Liana menceritakan segalanya tentang masalah perjodohan itu kepada para sahabatnya tanpa ada yang terlewat sedikit pun atau yang dilebih-lebihkan.
"Jadi Kau menerima begitu saja perjodohan ini?" tanya Anita terkejut.
"Mau bagaimana lagi, aku tidak memiliki pilihan lain" jawabnya singkat Liana dengan nada berat.
"Lalu bagaimana dengan nasib cintamu? Apa kau akan melepasnya begitu saja?" tanya Anita lebih lanjut.
"Tidak ada yang dapat Aku pertahankan. Ini hanya cinta sepihak Ku saja." ujar Liana.
"Aku tahu ini akan sulit untukmu, tapi aku yakin pengorbananmu tidak akan pernah sia-sia" tutur Rendi menepuk pundak Liana yang telah membawa beban berat dalam hidupnya.
"Kemarilah!" Sofi memeluk tubuh Liana lalu berucap, "Kau telah melakukan hal yang sangat benar, Aku bangga padamu!" Puji Sofi.
"Terima kasih" Air mata yang coba Liana tahan sejak tadi, kini jatuh tak beraturan ke pipinya.
"Sttt...! Tidak apa-apa. Segalanya akan menjadi baik seiring berjalannya waktu" ujar Sofi menenangkan hati Liana. Rendi membelai lembut rambut Liana, sedangkan Anita hanya dapat menangis melihat kisah sedih sahabatnya.
"Liana!" panggil seseorang dari belakang, membuyarkan segala adegan haru itu.
Ternyata suara adalah Arvin yang tiba-tiba muncul ditengah-tengah perbincangan mereka. "Ayo kita pulang!" ajak Arvin.
"Kau?" ucap Liana tak percaya. "Kenapa Kau bisa ada disini?" tanya Liana yang beberapa saat menyeka air mata yang tersisa.
"Tentu saja untuk menjemputmu. Memang untuk apa lagi?" ujar Arvin.
"Liana siapa pria tampan ini?" tanya Anita yang langsung mendapat sorotan tak suka dari sang kekasih.
Anita yang mengetahui itu langsung merevisi ucapannya, "Pacarku lah yang terbaik!" cetus Anita memeluk erat lengan sang kekasih untuk merendahkan amarah sang kekasih.
"Hai senang bertemu dengan kalian! Perkenalkan namaku Arvin" ucap ramah Arvin mengulurkan tangan.
"Jangan bertingkah begitu manis! Memuakkan" cibir Liana.
"Lagi pula seharusnya aku yang memperkenalkan sahabatku kepadamu" Arvin langsung diam, tidak meneruskan perkenalannya.
"Mereka berdua adalah Anita dan Rendi"
"Hallo! senang berkenalan denganmu" ucap Anita terdengar begitu manis.
Namun berbeda dengan sikap yang ditunjukan oleh Rendi yang menunjukkan ketidak sukaannya, "Hai!" Sapa Randi dengan sikap dingin.
"Dan ini Sofi" Liana memperkenalkan sahabatnya satu persatu.
"Ikatan kami memang disebut sahabat, tapi semua disini menganggap Liana sebagai saudara kami" ujar Sofi mendapatkan perhatian dari Arvin.
"Dia sudah melewati semua kesulitan ini sendiri, tanpa kami yang dapat membantunya."
"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?" ujar Liana yang memiliki firasat buruk akan ucapan Sofi selanjutnya.
Namun Liana langsung terdiam saat Sofi memberikan sebuah isyarat padanya, untuk tetap diam.
"Aku tahu, pasti Kau juga memiliki kesulitan yang sama. Tapi meski seperti itu, bisakah Kau tetap menjaganya!" pinta Sofi. "Dia memang terlihat kuat diluar tapi sebenarnya dia sangatlah rapuh."
"Sofi kenapa kau.."
"Akan aku lakukan" sela Arvin memotong ucapan Liana. "Aku akan berusaha menjaganya" ujar Arvin menyanggupi.
"Kau ini kenapa?" kesal Liana dengan ucapan Arvin yang ia anggap segalanya adalah palsu.
"Perlakuan manismu saat ini tak akan mengubah segalanya menjadi mudah. Jadi berhenti bersikap seperti itu!" Liana mengangkat tas ranselnya dan berpamitan pada ketiga sahabatnya yang hanya terdiam.
"Aku pergi!" Liana melangkah beberapa langkah di depan.
"Maaf membuat kalian tidak nyaman. Permisi!" Arvin pun ikut pergi, menyusul langkah Liana yang telah berada jauh di depan.
