Luna Dan Pangeran Playboy

Luna Dan Pangeran Playboy

Satu

Haii Readersss sayang,,, karya ku yang baru silahkan dibaca🤗

***___***

Kota Batu, Malang 6 Juli 2009

Luna melepaskan sepatu yang dikenakannya dan meletakkannya dengan sangat hati-hati di sebelah kaki kanannya. Tatapannya kembali kepada sepasang sepatu lain yang baru saja ia letakkan di samping tempatnya duduk. Sepatu berwarna putih gading yang terbuat dari bahan satin mahal dengan model simple elegan. Hak setinggi sembilan senti semakin membuat sepatu itu terlihat sangat menggiurkan. Seakan memanggil siapa saja yang melihat untuk segera menyorongkan kaki.

"Kenapa juga aku membuatnya secantik ini? Bodohnya..." desah Luna sambil mengangkat sisi sebelah kanan sepatu itu ke depan wajahnya dan memandangi setiap detailnya dengan seksama.

Kemarin sepupunya, Tina memintanya membetulkan salah satu mata kristal yang menghiasi sepatu itu, karena besok pagi itu artinya berapa jam lagi dari sekarang merupakan hari pernikahan sepupunya itu. Tina yang terkenal sangat terobsesi dengan kesempurnaan, memohon atau lebih tepatnya memerintah untuk kesekian kalinya, memastikan sepatu itu akan terlihat sama sempurnanya dengan dirinya.

Ingin rasanya Luna melemparkan sepasang sepatu hasil rancangannya itu ke tempat sampah yang teronggok tidak jauh dari tempatnya duduk. Tapi sebagian hatinya tetap tidak rela. Tidak rela sepatu itu dipakai Tina. Tidak rela melihat dua bersaudara manja itu, Tina dan Bianca mendapatkan segalanya sementara ia harus berjuang keras untuk hidup.

Betapa tidak adilnya hidup ini, pikir Luna untuk kesejuta kalinya. Matanya beralih mengamati taman bermain untuk anak-anak pengunjung Hotel Family dan Villa yang merupakan hotel milik keluarga sepupunya itu. Sepupu yang menjengkelkan, batinnya. Segala tentang mereka sekeluarga selalu mengobarkan api amarah dan kecemburuannya.

Luna menghela napas panjang. Pikirannya terbang ke satu-satunya tempat yang saat ini ia pertahankan setengah mati. Rumah tua yang sudah menguras habis seluruh tenaga, pikiran, dan uangnya. Hanya rumah itu yang masih tersisa. Sebagian besar harta lainnya yang berupa tanah sudah menjadi milik keluarga sepupunya itu. Bahkan tanah yang sekarang ia injak ini seharusnya dulu menjadi miliknya. Luna tersenyum mengejek, tertawa pada diri sendiri.

Betapa ironis hidupnya ini. Bergantung pada keluarga yang sangat tidak ia sukai. Ia mengingat betapa sombongnya Tante dan kedua sepupunya setiap kali datang mengunjungi rumahnya hanya untuk memamerkan betapa mapan kehidupan mereka. Luna kembali menatap sebelah sepatu milik Tina. Emosi yang kembali memenuhi hati dan menutupi isi otaknya, membuatnya melakukan tindakan spontan.

"Makan sepatu ini! Dasar sialaaaaannnn!"

Ia berdiri dan memutar tubuhnya menghadap taman labirin mini yang baru selesai dibangun di dekat tempat ia duduk. Sekuat tenaga ia melemparkan sebelah sepatu itu sambil berharap sepatu itu lenyap entah ke pelosok mana, jauh di dalam labirin. Alih-alih terlempar ke antara tanaman yang terpangkas tinggi dan rapi sebagai tembok labirin, sepatu itu justru meleset dari arah yang diinginkannya dan jatuh tepat di atas kepala seseorang yang sedang melintas atau mungkin memotong jalan menuju ke hotel.

Teriakan penuh rasa sakit terdengar melengking saat Luna yakin hak sepatu yang sangat runcing itu jatuh tepat di kepala seorang laki-laki.

Oh Tuhan! Apa yang baru saja ia lakukan? Apa ia baru melempar kepala tamu hotel dengan sepatu sialan itu?

Luna melotot, terkejut. Kedua tangannya menutupi mulutnya yang menganga lebar. Seorang laki-laki dengan tinggi tubuh sekitar 180 sentimeter berjalan ke arahnya, mengenakan kemeja kerja berwarna biru dengan dua kancing teratas terbuka lebar. Laki-laki itu membawa beberapa botol minuman di kedua tangannya. Cahaya lampu taman memantulkan kilau dari anting berlian kecil di telinga kirinya.

