Pertemuan pertama yang kacau

Detik berganti menit, dan hari telah berganti bulan, entah mengapa penantian kali ini begitu terasa cepatnya.

Tak terasa telah tiba saatnya untuk menyambut kedatangan orang yang masih asing bagi Liana namun dalam jangka waktu yang sangat singkat semuanya akan menjadi bagian dari hidupnya. Aneh memang tapi inilah jalan yang telah dipilih oleh Liana.

Liana menatap kosong kearah kaca begitu banyak bayangan yang melintas diotaknya salah satunya kejadian tabrakan tempo hari yang membuatnya begitu dekat dengan Jojo orang yang ia sukai.

"Apa aku harus menikahinya? Apa tidak ada cara yang lain lagi untuk membatalkan perjodohan ini" gumamnya sendiri.

"Kenapa harus seperti ini akhir kisah cintaku?" Liana menundukan kepala, Ia begitu kesal pada dirinya sendiri yang tak sanggup menolak keinginan hati untuk membatalkan semuanya.

"Kakak cepatlah! Ayah dan Ibu sudah menunggu dibawah" lontar Dafina setelah masuk kedalam kamar Kakaknya.

Ia mendapati Kakaknya memasang wajah lesu didepan kaca. "Kenapa lagi?"tanya Dafina sembari menghapiri Liana.

"Huh?"

"Sudah merasa menyesal dengan keputusanmu itu? Berfikir bagaimana cara membatalkannya?" Ucap Dafina yang mengetahui betul sifat kakaknya.

"Ya.. Aku ingin sekali."

"Yakk..!" walau Ia tahu jawaban akan seperti itu, tapi tetap saja Dafina begitu terkejut dengan pernyataan Kakaknya.

"Tapi sayang Aku tidak berdaya untuk melakukannya, Aku putuskan untuk mencoba menjalani semua ini" tutur Liana menyambung perkataannya.

"Baguslah kalau Kau berpikiran seperti itu. itu artinya kau masih waras."

"Hey... jaga ucapanmu itu, bila berbicara dengan orang yang lebih tua darimu!"

"Sudahlah ini bukan waktunya untuk berdebat. lebih baik kita keluar sekarang!" Dafina menarik tangan Liana dan dibawahnya keluar dari kamar.

Denting waktu mengiringi Sepanjang perjalanan menuju bandara. Ayah, Ibu, begitu bahagia menyambut datang sahabatnya hari ini. Diwajah mereka terpancar rautan kebahagiaan.

Begitu pula dengan orang-orang yang berada di bandara itu yang menunggu kedatangan pesawat yang sama, mereka terlihat begitu berdebar-debar saat menunggu orang yang sangat mereka rindukan akan turun dari pesawat yang akan mendarat sebentar lagi.

Namun kebahagiaan itu tidak dirasakan oleh Liana yang sama sekali tidak mengharapkan pesawat itu akan turun di Bandara hari ini, besok atau lebih baik lagi jika pesawat itu tidak pernah datang dan tak pernah ada pria itu didunia ini.

"Aku tahu ini sangat sulit untukmu, tapi cobalah berpikir tentang kesehatan ayah! Aku percaya padamu kalau kau bisa menjalaninya" tutur Dafina lirih.

"Kau mulai lagi. Kenapa Kau selalu berbicara melebihi kemampuan umurmu? Seperti Kakak yang menasehati Adiknya saja."

"Hiss.. Kakak ini, memangnya penting ya membahas hal itu dalam keadaan seperti ini?"

"Sudalah, bicara denganmu tidak akan pernah menang."

"Otakmu saja yang pas-pasan" cibir Dafina.

"YAKK!"

"Apa?"

"Tahu lah!" Liana memalingkan wajahnya dari adiknya.

"Ayah boleh aku membeli minuman sebentar? aku haus."

"Ya sudah, tapi jangan lama-lama! Sebentar lagi pesawatnya akan datang."

"Baik" Liana mengangguk.

Liana pergi dari kerumunan orang-orang itu, lalu menuju seorang penjual minuman.

"Mas minuman dinginnya satu!"

"Baik" tukas penjual itu sembari mengambilkan minuman yang dipesan Liana.

"Ini minumannya."

"Terima kasih" Liana membayar harga minuman itu.

