Pelet Janda Penggoda
..."Dasar manusia tidak memiliki hati. Aku hanya berharap Tuhan membalasmu segera."...
...Aprilia...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Pelet Janda Penggoda Episode 01...
Aprilia menangis tersedu-sedu, memeluk lutut di sudut kamar kontrakannya. Dia baru saja manjadi seorang janda, di tinggalkan suami tercinta yang pergi ke pangkuan wanita lain. Aprilia terus membenamkan wajahnya di antara sela-sela lututnya yang menopang rahang wajahnya. Dia meneteskan air matanya, membasahi ubin lantai.
"Mas, tega tinggalkan aku dalam kontrakan seperti ini. Tak kau nafkahi lagi aku dan anakmu!" keluh Aprilia setengah berteriak dengan memukul dadanya kemudian. Dia menangis tersedu-sedu lebih keras dan mulai mejambak dirinya sendiri. Bukan hanya hati yang sakit. Namun, setiap ingatan yang manis di kepalanya bagai peluru yang menerobos jiwanya. Kenangan manis yang biasa membuat dirinya tersenyum, kini menjadi peluru yang melubangi hatinya.
"Dasar janji manis pembohong!" ujar Aprilia yang lalu beranjak bangun mengangkat kepalanya, mengedar acak matanya ke seluruh penjuru ruangan, dan tatapan akhir terminalnya jatuh pada sosok anak lelaki yang tertidur pulas di atas kasur.
Sedih. Aprilia menangis tersedu menatap buah hatinya yang berusia baru setahun. Seakan tiada kesukaran di sana. Wajah Dimas, anak lelakinya terlihat damai dalam tidurnya yang pulas.
Aprilia menghampiri anak lelakinya dan duduk di sisi ranjang, mencium kening anak lelakinya dan tangannya meraba setiap fitur lima indera pada wajah anak lelakinya, "Kau sangat mirip ayahmu, nak. Tetapi, jangan lah sifatmu mengambil dirinya. Dia pria tidak tahu diri."
Aprilia jatuh miring kembali ke lantai, dengan tangan yang meremas jantungnya hingga berdarah-darah, membuat air matanya terus berlinang dan berderai-derai membanjiri lantai.
"A-aku harus bangun," tekad Aprilia menyeka air matanya. "Mencari pekerjaan dan hidup baru di atas kehidupan pria gila itu."
...****************...
Lima Tahun Kemudian ....
Aprilia dengan ibu jarinya mulai menjelajahi jendela media sosialnya, dia dengan hati-hati mencari lowongan pekerjaan. Karena keterbataaan ijasah yang dia miliki hanyalah tamatan Sekolah Menengah Atas, membuat dirinya hanya mengacu pada staf pembantu administrasi di kantor. Lalu, dia segera menyerahkan aplikasi lamaran online melalu email yang tercantum.
Sebelumnya, Aprilia telah mengajukan banyak lamaran. Entah, setiap lamaran miliknya, hanyalah terkirim tanpa ada pemanggilan kerja. Dia menghabiskan hidup 5 tahunnya menganggur, dan menjadi asisten rumah tangga untuk orang lain, serta menjadi simpanan bebas pakai oleh sang pemilik kost.
Aprilia mengehela napas. Dia kembali ke pikiran nyata. Kembali, menatap layar ponselnya. Dia pun segera menekan tombol kirim ke email yang tertuju.
Lamaran online terkirim. Aprilia menarik napas lega, dan hanya berharap HRD perusahaan itu akan segera memanggilnya dan gaji itu dapat memenuhi kehidupan dirinya dan anaknya. Dia tidak perlu bergantungan pada Sadewa, sosok pria genit yang menyukai dirinya. Namun, dalam satu bulan saat ini, Sadewa tidak pernah mengunjunginya lagi. Pria itu terlihat telah melirik janda baru yang lain, yang tinggal di kost yang sama dengan dirinya.
Sabar. Aprilia memohon pada dirinya sendiri.
Aprilia menyeka air matanya lagi. Pergi ke dapur kontrakan kecilnya, dan mulai membuat nasi goreng. Karena, merasa ekonominya begitu terpuruk sangat dalam. Dia menangis kembali dengan banyak air mata yang jatuh ke wajan gorengannya.
"Jangan menangis," dukung Aprilia pada dirinya sendiri, dan punggung tangannya bergerak terus menyeka air matanya sampai bersih.
Tok! Tok!Tok!
Pintu kamar kontrakan di gedor-gedor dengan tinju yang mengepal dan seakan-akan menghancurkan pintu, jika Aprilia tidak segera membuka pintu.
"Maaf, Nyonya Santi," ucap Aprilia dengan sopan bercampur rasa takut.
Santi adalah istri sah Sadewa.
Mata sang pemilik kontrakan itu terlihat mendelik kesal, dan menggerutu segera dengan bibirnya, "Kontrakanmu sudah tiga bulan. Jika tak punya uang. Hari ini, aku akan usir kalian."
Deg! Aprilia mengerjapkan matanya sekaligus hatinya lagi dan lagi. Tagihan kontrakan membuat dirinya, harus memohon kembali meminta belas kasihan wanita paruh baya ini.
"Maaf, Nyonya Santi. Bulan ini tidak bisa."
Sang pemilik kontrakan melotot marah dengan biji mata bersiap keluar, "Kalau begitu, kalian keluar!"
"Nyonya Santi, kasih waktu sedikit ...," mohon Aprilia. Namun, sang pemilik kontrakan terlihat gusar dan tuli. Dia mendorong tubuh Aprilia dari garis pintu. Lalu, menerobos masuk. Membuka lemari dan menjatuhkan seluruh pakaian yang tersusun rapi ke lantai satu demi satu.
"Keluar kalian!" teriak pemilik kontrakan. Lalu, dia melihat anak lelaki yang terlihat masih tidur di kasur, dia segera menghardik, "Anakmu pemalas sekali. Jam segini masih tidur!"
"Jangan bangunkan, Nyonya Santi. Anak saya sedang demam," mohon Aprilia dengan langkah tergopoh-gopoh menghampiri sang pemilik kontrakan dan jatuh bersimpuh memeluk erat betis besar wanita paruh baya tersebut.
"Harus bangunlah! Karena kalian harus keluar dari rumah ini!" Pemilik kontrakan menepis tangan Aprilia, dan pergi ke sisi ranjang dan membangunkan anak lelaki tersebut, "Bangun!"
Dimas membuka matanya dengan raut wajah terlihat di rundung ketakutan. Wajah anak lelaki tersebut terlihat putih seperti kertas. Dia segera turun dari ranjang memeluk erat perut ibunya.
Aprilia dapat merasakan tubuh panas anak lelakinya yang tersentuh kulitnya. Dia pun segera duduk berlutut, memohon belas kasihan, "Jangan usir kami. Kasihani kami."
Pemilik kontrakan tersenyum malas, dan hanya memungut semua pakaian berserakan di lantai dan melemparnya ke teras kontrakan, dan dia pun menarik paksa Aprilia dan anak lelakinya keluar dari kontrakannya, dan mendorong melewati garis pintu. Lalu, dia kembali sebentar ke dalam kontrakan, hanya untuk melemparkan koper dan tas milik Aprilia.
Dengan raga yang berdiri di hadapan dua orang yang terlihat sangat kecil statusnya, membuat dirinya terlihat seperti raksasa kesombongan, dia pun mencibir, "Pergilah dan cari tempat yang bisa menampung kalian."
"Kemana kami harus pergi,bu?" Aprilia
"Kuburan misalnya," ketus wanita itu menjawab. Dia terlihat membenci Aprilia. Karena beberapa waktu yang lalu, dia mendengar gosip jika suaminya Sadewa pernah memasuki wisma yang sama dengan Aprilia.
Aku jijik sekali dengan wanita ini. Lebih baik aku mengusirnya, daripada dia melingkar pada suamiku.
"Kalian segera pergi!"
Aprilia menoleh ke langit. Langit terlihat hitam dan gelap, dan awan menggumpal bewarna abu-abu gelap pekat, akan bersiap menetaskan air langit yang akan deras.
"Selanjutnya akan hujan deras. Jadi, lebih baik kalian segera pergi dan mencari tempat tinggal," lanjut sang pemilik kontrakan, dan bunyi klek terdengar. Dia telah mengunci pintu kontrakan, dan dia berlenggang melangkahi dua sosok kecil yang telah dia usir.
Aprilia menatap punggung yang menjauh dengan sepasang mata merah dan akan meludah api, sekaligus dia berkaca-kaca kasihan untuk dirinya sendiri.
Dasar manusia tidak memiliki hati. Aku hanya berharap Tuhan membalasmu segera.
Aprilia membantu Dimas duduk di pinggir teras. Sementara itu dia memulai memungut satu demi satu pakaian miliknya dan anak lelakinya, dan menyusun rapi dalam koper kemudian.
Setelah semua pakaian penuh mengisi berdesak-desakan dalam koper bewarna biru malam itu. Aprilia menarik kancing dan mengunci dengan sandi yang biasa yang dia gunakan.
"Ayo, nak. Kita pergi."
"Kemana Bu?"
Aprilia hanya diam. Tidak ingin menjawab. Hanya tangan kirinya menyeret koper dan tangan kanannya menggenggam tangan Dimas untuk melangkah bersamanya meninggalkan kontrakan.
Baru beberapa menit telah berlalu, dengan sepasang kaki wanita dan sepasang kaki anak kecil menyusuri sepanjang jalan trotoar jalan raya yang terlihat ramai dengan lalu lintas arus kendaraan dan bunyi klakson yang kadang terdengar.
"Bu! saya lelah," adu Dimas yang merosotkan tubuhnya duduk di pinggir trotoar. Aprilia menghela napas, menyeka air matanya lebih dulu. Barulah, dia duduk di sisi Dimas. Membawa kepala anak lelakinya bersandar di dadanya. Deg! hati Aprilia terbakar seketika ketika telapak tangannya menyentuh kening Dinas yang terasa sangat panas.
"Dimas, apa kepala kamu pusing, nak?"
Dimas hanya mengangguk kecil dengan ufuk kepala yang melekat di dada ibunya. Wajahnya terlihat putih pucat.
......................
Bersambung ....
Terima kasih sudah mengikuti cerita ini sampai dengan episode ini. Besar harapannya author sih, readers terus mengikuti dan membaca, dan jangan lupa berikan hadiah 🎁, Vote 🎫, Like 👍, dan Coment setelah membaca yah .
Besar dukungan kalian sangat di harapkan Lo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Abuk Musliyah
mudah 2 an tidak terjadi apa-apa dgn Dimas,
2022-06-10
0
Kembarajjha
LnjUt ThOr
2022-06-03
0
Umi Kulsum
seru jg ya👍👍
2022-03-29
1