku bisa menjadi kekasihnya. Aku juga bisa bangga dengan itu.
Ada yang berbeda dari Casey hari ini. Tangannya membawa sebuket bunga, membuat jantungku mulai berdebar. Dua bulan yang lalu, sepulang dari pesta Casey bilang ingin membicarakan pernikahan. Menungguku menyelesaikan syutingku. Dan aku mengira bahwa hari itu adalah Hari ini.
Casey mungkin Akan melamarku. Dia tidak pernah membawakan bunga sebelumnya. Dan Hari ini Casey bahkan tidak menyembunyikannya.
Jantungku Makin berdetak tidak karuan saat Casey menyuruh semua orang di ruangan itu pergi meninggalkan kami berdua.
Casey mendekat padaku,
"Kau sangat cantik Hari ini"
Pujinya. Aku rasanya hampir meledak hanya karena kata-kata itu.
Casey kemudian menyodorkan buket bunga di tangannya untukku. Aku benar-benar tidak bisa menutupi senyum yang mengembang di wajahku. Aku sempat mengkhawatirkan hubungan kami beberapa Hari ini. Namun sepertinya semua berjalan dengan baik.
"Ada Hal penting yang harus kukatakan padamu"
Mata kami berdua saling bertatapan. Sudah lama jantungku tidak berdetak sekeras ini. Aku sudah merangkai kata dalam benakku, jawaban apa yang mesti kuberikan pada Casey jika dia memintaku untuk menikahinya.
"Kita sudah lama bersama, jadi..em.. aku rasa Kita tidak cocok Dan lebih baik jika Kita berteman saja mulai dari sekarang"
Aku hanya diam mematung. Rasanya Ada yang salah. Bukan kata-kata itu yang kuharapkan. Jadi aku merasa bahwa mungkin aku salah dengar.
"Huh? Apa?"
*********
Harusnya Hari itu menjadi Hari Paling membahagiakan dalam hidupku. Film-ku menerima banyak penghargaan, bahkan aku menjadi "Best Supporting Actrees". Nyatanya itu jadi Hari Paling buruk.
Casey memutuskan hubungan kami. Dengan alasan yang belum bisa kuterima. Dia mengatakan padanya bahkan tepat sebelum acara besar untukku dimulai.
Alhasil, bahkan aku tidak bisa menangis Hari itu. Aku tidak bisa merusak dandananku dengan air Mata. Atau tiba-tiba batal datang ke acara itu saat aku sudah mengabari bahwa aku pasti hadir.
Meski kami sudah bukan kekasih lagi, Kami bahkan masih berjalan di atas red carpet berdua. Bergandengan Dan bahkan tersenyum di hadapan ratusan kamera. Duduk berdampingan sepanjang acara. Seolah tidak terjadi apa-apa. Karena gosip di industri ini Akan menyebar dengan cepat.
Puncaknya, ketika namaku dipanggil menjadi pemenang, pidato kemenangan yang sudah kupersiapkan sejak kemarin pun buyar. Aku ingin sekali mendeklarasikan cintaku pada Casey, namun kata putus itu menghancurkannya.
Justru saat berdiri di atas panggung, aku bisa melihat Casey. Aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Akhirnya aku menangis. Aku menutupinya sebagai air Mata kebahagiaan. Sambil mengucapkan terima kasih pada siapapun yang namanya terlintas begitu saja di kepalaku.
Aku bahkan tidak bisa merayakan kemenanganku. Air mataku sulit untuk tidak lagi jatuh, jadi aku absen dari Met Gala dengan alasan sakit. Dan menghabiskan seluruh perjalananku pulang dengan menangis. Membiarkan dandanan cantikku awut awutan. Sampai Daniel yang harus memposting piala-ku di sosmed.
Hingga Hari ini, tidak Ada kelanjutan pembicaraan antara aku Dan Casey. Sepertinya dia telah menganggap semua benar berakhir. Dia pulang ke Australia sehari setelah putus dariku, Dan tidak memberi kabar apapun. Tidak juga memberi kesempatan bagiku meluruskan hubungan kami.
Membuatku kehilangan diriku. Tenggelam dalam kesedihan selama beberapa Hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Dwisur
tambah percakapannya dunk
2023-07-13
0
❄️ sin rui ❄️
gilaaaaaaa benerrrrrr ini yg nama nya authorrr jeniussss hanya dengan narasi nya aja aku dah bercucuran air mata, seakan akan aku masuk kedalam cerita itu, goodjob authorrr lanjuttt
2021-06-30
1
ᴍ֟፝ᴀʜ ᴇ •
bawangnya mulai nongol╥﹏╥
2021-06-23
0