Setelah kelas bubar, Liana langsung bergegas mengemasi buku yang berserakan di mejanya.
Lalu dengan langkah cepat Liana keluar dari ruangan mendahului teman-temannya.
"Liana Kau mau kemana? Jamnya pak Totok kan sebentar lagi" teriak Sofi memanggil Liana.
"Aku harus ke Rumah sakit. Tadi Ibuku menelepon, Aku harus kesana sekarang. Tolong izinkan aku ya!"
"Tapi..." belum juga selesai bicara Liana sudah menghilang dari pandangan Sofi.
Liana berjalan dengan tergesah-gesah al-hasil ia pun tersandung kakinya sendiri, namun itu menjadikan keberuntungan tersendiri baginya karena ternyata dia terjatuh tepat dipelukan Jojo lelaki yang selama ini ia dambakan dan Ia idam-idamkan.
Mata Liana terbelalak dan tak sedikit pun berkedip saat tubuhnya jatuh pada pelukan Jojo.
"Ya ampun, mimpi apa Aku semalam? Sampai aku dapat sedekat ini dengan Jojo, dia tampan sekali" benaknya sembari membayangkan seorang pangeran Jojo yang gagah menyelamatkannya dengan berpakaian seperti kesatria.
Seketika suasana berubah seperti khayalan tingkat tinggi Liana yang saat ini kambuh, ia membayangkan Jojo seperti pangeran yang menolong seorang Putri yaitu dirinya sendiri.
"Tuan Putri apa kau baik-baik saja? Apa anda terluka?"
"Iya, Aku baik-baik saja pangeran. Asalkan bersamamu apa pun kesulitan itu akan terlihat begitu mudah" ucap lembut Liana sembari mengedipkan mata dengan perlahan.
"Aku mencintaimu" tutur lebut terlontar dari mulut pangeran Jojo sebagai khayalan Liana seraya menggecup tangan Liana dengan begitu lembut.
"Aku juga mencintaimu Pangeran" Liana tersenyum bahagia.
Sedangkan didunia nyata Jojo sangat mencemaskan gadis yang ditabraknya tidak berkutik sama sekali hanya memberi senyuman kepadanya.
"Hey Nona!" berkali-kali Jojo menyadarkannya.
"Nona, Kau baik-baik saja?" tanya Jojo meninggikan suaranya dan cara itu cukup manjur untuk Liana, Ia pun tersadar dari semua segala angan-angannya.
"Iya, aku baik-baik saja" Liana bangkit dari pelukan Jojo.
"Syukurlah kalau begitu" ucap Jojo lega seraya memberi senyum terindahnya pada Liana sehingga membuat jantung Liana berdegup kencang.
"Ya ampun, senyumnya manis sekali!" Seru Liana bersorak dalam hati.
"Oo Kau! Bukankah Kau Liana? Anak sastra angkatan tiga kan?" ujar Jojo tak yakin.
"Ah... iya. Itu Aku" ucap Liana terbata-bata.
"Ya ampun, ternyata dia mengingat namaku dengan baik. Senangnya!!" batin Liana.
"Perkenalkan namaku Jonatan Saputra tapi kau bisa memanggilku Jojo, aku satu tingkat diatasmu".
"Iya Aku tau itu dan Aku juga ingat waktu itu Kakak pernah menolongku saat kakiku terkilir."
"Benarkah? Aku kira Kau tidak akan ingat kejadian itu."
"Mana mungkin aku tidak ingat, kalau Aku pernah ditolong oleh pria tampan seperti Kakak" Liana cengar-cengir tak jelas.
"Apa?"
"Tidak ada"
"Oh ya.. by the way, kau mau kemana? Kelihatanya terburu-buru sekali?"
"Ahh..ya ampun aku lupa" Liana tersadar dengan tujuan ia semula.
"Maaf kak, aku harus pergi sekarang" dengan langkah cepat Liana meninggalkan Jojo.
Dengan langkah yang terburu-buru itu pula Liana sempat akan jatuh untuk kedua kalinya, namun kali ini ia dapat menyangga dirinya sendiri.
"Oh ya ampun" Liana menyangga tubuhnya dengan sempurna.
"Sampai jumpa!" ucap Liana yang mengetahui Jojo masih memandangnya dari kejauhan.
"Iya, sampai jumpa lagi!" balas Jojo dengan lambaian tangan dan senyuman dibibirnya.
Entah senyuman apa itu, senyuman bahagia karena bertemu dengannya atau senyuman geli karena kebodohan Liana harus terjatuh kedua kalinya dihadapannya.
"Aduh.. bodoh, bodoh, bodoh, bodoh.. apa yang aku lakukan tadi?" rintihnya menyesali semua yang ia lakukan seraya memukul sendiri kepalanya yang tak berfungsi betul saat dihadapan Jojo.
"Bisa-bisanya aku berbuat hal memalukan dihadapannya. Kesan pertama pasti akan terlihat buruk dihadapannya" disepanjang perjalanannya kerumah sakit, Liana tak henti-hentinya memaki dan menyakiti dirinya sendiri.
Namun saat sampai didepan kamar rawat ayahnya, Liana mengubah wajahnya menjadi penuh senyuman.
Tapi senyuman itu pun berubah seketika, saat ia tak sengaja mendengar percakapan ayahnya dengan salah satu suster yang merawatnya.
".. mau lebih panjang atau tinggal sehari pun terlihat sama. Tidak ada artinya lagi" curah ayah yang membuat langkah Liana berhenti dan mencoba untuk mendengarkan terlebih dahulu pembicaraan ayahnya dengan suster.
"Tuan mana boleh berbicara seperti itu, lagi pula saya lihat anda sangat beruntung mempunyai Istri yang setia menemani dan dikaruniai dua anak perempuan yang cantik-cantik. Menurut saya kehidupan anda sangatlah sempurna. Jadi sayang kalau ditinggalkan begitu saja" bujuk suster yang sedikit banyaknya mengetahui tentang keluarga pasiennya.
"Iya memang aku sangat beruntung mempunyai mereka, tapi tidak untuk mereka. lelaki tua sepertiku hanya akan merepotkan mereka saja. Terutama untuk Anak sulungku yang telah aku kecewa karena kebodohan yang ku buat dimasa lampau" ungkap ayah menceritakan semua yang ada diperasaannya saat ini.
"Ayah" desahnya lirih saat mendengar dirinya disebut-sebut dalam pembicaraan itu.
"Aku bukan Ayah yang baik untuknya. Karena itu aku sangat malu untuk bertemu dengannya."
"Minta maaf dan perbaiki kesalahan yang anda lakukan. Pasti semua akan berjalan dengan baik" yg tutur sang Suster.
"Tidak semudah itu. aku sudah berjalan cukup jauh kedepan, tidak mungkin melanjutkan lagi.
Apalagi harus kembali untuk sekedar menggengam tangan anakku, itu akan mengecewakan sahabat lamaku".
"Untuk apa Ayah kembali? Ayah hanya perlu terus berjalan kedepan dan penuhi semua janji yang Ayah buat" ungkap Liana yang baru saja masuk kedalam ruangan.
"Tidak akan ada yang merasa kecewa pada Ayah, dan tidak akan ada yang merasa terbebani karena Ayah. Jadi Ayah harus terus hidup! Supaya Ayah bisa mengantarku ke pelaminan nanti"
"Liana?"
"Apa? Tidak perlu terharu dengan pengorbananku. Lagi pula mana mungkin aku melepas kesempatan menikahi pria tampan dan juga kaya yang ayah pilihkan untukku."
"Jadi kamu mau menerimanya?"
"Menurut Ayah? Sudah sekarang minum obatnya! Dan satu lagi jangan merintih seperti orang tua yang tidak berguna!" pinta Liana memberi obat dan minuman untuk Ayahnya.
"Kalau begitu saya permisi dulu!" pamit Suster.
"Terima kasih Suster!"
"Iya sama-sama!" sang Suster pergi meninggalkan keduanya.
"Ayah!"
"Ehm?"
"Apa laki-laki yang mau dijodohkan denganku itu bener-benar tampan? Jangan sampai giginya keluar kedepan ya! Dan berkulit hitam" canda Liana mencairkan suasana yang sebelumnya sangat kaku.
"Tentu saja dia tampan. Nanti kalau sampai di rumah, Ayah akan perlihatkan fotonya padamu."
"Lalu apa dia benar-benar kaya?"
"Itu benar sekali. Dia seorang pengusaha properti yang sangat sukses. Dia juga berencana untuk membangun sebuah apartemen di Negeri ini." ujar ayah menjelaskan panjang lebar pada anaknya.
"Ternyata aku beruntung mempunyai Ayah. karena Ayah, aku bisa mempunyai calon suami pengusaha mudah yang tampan dan sukses" terucap begitu manis namun hati terasa tertancap duri terasa sangat perih.
"Dasar anak nakal. Kemarilah Ayah ingin memeluk anak ayah!" Liana memeluk Ayahnya dengan perasaan yang begitu kacau tak tahu harus sedih atau senang.
Begitu pula dengan Ibu Liana yang baru saja datang namun ia mengerti semuanya yang baru saja terjadi.
"Apa Ibu ketinggalan berita?" ucap ibu membuyarkan pemandangan mengharukan itu.
"Sayang! Kamu memang ketinggalan berita yang sangat penting, tapi sebentar lagi kamu akan mengetahuinya" lontar Ayah begitu bersemangat.
"Aku akan keluar sebentar untuk membeli sesuatu" lontar Liana memberi ruang terhadap orangtuanya untuk bicara secara leluasa.
"Liana terima kasih" ucap ibu lirih yang hanya dapat didengar Liana yang saat itu berada didekatnya, Liana hanya tersenyum lalu pergi.
"Mungkin ini keputusan yang terbaik untukku saat ini, walau bukan jalan ini yang aku inginkan tapi aku sudah memutuskan untuk memilihnya dan aku harus menjalaninya" benak Liana pasrah dengan senyum yang ia paksa didalam tangisnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Mak Gina 🌺 ℘ṧ
hai ka dyah ,aq mampir ya ...
semangat terus ...
jangan lupa mampir juga di karya ku ya
2020-02-22
2