Dua

Ready Goooo🤗

Yang belum like dan vote jangan lupa ya😘

***__***

"Sori. Tapi aku nggak bermaksud melempar sepatu itu ke kepalamu. Aku cuma sedang kesal pada seseorang. Aku ingin melemparkan sepatunya ke labirin itu supaya nggak ada yang bisa menemukannya." Luna mencoba tersenyum ramah dan berusaha membela diri setelah yakin laki-laki yang berdiri di hadapannya bukanlah pemabuk seperti yang disangkanya tadi.

"Ke labirin kecil itu?" tanya laki-laki berkulit putih bersih itu sambil kembali menaikkan alisnya dan menunjuk ke satu arah. Gerakan spontan itu membuat Luna merasa pernah melihat laki-laki itu entah di mana. "Sekarang ada apa lagi dengan wajahku?" tanya laki-laki itu lagi setelah memergoki Luna yang kembali mengerutkan kening sambil mengamati lekat-lekat wajahnya.

Mata Luna membesar, terkejut karena laki-laki itu menyadari bahwa ia masih memperhatikan wajahnya. "Aku cuma merasa pernah melihatmu entah di mana," jawab Luna ketus.

Laki-laki itu tergelak mendengar jawaban Luna. Sambil menggoyangkan bahunya penuh percaya diri, dia mencondongkan tubuh ke arah Luna. "Ah... aku sudah sering mendengar kalimat yang sama."

Luna sangat terkejut mendengar jawaban yang terlontar dari mulut laki-laki itu. Dan yang lebih mengejutkan lagi, wajah laki-laki itu kini hanya sejengkal di depannya, memandangnya dengan tatapan yang... iih... sangat menjijikan! Dan Luna tidak dapat melontarkan peringatan karena laki-laki itu hanya berdiri di sana, tanpa sedikit pun menyentuh tubuhnya. Jadi secara teknis, laki-laki itu hanya "menggangunya" dengan tatapan maut. Tatapan yang hampir-hampir membuat Luna yakin ia berbalik saat itu juga, laki-laki aneh ini akan segera melompat dan menerkamnya.

Luna tidak dapat menghitung berapa lama ia melotot dan berapa lama waktu yang dihabiskan laki-laki itu dengan berdiri, menunduk, dan memandangnya dengan tatapan mata yang menurutnya sangat menjijikkan. Yang pasti, Luna hanya memperhatikan dalam diam saat laki-laki itu mundur perlahan, menunduk dan meletakkan empat botol minuman yang memenuhi tangannya di sebelah sepatu yang belum sempat dilempar, lalu berjalan kembali ke arah taman labirin tempat ia datang tadi.

Luna tidak mengerti apa yang akan dilakukan laki-laki itu saat dia mencari-cari di keremangan cahaya taman. Tak lama kemudian laki-laki itu kembali, menenteng sebelah sepatu yang tadi mengenai kepalanya.

"Jadi kamu ingin menyingkirkan sepatu milik orang menyebalkan itu?" tanya laki-laki itu sambil menggantungkan sepatu itu di ujung jarinya tepat di depan wajah Luna. Luna mengangguk perlahan dan menanti apa yang akan dilakukan laki-laki itu selanjutnya. "Dan sepertinya, yang ini pasangannya." Laki-laki itu menunduk menatap bangku taman yang tadi diduduki Luna lantas meraih pasangan sepatu itu. Sepatu yang besok akan dikenakan sepupunya. "Jika kamu ingin menyingkirkannya, lakukan dengan sepenuh hati. Seperti ini..."

Belum sempat Luna menahannya, laki-laki itu sudah melemparkan sepatu itu dengan gerakan cepat dan kuat. Sekarang sepasang sepatu itu lenyap, jauh ke dalam labirin. Jatuh di dalam kegelapan malam. Entah di sebelah mana.

Luna terbelalak tak percaya. Jantungnya berdetak kencang saat kepalanya meyakinkannya bahwa sepatu "keramat" itu sudah tak terlihat lagi.

Hilang sudah...

Seharusnya Luna merasa bebas. Merasa senang. Sepatu sialan itu akhirnya hilang dari hadapannya. Sepasang sepatu yang menyita perhatiannya sebulan penuh. Sepasang sepatu yang membuatnya harus menelan ocehan tak berguna dari Tina. Sepasang sepatu yang tidak mungkin lagi dikenakan Tina besok, di hari pernikahannya itu.

Oh, sial! Tamatlah riwayatnya. Meski sepatu itu hilang entah ke mana, tapi Tina akan selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Meski sepatu itu hilang entah ke mana, tidak akan ada yang membiarkan Tina berjalan ke altar dengan bertelanjang kaki, kecuali Luna tentunya. Semua orang akan semakin bersimpati pada Tina dan ia hanya akan semakin buruk di mata seluruh keluarga yang hadir besok.

Laki-laki itu tersenyum puas sambil menepuk-nepuk kedua tangannya, seakan sudah sangat berjasa membantu Luna menyingkirkan barang tak berguna itu. Namun, senyum puas itu tidak bertahan lama karena sedetik kemudian Luna menoleh garang pada laki-laki itu dan memukul bahunya sekuat tenaga.

"Siapa yang menyuruhmu melempar sepatu itu?" pekik Luna panik dan sedikit histeris.

"Bukannya kamu memang ingin menyingkirkannya? Kamu kan yang tadi melemparkannya ke kepalaku? Ingat? Lihat nih bekas merah di keningku!" balas laki-laki itu sengit.

"Itu tadi! Saat aku sedang kalut dan nggak berpikir jernih Sekarang aku sudah nggak ingin lagi menyingkirkannya! Biarkan saja penyihir sialan itu memakai sepatu sialan itu!" teriak Luna marah. "Gara-gara kamu sepatu itu jatuh entah di mana, mungkin semakin rusak. Dan yang pasti, kamu membuatku dalam kesulitan!"

Luna kembali memukul bahu laki-laki itu kuat-kuat lalu berderap pergi menuju taman labirin. Meninggalkan laki-laki itu yang ternganga, dengan empat botol minuman diatas bangku dan sepasang sepatu yang tadi dikenakan Luna tergeletak di samping kakinya.

"Wanita itu pasti gila," desah laki-laki itu saat Luna tergesa-gesa melangkahkan kaki telanjangnya memasuki gerbang pintu labirin dengan rambut hitam tebal bergelombang mengayun di punggungnya.

** Ariel pov **

"Kenapa kamu ikut-ikutan ke sini?" bentak wanita berambut tebal bergelombang itu. Ia membalikkan tubuh dan memandang Ariel dengan kemarahan yang nyata, lalu kembali berderap semakin jauh ke dalam labirin.

Ariel berusaha keras agar botol yang dijepitnya di masing-masing ketiak tidak terjatuh. Kedua kakaknya, Angga dan Abel, juga Juna, Bayu, dan Leo pasti sudah menunggunya untuk merayakan malam terakhir Leo sebagai bujangan. Tangan kirinya menggenggam erat dua botol minuman yang lain sedangkan tangan kanannya menggenggam sepatu milik wanita gila yang sekarang tiba-tiba melampiaskan kemarahan padanya.

"Kamu meninggalkan sepatumu. Kakimu bisa lecet. Kamu bisa menginjak benda tajam di sini," Ariel menjawab dengan nada santai dan berusaha tidak terdengar kesal. Seumur hidupnya Ariel tidak pernah membiarkan dirinya memperlihatkan emosi kepada wanita mana pun. Sekesal apa pun perasaannya. "Hei! Aku membawakan sepatumu!" Ariel sedikit menaikkan suaranya ketika wanita muda itu tidak mengacuhkan ucapannya dan tetap berjalan cepat-cepat di depannya. Ariel harus berusaha mengejarnya dan di saat yang sama harus menjaga agar keempat botol minuman langka itu tidak terjatuh.

Wanita berambut tebal dan hitam pekat itu semakin mengabaikan keberadaannya dan terus menerobos labirin dengan tubuh membungkuk dan bibir menggerutu. Wanita itu terlihat mencari-cari ke arah Ariel tadi melemparkan sepatu itu.

"Ingat kembali ke arah mana kamu melemparkannya dan cepat bantu aku menemukan sepatu itu!" oceh wanita itu sambil menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga.

**_**

Jangan lupa like dan vote ya, 😘

Terpopuler

Comments

★Chelow

★Chelow

ya ampun lun tadi dilempar sekarang di cari😂

2022-05-09

1

 ‎🐰⃞⃟° ̥۪͙۪◌NUNA

‎🐰⃞⃟° ̥۪͙۪◌NUNA

aduh kalo ada cowok kaya Ariel mau dong satu
mana ngga pernah menunjukkan kemarahan nya di depan cewek lagi

2022-05-08

1

 ‎🐰⃞⃟° ̥۪͙۪◌NUNA

‎🐰⃞⃟° ̥۪͙۪◌NUNA

jangan marah Luna cari aja lagi sepatutnya ayok cari di dalam labirin

2022-05-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!