Liana menatap tajam hanya separuh wajah Arvin dengan penuh ketidak sukaannya pada Pria yang baru dikenalnya sudah berani menjanjikan ini itu pada orang-orang disekelilingnya.
Arvin dapat merasakan itu meski tak melihat secara langsung karena sedang fokus memperhatikan jalan. "Apa aku terlihat sangat tampan ketika sedang menyetir?" celetuk Arvin.
"Apa?" lontar Liana terkejut.
"Jika Kau melihatku dengan tatapan seperti itu terus, nanti bisa-bisa Kau malah jatuh cinta pada ku" narsis Arvin.
"Apa Kau tidak merasa jika Aku sedang marah padamu?"
"Kenapa Kau harus marah padaku?" tanya Arvin masih dengan kesibukannya memperhatikan jalan.
"Bukan harusnya Aku yang marah padamu?" lontar Arvin menyerang balik Liana dengan ucapannya.
"Aku yang Kau jelek-jelekan dihadapan semua temanmu. Jadi sepatutnya, akulah yang harus marah padamu" Terang Arvin.
Liana diam.
"Apa Kau menceritakan keburukkanku hanya untuk melampiaskan kekesalanmu karena tidak bisa berbuat apapun?" cetus Arvin, Liana tetap diam karena semua yang dituduhkan Arvin terhadapnya itu benar.
"Kau diam. Jadi semua yang Aku katakan itu benar kan?" Arvin tertawa sinis. "cikh.. tidak aku sangka gadis perpendidikan sepertimu bisa berbuat serendah itu."
"Apa maksudmu? Rendahan?" dengus Liana kesal.
"Kau lah pria arrogant, bermulut berbisa, tidak punya perasaan" maki Liana.
"Jika bukan karena penyakit ayah, selamanya Aku tidak akan pernah menikah dengan pria bermuka dua sepertimu."
"Memangnya Aku mau menikah dengan gadis yang mulutnya tidak pernah disekolahkan?" timpal balik Arvin, membuat kebencian Liana padanya meningkat berkali-kali lipat.
"Oh ya ampun.. rasanya kepalaku ingin pecah karena orang sepertimu" keluh Liana.
"Berhenti. Lebih baik aku turun sekarang! Dari pada harus satu mobil denganmu."
"Oh baguslah!" Arvin pun menepikan mobilnya, Liana pun keluar dari mobil Arvin.
"Ya sudah sana pergi! Tidak akan ada yang mencegahmu, malah aku senang karena aku terbebas dari mulut besarmu itu" caci Arvin menambah kemarahan Liana.
Dengan kerasnya Liana pun membanting pintu mobil Arvin. Dan dengan kemarahan pula Arvin pergi tanpa merasa kasihan sedikit pun dengan Liana.
"Ya sudah sana pergi! aku juga tak butuh tumpanganmu. Dasar Pria kasar!" teriak Liana lantang berharap agar Arvin mendengar perkataannya.
"Dengar! Aku juga bisa pulang sendiri tanpa dirimu!" tambah Liana suaranya semakin keras saja karena mobil Arvin terlihat bertambah jauh dari pandangannya dan beberapa saat kemudian mobil itu menghilang dibalik tikungan.
"Memang siapa dia? Beraninya mengintimidasi ku seperti itu" Liana mencibir dengan suara lirih, berbeda dengan sebelumnya.
Sejenak Liana tersadar bahwa disekelilingnya begitu sepi dan sebentar lagi awan bertambah gelap karena hari akan berganti menjadi malam.
"Kenapa disini sepi sekali?" batin Liana.
"Kenapa Aku harus memintanya menurunkanku disini?" Liana mengawasi sekelilingnya begitu sepi.
"Bagaimana ini? Sepi sekali" Liana begitu tidak tenang dengan suasana itu.
Sejenak Liana menengok sebuah tikungan yang dilewati mobil Arvin tadi. "Hstt... sebenarnya manusia seperti apa sih yang akan ku nikahi? Tidak punya perasaan sama sekali, seharusnya dia berpikir? Masa gadis sepertiku diturunkan ditengah jalan?" gerutu Liana.
"Walau itu permintaanku tapi tidak seharusnya dia langsung menurutinya, kalau itu memang diperlukan" omelan itu langsung berhenti saat ada seseorang yang menawarinya tumpangan padanya.
"Butuh tumpangan?" Seketika mata Liana terbelelak saat tahu orang yang menawarkan tumpangan adalah Jojo pria yang selama ini menjadi pangeran dihatinya.
"Hai... kita bertemu lagi!" sapa halus Jojo sembari melempar senyum mautnya yang dapat membuat Liana tergila-gila.
"Kakak?"
"Naiklah! aku akan mengantarmu."
