..."Aku tidak punya uang. Oleh itu, aku hanya cocok mengemis di kaki orang lain."...
...Aprilia...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...Pelet Janda Penggoda Episode 03...
Gedung Rumah sakit terlihat menjulang tinggi. Aprilia dan anaknya tidur dengan ranjang yang bersisian. Sementara itu, Puspa seorang wanita bergaun tipis bewarna merah menyala nampak mengarahkan setiap matanya melihat ke luar jendela.
Malam itu tampak tidak cerah. Gumpalan awan hitam terlihat menghalangi cahaya jutaan bintang yang bertebaran di langit. Angin menderu dengan perlahan masuk melalui jendela yang di buka oleh Puspa, dan mengirim rasa dingin yang mengigit tulang. Namun, berkat cairan merah dalam cawan ramping di tangan kanannya, dia mampu menghangatkan tubuhnya kembali.
" Arrrrg ...," erang wanita yang berbaring di ranjang. Dia tampak bangun berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat. Puspa segera memutar tubuhnya , dan berjalan menghampiri sisi ranjang wanita yang telah dia tolong dua hari yang lalu.
"Sekarang kau benar-benar bisa bangun!"
"...." Aprilia membuka matanya lebar seketika. Walau kepalanya masih sangat sakit, dia masih mengedarkan acak pandangannya, menatap langit-langit ruangan yang bewarna putih tulang, dan terminal terakhir tatapannya jatuh pada sosok wanita bergaun merah.
"Aku dimana?" Aprilia menatap pada Puspa, dengan tangan yang terus memijit pelipisnya. Kepalanya masih terasa sangat pusing, pandangannya masih terlihat bergoyang-goyang.
"Ini rumah sakit!" Sahutan wanita itu terdengar ketus. Aprilia hanya menyimpan ketakutannya sekaligus rasa sungkannya dalam hati.
Apakah wanita ini menolongku? Aprilia membuka bibirnya yang masih terasa sangat kering kerontang, dia memaksakan dirinya berkata, "Terima kasih sudah menolong!"
"Anakku?" Aprilia menoleh dan mencari Dimas, dan dia menarik napas, terasa lega kala menemukan Dimas terlelap di ranjang yang bersebelahan dengan miliknya.
Wanita ini kah yang menolongku dan Dimas? Aprilia kembali menatap dengan wajah bersemu merah, dia merasa malu telah merepotkan seseorang yang baru dia kenal saat ini.
"Terima kasih lagi atas bantuanmu ...," ucap Aprilia lembut. Namun, hanya deru napas kasar yang terlihat naik turun mengisi dada wanita itu. Ekspresi wanita itu terlihat tidak bersahabat.
Duh, apa ada yang salah? Aprilia segera memposisikan dirinya duduk. Ingin rasanya dia melompat berjongkok di atas lantai, dan memegang kaki wanita di depannya, sebagai ucapan terima kasihnya. Tetapi, geraknya terhalangi oleh selang infus yang melingkar pada pergelangan tangannya. Akhirnya dengan tangannya mengacung tinggi di udara, membiarkan selang itu terulur panjang, tidak menghalangi pergerakan dirinya.
Aprilia menumpukkan sepasang lututnya di lantai, dan satu tangan kirinya memegang kaki wanita yang terlihat makin angkuh, dan dia menjatuhkan kepalanya menunduk dalam menatap ujung sepatu wanita itu.
"Aku meminta maaf, sudah merepotkanmu. Aku sangat berterima kasih!"
Puspa mencibir dengan bibir merahnya. Sepasang matanya terlihat menjuling malas, "Cium Kakiku! dasar sampah merepotkan!"
Aprilia mendongakkan kepalanya ke atas, menatap dagu wanita itu teracung tinggi dan angkuh. Cium Kakiku!
Aprilia menelan pahit. Haruskah aku seperti itu? Mencium kakinya ....
Ujung sepatu Puspa terlihat bergoyang mengayun mendekati wajah Aprilia, "Dengan mencium kaki. Aku menghapus dosamu karena telah merepotkanku!"
Deg! Degup jantung Aprilia terdengar melompat tinggi, dan dia menatap nanar akan kaki berbalut sepatu yang terlihat wah dan indah dalam satu tampilan. Namun, akhirnya Aprilia menundukkan kepalanya, dan mendekatkan ujung bibirnya akan bersiap mencium kaki wanita di depannya.
"Heh!" Puspa menegur dengan kaki yang di goyangkan menjauh dari bibir wanita dengan status janda anak satu tersebut.
"Lepas dulu sepatunya. Baru kau cium Kakiku!"