Diteguknya minuman itu sekali, dua kali, sampai beberapa kali tegukan hingga habis. Dia menghabiskan minuman itu dalam waktu yang singkat.

"Apa yang harus aku perbuat? Bagaimana caranya aku bersikap?" Otak Liana begitu dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang susah ia cerna.

"Kalau seperti ini terus, bisa-bisa kepalaku akan pecah". "AHHH... SIALLL" Liana melemparkan kaleng minumannya untuk melampiaskan kemarahannya.

OOOPPPSS......!!! Sayangnya Liana begitu tepat sasaran, kaleng itu tepat

membentur kepala seorang lelaki yang saat itu sedang melintas didepannya.

Seketika Liana membalikkan wajahnya berharap tidak dicurigai oleh lelaki itu.

"aduh .. Kenapa harus kena orang sih? Kira-kira dia tahu tidak ya? Kalau aku yang melempar kaleng itu?"

"HAY YOU......!" teriak lelaki itu sembari berjalan kearah Liana, sepertinya kali ini keberuntungan tidak berpihak pada Liana.

"Apa dia memanggilku? Semoga saja yang dimaksud itu bukan aku" bibir Liana komat-kamit berdo'a agar bisa terbebas dari pria itu.

"Hai kau, gadis yang memakai baju putih" lelaki itu terlihat berjalan kearah Liana.

"Aduh tamat riwayatku"Liana pun menoleh kearah lelaki itu dengan senyum yang mengembang.

"Anda memanggil saya? Ada apa ya?" ucap Liana dengan pertanyaan bodoh.

"Apa kaleng minuman ini milikmu?" tanya lelaki itu dengan nada tinggi sembari menodongkan kalengnya.

"Emm.. bukan, ini Aku baru saja ingin membeli minuman jadi mana mungkin itu kaleng minumanku" perjelas Liana yang sebenarnya bukan penjelasan yang sebenarnya.

"Lagi pula, kenapa aku harus melemparmu? Kita kan tidak saling kenal" kelaknya sekali lagi untuk meyakinkan lelaki itu, namun tanpa sengaja ucapan terakhir Liana membongkar semua kebohongan Liana.

Sesaat lelaki itu terdiam namun dia terlihat menatap Liana dengan pandangan penuh kecurigaan.

Dengan tatapan seperti itu perasaan Liana menjadi sedikit gugup, dan sesaat Liana menelan ludahnya sendiri.

"Aduh... kenapa dia melihatku seperti itu? Aku jadi takut" resahnya dalam hati.

"Aku tidak pernah bilang jika seseorang melemparku"

"Apa?"

"Darimana kau tahu? jika baru saja aku dilempar kaleng oleh seseorang" tanya sang Pria menyudutkan Liana.

"Iya.. itu.." Liana berkeringat dingin.

"Nona ini kembalian untuk minuman tadi" Pelayan itu memberikan uangnya didepan lelaki itu.

"Ahh.. iya" Liana tersenyum pahit sambil menerima uang kembalian miliknya.

"Bagaimana ini sekarang?"

"Pelayan!"panggil Lelaki itu lantang.

"Aku ketahuan, pasti aku akan digantung hidup-hidup oleh Pria ini" Liana begitu cemas tak karuan, sembari menggigit kukunya agar sedikit tenang.

"Lebih baik aku kabur saja, mumpung dia masih bicara dengan orang itu" Liana melepas sepatunya agar tak terdengar langkah kakinya saat pergi dari tempat itu.

Liana pun terbebas dari pria asing itu dan kembali ketempat semula dimana keluarganya berada.

"Sepertinya wajah pria tadi pernah aku lihat, tapi dimana ya?" gumamnya sembari berjalan kembali ketempat keluarganya berada.

Setelah sesampainya disana ternyata orang yang ditunggu-tunggu telah datang, terlihat dari kejauhan mereka begitu akrab layaknya saudara yang baru bertemu setelah sekian lama berpisah. Liana dengan langkah anggunnya berjalan menuju mereka.

"Liana kenapa lama sekali beli minumannya?"

"Maaf Ayah! Tadi ada masalah sedikit, tapi sudah selesai" terang Liana.

"Bilang saja kalau tidak siap bertemu calon mertua!" sindir Dafina.