Tanpa berfikir lagi Liana langsung mengiyakan penawaran Jojo. "Terima kasih!"
Serasa seperti menumpangi sebuah kereta kencana bersama pangeran hati yang akan menghantarnya ke Istana tempat peraduan mereka berdua.
Liana mendesah pelan, saat menikmati khayalan-khayalan tingkat tingginya yang tak akan pernah mungkin jadi kenyataan.
"Sungguh ini seperti mimpi bisa duduk disisinya, mencuri pandangan padanya" Liana begitu salah tingkah, tak tahu apa yang harus ia lakukan atau kata apa yang harus ia ucapkan. "Aduh.. bagaimana ini?"
"Ini yang ketiga kalinya" celetuk Jojo.
"Maaf?"
"Kita bertemu, dan semuanya secara kebetulan. Kebetulan yang sangat lucu bukan?" ungkapnya disela tawa kecilnya.
"Iya cuma tiga kali kita bertemu dan berbicara. Tapi lebih dari tiga kali aku hanya memandangmu dari kejauhan tanpa bisa untuk menyapamu" batin Liana.
"Liana!"
"Iya?"
"Boleh aku bertanya sesuatu padamu?"
"Katakan saja!"
"Akhir-akhir ini dikamus aku sering mendengar kabar tentang pernikahanmu. Apa semua itu benar?" tanya Jojo yang membuat kikuk Liana.
"I.itu.." Liana begitu bingung harus menjawab apa. "Apa yang harus aku katakan?" batin Liana.
"Ohh.. lagu ini" ucap Liana mengalihkan perhatian, saat mendengar sebuah lagu yang Ia kenal.
"Kau menyukainya?" tanya Jojo yang melihat Liana yang begitu bersemangat.
"Tentu saja, aku suka sekali dengan lagu ini" semangat Liana.
"Kau ternyata pengagum musik Korea juga?"
"Bukan musik saja, tapi semuanya. Dari serial, budaya, makanan, sampai gaya berpakaian mereka aku suka. Kalau mereka berakting terlihat begitu natural, tidak dibuat-buat terlihat seperti nyata" ungkap Liana dengan wajah berseri-seri terlihat jelas oleh Jojo.
"Kau bersemangat sekali." Senyum Jojo singkat.
"Ah maafkan Aku! Aku selalu seperti itu jika membahas tentang ini" ucap Liana tersadar bahwa dirinya terlalu berlebihan.
"Tidak apa-apa kok, lagi pula Aku juga menyukainya."
"Benarkah?" tanya Liana yang masih merasa ragu.
"Emm" angguk Jojo.
"Wahh.. ternyata kita mempunyai kesamaan ya!" Liana terlihat begitu bahagia, dan tak ada lagi rasa canggung diantara mereka berdua.
Dan selanjutnya mereka mengobrol layaknya teman yang telah akrab.
***
Jalan yang membentang begitu panjang pastilah ada ujungnya, dan pertemuan itu telah sampai pada ujung waktunya dengan terpaksa pertemuan itu harus selesai sampai disana.
"Terima kasih atas tumpangannya!" Ungkap Liana sesaat setelah turun dari mobil.
"Sama-sama. Selamat tinggal!" pamit Jojo.
"Selamat tinggal!" Liana melambaikan tangan pada Jojo sembari melemparkan senyuman manis sampai mobil itu pergi.
Namun Liana masih betah berdiri dan memandangi mobil sampai ujung jalan pertigaan dan menghilang dibelokan jalan.
"sudah jangan lakukan lagi! bukankah mobilnya sudah pergi" ucap Dafina yang melihat perlakuan Kakaknya yang menggelikan.
"Dafina menggagetkanku saja, sejak kapan kau disini?"
"Sejak tadi, Kakak saja yang terlalu asik melihat pria dengan mobil yang baru saja pergi dari sini" jawab Dafina sesuai dengan ia lihat.
"Dia siapa?" tanya Dafina balik.
"Bukan siapa-siapa" jawab Liana melangkah masuk.
"Apa Kakak akan berencana selingkuh dengannya, dan mengkhianati kak Arvin?"
"Apa maksudmu aku tidak mengerti?"
"Jangan bertingkah bodoh seperti itu! Aku tahu kakak menyukai laki-laki itu" perjelas Dafina.
"Kau ini masih kecil, tahu apa kau tentangku?"
"Aku mengetahuinya lebih dari dirimu sendiri, aku beri tahu ya! Selingkuh itu sangat menyakitkan jadi jangan coba-coba melakukannya" Dafina pergi setelah selesai menasehati Kakaknya.
"Oy... siapa yang ingin berselingkuh? Dasar anak kecil" gerutu Liana.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments