Happy Reading 😘....
***
Lampu gantung di atas kepala tampak berputar sangat kencang dan beberapa saat kemudian memecah menjadi lima. Lalu kelima-limanya berputar dengan kecepatan yang sama hingga membuat kepalanya semakin pusing seakan siap meledak dalam hitungan detik.
Luna memegangi kepala sambil mengerang marah. Ia menendang selimut yang menutupi tubuhnya. Suara erangannya menggema keras di telinganya sendiri. Dengan sekuat tenaga, Luna mencoba duduk Gerakannya yang mendadak itu malah membuatnya semakin pusing. Akhirnya, ia terduduk dengan sedikit sempoyongan di atas tempat tidur mencoba memfokuskan pandangan ke arah bawah agar semuanya tidak tampak berputar. Setelah beberapa saat mengerang tidak jelas, ia bisa melihat kedua pahanya terpampang, kontras dengan ****** ***** hitam yang ia kenakan.
"Haaaah!!! Apa-apaan ini? Ada apa dengan kepalaku? Mana baju tidurku?" erangnya keras-keras. Kedua tangannya merapihkan rambut tebalnya yang sudah kusut masai dan pasti tidak akan bisa dengan mudah diatur hanya dalam hitungan menit.
Gerakan berputar lalu pecah di pandangannya sudah mereda. Tapi suaranya yang menggema di telinganya sendiri masih membuatnya pusing tujuh keliling. Matanya menatap buntalan selimut di sekitar kakinya.
Siapa yang mengganti selimutnya?
Luna mengernyit dengan satu tangan masih terhenti di rambut kusutnya. Matanya perlahan beralih menelusuri kamar.
"Aku tidak tidur di kamar hotel dengan ranjang sebesar ini! Aku tidur sekamar dengan Mama, di ranjang twin! Dan... pakaian siapa yang tercecer ini?"
Luna menarik gaun putih hadiah ulang tahunnya, tiga tahun yang lalu. Gaun itu berbau alkohol dan bertumpuk dengan kemeja laki-laki berwarna biru di sudut tempat tidur. Matanya melotot ngeri saat melihat celana jins laki-laki teronggok begitu saja tidak jauh dari gaunnya dan kemeja asing itu. Matanya beralih ke celana boxer hitam yang tergeletak beberapa senti dari celana jins misterius itu.
"Oh Tuhan! Oh... Tuhan! Jangan katakan...!" Luna bangkit sambil mengoceh panik. Dengan kepala yang masih pusing. Ia bergegas melangkah dan hampir terbentur ujung meja kopi. Pertama, ia memperhatikan tubuhnya. Meraba setiap jengkal kulitnya sambil memandangi dirinya sendiri di depan cermin. Hanya pakaian dalam yang melekat di tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang. Hampir di seluruh tubuhnya dipenuhi bintik-bintik merah.
"Arghhh...! Bentol apa iniii?! teriaknya super keras. Setelah menyadari bintik-bintik merah di sekujur tubuhnya, baru Luna merasakan perih di sana-sini. Lalu matanya kembali mengamati kamar hotel yang asing itu.
"Aku nggak tidur di kamar ini selama seminggu ini. Ini kamar siapa? Oh Tuhan... apa yang terjadi semalam? Pakaian siapa itu? Kenapa seluruh tubuhku bau menyengat seperti ini? Alergi apa pula ini sampai bentol-bentol pedih begini?"
Luna mondar-mandir panik mengelilingi kamar. Tangannya menggapai dan memeluk erat barang-barangnya yang tercecer di mana-mana. Sepatu milik Tina terlihat kotor dengan noda tanah di sana-sini, tapi masih baik-baik saja.
"Penyihir sialan itu pasti akan marah besar melihat sepatutnya kotor. Oh! Jam berapa sekarang?" Luna memijit pelipisnya kuat-kuat. Kata-kata kasar keluar dari mulutnya saat rasa pusing kembali menghajar kepalanya.
Bunyi pintu kamar terbuka memaksa Luna menghentikan kekhawatirannya dan membatu seketika. Kakinya tidak bisa diajak kompromi. Luna melotot ke arah pintu yang terbuka pelan. Tubuhnya menggigil tiba-tiba. Seakan baru saja merasakan dinginnya AC. Otaknya seakan membeku seketika, ia bahkan tidak berpikir untuk bergerak dan mencari apa saja untuk menutupi tubuhnya. Hanya tangannya yang semakin erat mencengkeram gaun dan sepatu milik Tina di depan dadanya. Napasnya pun ikut-ikutan tertahan.