"Hay.. sekali saja kau bicara, akan aku tutup mulutmu selamanya" kecam Liana lirih sembari melotot kearah adiknya.

"Sudah-sudah" ibu berusaha melerai mereka berdua yang seperti Tom and Jerry.

"Liana kenalkan ini Paman Hari dan ini istrinya Bibi Tiara" Ayah memperkenalkan sahabat yang masih asing dimata anaknya.

"Selamat datang Paman, Bibi" Liana mencium tangan keduanya secara bergilir.

"Arvin kemarilah!" seru Ibu Arvin.

"Maaf saya terlambat!" terdengar ucapan seorang laki-laki tepat di belakang dirinya.

"Apa ini pria yang akan dijodohkan denganku? Terdengar dari suaranya sepertinya dia pria baik-baik, tapi sepertinya aku mengenal suara itu" batin Liana.

Tak ingin lama-lama penasaran Liana pun mengakhiri acara cium-ciuman tangan dan membalikan badannya tanpa ragu.

Betapa terkejutnya dirinya saat yang dilihat adalah Pria yang terlempar kaleng minumannya, "Itukan pria yang tadi" batinnya seraya berbalik membelakangi Arvin. "aduh.. aku harus bagaimana?"

"Liana perkenalkan ini anak Bibi! Arvin namanya" dengan ragu-ragu Liana merentangkan tangannya tapi kepalanya masih berpaling dari Arvin.

"Apa seperti ini cara kau berkenalan? Tidak mempunyai sopan santun sama sekali" kritik Arvin.

"Arvin apa yang kamu katakan? Cepat minta maaf pada Liana" tegur Ibunya yang merasa ucapan anaknya itu sangat keterlaluan.

"Kenapa aku yang harus minta maaf? Dia memang tidak punya sopan santun sama sekali, lihat saja mana ada berkenalan hanya mengulurkan tangan tanpa menatap orangnya" kritiknya sekali lagi.

"Arvin" tegur Ayahnya.

"Sudah tidak apa-apa memang ini kesalahan Liana" ucap Ayah Liana yang merasa tak enak.

"Liana cepat minta maaf pada Arvin!"

"Maafkan aku" Liana tetap saja tak memalingkan wajahnya.

"Liana" panggil Ayahnya dengan nada marah. Liana menghela nafas panjang sebelum membalikan wajahnya.

"Maafkan aku, atas ketidak sopananku."

"KAU..?!" celetuk Arvin begitu terkejut.

"Dan maafkan aku atas kejadian tadi" ungkap Liana terdengar begitu lesu.

"Jadi kalian sudah bertemu?"

"Iya, gadis ini tadi melemparku dengan kaleng minuman."

"Tadi aku tidak sengaja melempar itu kekepalamu, lagi pula salah sendiri berdiri disana" Liana mencoba untuk membela dirinya sendiri.

"Apa?" Arvin begitu terkejut saat ia dipersalahkan padahal jelas-jelas ia yang menjadi korban.

Sedangkan kedua Ayah malah tertawa begitu keras mendengar apa yang telah terjadi. "Aku yang jadi korban disini, kenapa ucapanmu seolah aku yang menjadi tersangka."

"Siapa yang menjadikan tersangka. Aku hanya membela diri saja, apa itu salah?"

Kedua anaknya tengah bertengkar mulut, malah para Ayah tertawa sembari membahas masa lalu mereka.

"Kamu ingatkan pertama kali kita berkenal?" tanya ayah Arvin mengulas memori lama.

"Iya aku ingat, waktu itu aku marah besar karena kamu bukan saja melempar punggungku dengan kaleng minuman tapi juga membasahi kemeja putihku, padahal saat itu aku sedang terburu-buru untuk interview." Keduanya tertawa bersama seraya berjalan keluar bandara.

"Ternyata mereka berdua tidak berubah, kalau sudah bertemu lupa dengan sekelilingnya. Istrinya pun mereka lupakan" ungkap Ibu Liana.

"Iya" Ibu Arvin membenarkannya ucapan ibu Liana.

"Ayah bisa berteman dengan paman Hari karena kaleng minuman, dan kalian berdua pertama bertemu karena kaleng minuman. Sepertinya kalian berdua memang berjodoh" goda Dafina cengar-cengir.