Aprilia berhenti bernapas mendengar saran yang merendahkan dirinya, dia seperti telah di dorong masuk ke dalam tong sampah. Tidak ada harganya.
Dia bukan penolong! dia setan, umpat Aprilia menahan amarah, seraya tangannya melepaskan sepatu wanita itu. Kini, terlihat punggung kaki yang terlihat putih seperti susu, halus dan lembut berada dalam genggaman tangan Aprilia.
"Harga diri tidak perlu kau ingat lagi. Karena, kau tidak punya uang! Dasar miskin!" celetuk Puspa kala menangkap keraguan wanita yang berlutut di dekatnya kakinya itu.
Aprilia menelan ludahnya. Dia memang sedang menimang-nimang soal harga dirinya. Tetapi, kalimat wanita di depannya itu benar-benar telah melucuti selimut harga dirinya.
Aku tidak punya uang. Oleh itu, aku hanya cocok mengemis di kaki orang lain.
Aprilia pun menurunkan kepalanya, perlahan bibir putih keringnya menyentuh hati-hati kaki wanita di depannya.
"Tahan dan cium kakiku! Jangan lepaskan degan mudah!"
Aprilia hanya memejamkan matanya. Tidak berani mengindahkan teguran wanita itu. Dia terus menempelkan bibirnya, hingga air matanya pun ikut jatuh membasahi punggung kaki wanita itu.
"Kau jangan menangis! Dunia ini kejam. Jika saudaramu saja, enggan memberikan uang. Apalagi diriku! Oleh itu, aku ingin melihat bagaimana rupa dirimu seperti anjing yang setia padaku."
Aprilia menarik napasnya yang bercampur dengan Isak yang naik turun dalam dadanya dan tenggorokannya. Wanita ini terlahir kejam. Jika tidak ingin menolong, bukankah seharusnya kau tinggalkan saja kami di pinggir jalan.
"Apa kau tau? Biaya inap untuk kalian berdua itu sejuta semalam. Belum lagi obat dan lain-lain." Puspa terlihat kesal dan marah mengingat dia telah menguras saldo bank, hanya untuk mengurusi ibu dan anak yang tidak memiliki hubungan darah yang sama dalam tiap nadi mereka.
"Anakmu itu!" Puspa menunjuk tubuh anak lelaki yang masih terbaring di ranjang dengan pulasnya.
Anakku Dimas, ada apa dengan Dimas?
Aprilia menatap kosong dengan bibir yang terus menempel erat pada punggung kaki wanita itu. Dia sudah melupakan harga dirinya, kini pikirannya hanya mengkhawatirkan Dimas.
"Anakmu itu harus di rawat di rumah sakit selama 7 hari. Karena DBD! Kita baru berkenalan. Tetapi kalian sudah menguras uangku. Menguras keringatku!"
Aprilia menitikkan air matanya. Air matanya banjir turun bak hujan menyentuh bumi, sangat banyak kesedihan dan luka yang ikut tersayat di dalam daging hatinya.
"Maaaf ...," lirih Aprilia gentar akan setiap kata yang telah menjadi beban orang lain.
Satu cawan air anggur tiba-tiba membasahi kepala Aprilia. Manis terkecap jatuh di antara sela-sela bibir putih yang bergetar mencium kaki wanita angkuh itu.
Cih! Puspa meludah ke lantai. Dia memang terlahir sebagai wanita yang kikir dan suka mengepalkan tangan jika menyangkut uang. Karena, dirinya pun hanyalah seorang wanita penghibur di salah satu hotel bintang Lima. Uang yang di kumpulkan selama ini adalah untuk mengorbitkan dirinya menjadi artis pendatang baru,dan untuk memperbaiki setiap detail wajah.
"Kau pikir kau bisa bayar dengan satu kata! Kau harus menggantinya dengan uang! Jika tidak, aku akan membawa anakmu keluar hari ini! Biarkan anakmu mati karena demam tinggi!"
Aprilia segera mendongakkan kepalanya, sepasang matanya terlihat berembun, diapun lirih memohon, "Jangan, aku mohon. Aku akan perlahan membayarmu!"
Puspa menarik kakinya dari tangan Aprilia. Dia terlihat menyimpan rencana dalam hatinya, kala dia lekat-lekat menatap wajah Aprilia, yang terlihat manis dan cukup cantik.
"Perjanjian hitam di atas putih! Kau harus membayarnya!"
......................
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 184 Episodes
Comments
Afrida Nurain
ooo alaa..yg nolong ..prmpuan setan
2024-03-04
0
Kembarajjha
LnjUt
2022-06-03
0
Anonymous
narasi nya sangat sadis, lebay tapi kayae thor nya sangat peecaya diri, ok lah.. tak baca lanjutanya
2021-07-11
0