Detak jantung Luna rasanya berhenti saat matanya bertubrukan dengan sepasang mata yang familiar. Laki-laki itu tersenyum lebar dan langsung menutup pintu kamar di belakang punggungnya. Sama seperti Luna, laki-laki itu juga tampak terkejut mendapati Luna berdiri di tengah-tengah kamar. Tapi rasa terkejutnya bisa dibilang hanya sebentar jika dilihat dari senyum lebar laki-laki itu yang sebentar merekah sementara Luna masih berdiri mematung dengan otak yang seakan masih membeku.
"Sepertinya kamu sudah bangun. Apa kamu ingat apa yang terjadi tadi malam?" Laki-laki itu menyandarkan tubuh dengan santai di daun pintu. Senyumnya yang lebar dan tatapan matanya yang menunggu reaksi membuat Luna tersadar. Seketika Luna panik dan berpikir bagaimana caranya meloloskan diri jika laki-laki itu berdiri menghalangi pintu.
Luna masih membisu. Matanya mengikuti gerakan mata laki-laki itu. Laki-laki itu mengamatinya dari atas dan terus turun menelusuri tubuhnya perlahan. Luna menunduk dan melihat tubuhnya sendiri.
Terkejut dengan betapa minim pakaiannya, Luna berteriak histeris dan berusaha kabur. Hampir-hampir menabrak pintu kamar mandi. Tangannya bergerak panik mencoba membuka pintu kamar mandi.
"Tenang! Tenang! Nggak ada yang perlu ditakutkan!" ucap laki-laki itu santai. Lina menoleh ke belakang bahunya. Menatap ngeri saat laki-laki itu sudah berdiri di belakangnya dan mengulurkan tangan. Dengan mata menyipit, Luna kembali berteriak histeris sambil menggedor pintu kamar mandi, seakan ada seseorang yang bisa muncul dari baliknya dan menyelamatkannya dari situasi mengerikan.
Laki-laki itu langsung membekap mulutnya. Mencoba meredam teriakannya. Kepalanya tertekan ke dada laki-laki asing itu. Luna merasakan tetesan air mata di sudut-sudut matanya membuat pandangan menjadi kabur.
"Aku nggak akan macam-macam. Aku janji," bisik laki-laki itu di telinganya. "Aku akan melepaskan tanganku asal kamu berjanji nggak akan berteriak histeris lagi dan membuat semua orang datang kemari. Kita berdua bisa sama-sama malu kalau sampai semua penghuni hotel datang ke sini untuk mengecek apa yang terjadi!"
Luna terdiam beberapa saat. Laki-laki itu menunggu jawaban. Tangan besarnya sedikit melonggar. Tangannya yang lain tetap menggenggam erat tangan Luna yang masih mencengkeram gagang pintu kamar mandi.
"Janji nggak akan teriak?" tanya laki-laki itu meyakinkan. Luna mengangguk lemah.
"Aku akan melepaskan tanganku pelan-pelan. Jangan berteriak! Aku tahu kamu pasti ingin menggunakan kamar mandi. Gunakan selama yang kamu mau! Aku akan menunggu di sini. Setelah selesai, kamu bisa keluar. Dan aku akan menjawab semua pertanyaanmu tentang apa yang terjadi kemarin malam," ujar laki-laki itu cukup meyakinkan di telinga Luna.
Luna mengangguk lebih kuat. Bekapan di mulutnya terlepas perlahan. Tangan besar laki-laki itu membantunya memutar gagang pintu kamar mandi. Luna melompat cepat dan menutup pintu kamar mandi secepat kilat.
Mata Luna terpejam dengan tubuh masih bersandar di pintu kamar mandi. Berusaha keras agar detak jantungnya mereda dan menunggu sampai napasnya kembali normal.
Apa yang baru saja terjadi? Siapa laki-laki itu? Oh Tuhan! Jangan-jangan ia sudah melakukan hal yang sangat buruk kemarin malam!
Luna terduduk di lantai kamar mandi. Pikirannya berterbangan ke segala kemungkinan yang bisa saja terjadi semalam. Setelah lelah duduk di dalam sana, Luna bangkit dan mulai mengenakam kembali gaun pendeknya. Bintik-bintik alergi di sekujur tubuhnya semakin pedih. Ia ingin segera kembali ke kamarnya dan cepat-cepat mandi.
***
Jangan lupa like, komen dan vote ya 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
★Chelow
positif thinking aja mingkin luna alergi nyamuk besar🤣
2022-05-09
1
ㅤㅤ💖 ᴅ͜͡ ๓ᵕ̈✰͜͡v᭄ ᵕ̈💖
itu bintik bintik alergi labirin apa alergi Aril😂😂😂
nah lho ril Lo apain Luna 🤭🤣🤣🤣
sampe perih perih gtu 🤭
2022-05-08
30
☘🌹Cinzia Collinz🌹☘
Hayoloh Luna.. kamu kenapa itu?? 🤣🤣
2022-05-08
16