"Apaan sih anak kecil? Jangan bicara sembarangan!" ucap Liana geram.

"Memang siapa yang bicara sembarangan? Aku bicara sesuai dengan kenyataannya" kelak Dafina.

"Anak ini benar-benar membuatku gila" umpatnya kesal.

"Ayo semuanya, Kita pulang!" pinta Ibu Liana yang berjalan terlebih dulu bersama Ibu Arvin.

"Dafina maukan satu mobil dengan Kakak?" tanya Arvin menawarkan diri.

"Memang boleh?"

"Tentu saja"

"Iya aku ikut dengan Kakak saja. Dari pada dengan perawan tua yang pemarah itu" sindir Dafina sebelum pergi bersama Arvin, meninggalkan Liana sendiri ditengah keramaian orang yang berlalu lalang.

"Ahh.. sempurna. Sekarang bertambah satu lagi pengacau yang akan mempersulit hidupku" gerutu Liana yang berjalan belakangan.

Dan Pertemuan itu pun berlanjut ke makan malam bersama kedua keluarga, makan yang dipenuhi dengan nostalgia masa lalu dan percakapan tentang recana pernikahan.

"Maaf aku ingin pergi kebelakang sebentar" pamit Liana mungkin sudah tidak tahan berada ditengah-tengah mereka yang membahas pernikahan yang tak ia harapkan.

"Aku juga ingin kebelakang" Arvin menyusul.

Liana membasuh mukanya dengan air berharap dapat mendinginkan kepalanya yang sepertinya ingin pecah.

"Ahhh.. kenapa sih hidupku seperti ini? Kenapa keberuntungan tidak pernah berpihak padaku" kesal Liana dengan nada keras dan mulai tersadar bahwa sedari tadi Ia diperhatikan oleh dua gadis yang berdiri tepat disebelahnya.

"Ada apa? Belum pernah lihat orang yang sedang marah?"

"Dasar wanita tidak waras" cetus salah satu wanita itu.

"Memang aku tidak waras. Kalian tidak tahukan bagaimana rasanya dijodohkan? Rasanya seperti terhimpit tembok yang sangat tinggi dua ratus kaki dari kita, sesak sekali" ungkap Liana meluapkan kekesalannya. Lalu tak lama kemudian ia pun memutuskan untuk keluar dari toilet.

"Ada apa dengan wanita itu? Apa wanita itu sudah gila?"

"Mungkin saja" duga keduanya tentang Liana.

Sesaat setelah Liana keluar dari toilet ia telah mendapati Arvin berdiri tepat didepannya.

"Oh ya ampun" sontak Liana terkejut. "Kau mengagetkanku saja."

"Kenapa kau ada didepan toilet wanita?"

"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu, tapi bukan disini" Arvin menarik tangan Liana dan mengajaknya ketempat yang tak terjangkau oleh kedua orangtua mereka.

"Hai.. sebenarnya kita mau kemana?" Liana berusaha keras melepaskan tangannya dari genggaman Arvin.

"Sepertinya kau yang menginginkan perjodohan ini terjadi" ucap Arvin melepas genggamannya.

"Dengar! disana, ditempat tinggalku. Aku sudah mempunyai seorang kekasih"

"Lalu?"

"Apa kau mau menikah tanpa dasar cinta? Dan punya suami yang sudah punya seorang kekasih?" Liana terdiam sejenak.

"Tak menutup kemungkinan penyakit jantung pak Danu bisa kambuh kembali, jadi saya berharap pada keluarga pak Danu untuk memperhatikan kondisinya dan jangan buatnya merasa stress, ataupun tertekan, buatlah dia senyaman mungkin terhadap keadaan disekelilingnya"

Terngiang kembali ditelinganya, ucapan dokter tentang kesehatan Ayahnya.

"Iya aku mau" jawab Liana singkat setelah melepaskan nafas yang panjang.

"Apa.? Yak! Apa Kau sudah tidak waras? Sebenarnya Kau ini lahir di zaman apa sih?" geram Arvin.

"Menurutmu?"

"Menurutku Kau memang benar-benar tidak waras. Jika Kau masih memiliki akal, mana mungkin dengan mudahnya kau menyetujui perjodohan ini, apa kau tidak mempunyai impian untuk bahagia dengan lelaki yang kau cintai?"