Hampir seumur hidup harus berjuang keras demi sesuap nasi, tidak sampai membuat radar sensitivitasnya terhadap benda-benda berkilau pudar begitu saja. Apalagi Tina dan Bianca sering memamerkan perhiasan merek setiap kali berkunjung ke rumahnya. Jadi, sedikit banyak matanya masih bisa bekerja cepat mendeteksi emas atau berlian dalam radius beberapa meter.

Luna masih tetap melotot dengan mulut terbuka lebar saat laki-laki itu menghampirinya sambil mengusap-usapkan salah satu lengan yang menggenggam dua botol minuman ke keningnya yang sudah berbekas kemerahan.

"Aku pikir hotel ini akan sama membosankannya dengan hotel yang lain. Tapi sekarang... aku berubah pikiran," kata laki-laki itu pada Luna sambil cengar-cengir.

Senyumnya yang terlampau lebar dan wajah pria itu yang di atas rata-rata membuat Luna mengerjapkan matanya berkali-kali. Alarm di dalam otaknya tiba-tiba berdering sangat keras, seakan memberi sinyal bahwa laki-laki yang sekarang berdiri di hadapannya termasuk jenis yang berada di "daftar hitam". Daftar itu berisi rentetan tipe laki-laki yang harus ia hindari. Senyum dan seringai di wajah laki-laki itu membuat Luna menyimpulkan bahwa ia baru saja melemparkan sepatu ke kepala serigala. Dan sekarang serigala playboy itu terbangun dan sadar ada mangsa empuk di depannya.

Empat botol minuman di genggaman laki-laki itu, yang Luna kenali sebagai botol minuman beralkohol, semakin membuat Luna merinding ketakutan. Apakah ia baru saja mencari masalah dengan pemabuk? Hari ini benar-benar penuh kesialan jika harus berurusan dengan laki-laki sedang mabuk. Belum selesai mengurus sepatu sialan itu, masalahnya harus ditambah lagi dengan membela diri jika laki-laki ini ternyata orang jahat. Aduh...! Mana tengah malam begini sudah tidak ada karyawan hotel yang melintas di daerah ini.

Luna mencoba menghirup udara di sekelilingnya dalam-dalam. Berharap tidak mencium bau alkohol dari tubuh laki-laki itu. Dan entah harapannya memang terwujud atau hidungnya yang tidak dapat mendeteksi bau alkohol, yang tercium hidungnya hanyalah aroma samar-samar pohon cemara yang berderet rapi di sekitar taman.

"Nggak ada kata sori? Hm... maaf mungkin?" Laki-laki itu menaikkan alisnya dan menatap Luna bingung karena Luna hanya bergeming dan terlihat menarik napas panjang berulang-ulang seperti orang yang sesak napas. "Hei! Kamu kan yang tadi melemparku dengan sepatu. Meski menyenangkan bertemu dengan cewek secantik kamu di tempat terpencil ini, tapi aku berharap paling tidak mendengar kata maaf darimu." Laki-laki itu merentangkan tangan dan menatap Luna dengan senyum menggoda. Menunggu dengan sabar sampai Luna membuka mulut dan meminta maaf padanya.

Setelah memastikan tidak mencium bau apa pun selain pohon cemara, Luna mengangkat dagunya agak tinggi agar dapat meneliti dengan jelas wajah laki-laki itu.

"Ehm... Maafkan... Aku...," gumam Luna kata demi kata, matanya masih menjelajahi wajah tampan yang ada di depannya.

"Ada sesuatu di wajahku?" tanya laki-laki itu dengan penuh percaya diri. Luna kembali mengerjapkan matanya. Bola matanya yang tadi memperhatikan bibir laki-laki itu kini bergerak ke atas dan menatap kedua bola mata laki-laki itu. "Kalau ada sesuatu yang aneh di wajahku, aku bisa pastikan itu akibat ulahmu tadi." Laki-laki itu mengangkat tangannya dan menunjuk Luna, masih dengan botol-botol di genggamannya.

***__***

Jangan lupa like, komen, dan vote nya ya 🤗 terimakasih.

Terpopuler

Comments

★titisan 🌰 jahat

★titisan 🌰 jahat

aduh sakit tuh pasti kena lempaaran sepatu 😆

2022-05-09

1

𝕱𝖘💓Nona Shi💓ᶯᵗ⃝🐍♕

𝕱𝖘💓Nona Shi💓ᶯᵗ⃝🐍♕

lah Luna main lempar aja, siapa ya laki laki itu 🤔

2022-05-08

1

 ‎🐰⃞⃟° ̥۪͙۪◌NUNA

‎🐰⃞⃟° ̥۪͙۪◌NUNA

wah aku kepo dengan fisual cowok nya
semangat author cerita bagus bikin senyum sendiri 🤭🤭

2022-05-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!