"Semua wanita pasti menginginkan hal itu termasuk aku"

"Lalu kenapa kau masih saja menerima perjodohan ini?" Arvin semakin meninggikan suaranya kerana tak dapat menahan lagi emosi yang meluap dihatinya.

"Mungkin aku bukan wanita seberuntung itu, mendapat pria yang aku cintai dan yang mencintaiku" perjelas Liana.

"Lalu kau sendiri, kenapa tidak menolak perjodohan ini?" timpal balik Liana.

"Aku.." Arvin tak melanjutkan ucapannya malah ia asik dengan ingatan lama yang coba ia putar kembali.

"kalau kamu tidak mau menikah, jangan harap kamu bisa mendapat sepeser pun warisan dari ayah" ancam ayah.

"Kenapa tidak dijawab?"

"Aku.."

"Sudahlah, jangan menyalahkan orang lain! Jika kau sendiri tidak mampu melakukannya" Liana ingin melangkah pergi namun dapat dicegah oleh Arvin.

"Apa lagi?" teriak Liana yang mulai kesal.

"Jadi apa tindakanmu? Apa kau akan pasrah begitu saja? Aku tahu pasti kau juga tidak menginginkan pernikahan ini bukan?"

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang, mungkin aku akan menerima perjodohan ini seperti janjiku kepada Ayah."

"Benar kau akan melakukannya? Kau serius?"

"Kau sendiri? Bagaimana denganmu?" tanya balik Liana.

"Aku belum tahu". "Tapi yang jelas aku akan batalkan perjodohan ini tanpa harus ditendang dari perusahaan.

Karena aku tidak mau terikat dengan sesuatu yang sama sekali tidak aku sukai, apa lagi menikah dengan orang sepertimu" Arvin beranjak dari tempat itu.

Liana mendesah nafas berat, "ha... Aku tidak tahan lagi. Kenapa dia senang sekali mencibirku? Memangnya dia siapa? Tampang juga masih kalah jauh dari Aktor favoritku. Tapi tingkahnya seperti orang yang paling sempurna di dunia ini"caci Liana kesal.

"Aku mendengar ucapanmu itu, sekali lagi kau mencibirku, akan aku buat kau menyesal telah mengenalku" Arvin membalikan wajah sesaat lalu melanjutkan langkahnya untuk pergi dari hadapan Liana sedangkan Liana hanya menghela nafas panjang sebelum kembali ke meja makan.

***

Episodes
1 Jalan yang bercabang
2 Dihadapkan pada pilihan tersulit
3 Pertemuan pertama yang kacau
4 Senyuman diatas kenangan indah
5 Bagai kucing dengan anjing
6 Perjanjian diatas benang takdir
7 Wedding dress
8 Pertengkaran tak berujung
9 Honey.. Honeymoon
10 kacau balau
11 Sisi baru dari dirimu
12 Kau, aku, dan dia
13 Hati yang berubah - ubah
14 Rasa bersalah
15 Tak ada yang berjalan mulus
16 pelajaran menjadi seorang istri
17 Hari yang melelahkan
18 Tak kenal maka tak sayang
19 Jangan tunjukkan lukamu
20 Pengagum rahasia
21 Undangan
22 Bukan Sebuah Akhir
23 Baik-baik saja
24 Kencan
25 Kejutan kecil
26 Thank you
27 Rasa yang tersembunyi
28 Hati dimusim semi
29 Identitas sang pengagum rahasia.
30 Pertemuan pertama
31 Kebohongan terselimuti kebohongan
32 Seseorang dari masa lalu
33 Seorang dari masa lalu 2
34 Kembali ke posisi awal
35 Permainan takdir
36 Para hati yang berkabut
37 Kabar buruk
38 Saling menguatkan
39 Piknik
40 Ikatan masa lalu
41 Ikatan masala lalu 2
42 Kesembuhan Nenek
43 Hati yang tersisih
44 Tiga hati
45 Tiga hati 2
46 Tiga hati 3
47 Perhatianmu
48 Monster berwajah lembut
49 Rencana
50 Yang tak terduga
51 Kencan
52 Kencan 2
53 Kencan 3
54 Kencan 4
55 Terkuaknya Rahasia
56 Perayaan
57 Perpisahan
58 I Miss you
59 I Need you
60 Menguntit
61 Merindukan mu.
62 Ku meminta kembali milikku.
63 Bertemu kembali
64 Terkatup
65 Hari buruk
66 Berdamai
67 Resah
68 Makeover
69 Pesta Ulang Tahun
70 Dalam Bahaya
71 Bertahanlah!
72 Takut Kehilangan
73 Trauma
74 Cinta atau Benci
75 Kesedihan
76 pernyataan hati
77 Rumitnya Cinta
78 Ku pilih Cintamu
79 Empat Hati
80 Kembali
81 Hari-hari bersama
82 Senior Tampan
83 Just one day
84 Dipenghujung hari
85 Petak umpet dengan hatimu.
86 Permainan Takdir
87 Musim gugur di bulan April
88 Pergi untuk Kembali
89 Pergi untuk Kembali 2
90 Pergi untuk Kembali 3
91 Denting waktu tanpamu
92 Yang Dirindukan
93 Jodoh yang Dilindungi Ayah
94 Buah Bibir yang Terasa Manis
95 Ketika Wanita Bersama Pria Dewasa
96 Hari-hari Biasa Bersamamu
97 Kabar Besar
98 Happy Ending
Episodes

Updated 98 Episodes

1
Jalan yang bercabang
2
Dihadapkan pada pilihan tersulit
3
Pertemuan pertama yang kacau
4
Senyuman diatas kenangan indah
5
Bagai kucing dengan anjing
6
Perjanjian diatas benang takdir
7
Wedding dress
8
Pertengkaran tak berujung
9
Honey.. Honeymoon
10
kacau balau
11
Sisi baru dari dirimu
12
Kau, aku, dan dia
13
Hati yang berubah - ubah
14
Rasa bersalah
15
Tak ada yang berjalan mulus
16
pelajaran menjadi seorang istri
17
Hari yang melelahkan
18
Tak kenal maka tak sayang
19
Jangan tunjukkan lukamu
20
Pengagum rahasia
21
Undangan
22
Bukan Sebuah Akhir
23
Baik-baik saja
24
Kencan
25
Kejutan kecil
26
Thank you
27
Rasa yang tersembunyi
28
Hati dimusim semi
29
Identitas sang pengagum rahasia.
30
Pertemuan pertama
31
Kebohongan terselimuti kebohongan
32
Seseorang dari masa lalu
33
Seorang dari masa lalu 2
34
Kembali ke posisi awal
35
Permainan takdir
36
Para hati yang berkabut
37
Kabar buruk
38
Saling menguatkan
39
Piknik
40
Ikatan masa lalu
41
Ikatan masala lalu 2
42
Kesembuhan Nenek
43
Hati yang tersisih
44
Tiga hati
45
Tiga hati 2
46
Tiga hati 3
47
Perhatianmu
48
Monster berwajah lembut
49
Rencana
50
Yang tak terduga
51
Kencan
52
Kencan 2
53
Kencan 3
54
Kencan 4
55
Terkuaknya Rahasia
56
Perayaan
57
Perpisahan
58
I Miss you
59
I Need you
60
Menguntit
61
Merindukan mu.
62
Ku meminta kembali milikku.
63
Bertemu kembali
64
Terkatup
65
Hari buruk
66
Berdamai
67
Resah
68
Makeover
69
Pesta Ulang Tahun
70
Dalam Bahaya
71
Bertahanlah!
72
Takut Kehilangan
73
Trauma
74
Cinta atau Benci
75
Kesedihan
76
pernyataan hati
77
Rumitnya Cinta
78
Ku pilih Cintamu
79
Empat Hati
80
Kembali
81
Hari-hari bersama
82
Senior Tampan
83
Just one day
84
Dipenghujung hari
85
Petak umpet dengan hatimu.
86
Permainan Takdir
87
Musim gugur di bulan April
88
Pergi untuk Kembali
89
Pergi untuk Kembali 2
90
Pergi untuk Kembali 3
91
Denting waktu tanpamu
92
Yang Dirindukan
93
Jodoh yang Dilindungi Ayah
94
Buah Bibir yang Terasa Manis
95
Ketika Wanita Bersama Pria Dewasa
96
Hari-hari Biasa Bersamamu
97
Kabar Besar
98
Happy Ending

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!