Cinta Setelah Perceraian
Jam di dinding kamarku menunjukkan pukul 8 pagi. Aku baru saja membuka mataku dan menyambut datangnya pagi hari di hari-hariku yang cerah sebagai seorang mahasiswa salah satu jurusan ilmu ekonomi.
Kurenggangkan sedikit otot-otot yang terasa amat nikmat. Ya, mengulet Itu memang sesuatu yang sangat nikmat tiada tara. Bangun tidur siang- siang, mengulet dan dengan santainya untuk berangkat ke kampus.
Hidupku memang seindah itu. Tinggal di kos-kosan yang jaraknya hanya 5 menit dari kampus. Aku anak dari juragan beras di kampung yang hidup merantau jauh dari orang tua. Aku bisa hidup dengan nyaman sambil kuliah di kota semua berkat sokongan dari orang tuaku.
Aku adalah anak perempuan satu-satunya dan juga anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakakku laki-laki dan sudah bekerja. Kakak pertamaku bernama Anton. Kak Anton meneruskan usaha Bapak membuka beberapa agen beras yang usahanya lumayan maju.
Berbeda dengan kata pertamaku, kakak keduaku lebih memilih bekerja di luar kota sebagai seorang arsitek. Ia yang paling berbeda di antara anak-anak Bapak.
Kak Rian, nama kakak kedua aku. Kak Rian sama sekali tidak tertarik untuk meneruskan usaha Bapak. Ia memiliki cita-cita yang diluar dari harapan Bapak.
Kak Rian tidak seperti Kak Anton yang amat penurut. Kak Rian punya cita-cita menjadi arsitek hebat yang bisa membangun gedung-gedung bertingkat megah di ibukota. Ia tidak peduli dengan sikap keras Bapak yang selalu menentang mulai dari kuliah bahkan Kak Rian bekerja sambil kuliah hanya untuk menggapai cita-citanya sendiri.
Ya, Kak Rian memang sekeras kepala itu. Jujur saja aku salut dengan keberanian yang Kak Rian miliki. Ia berani menghadapi sikap keras Bapak dan teguh dengan pendiriannya.
Lalu bagaimana denganku? Aku hanya anak perempuan yang biasa dimanja. Semua keinginanku sebisa mungkin Bapak turuti. Ibaratnya, aku bagaikan setangkai mawar yang harus dijaga tanpa boleh rusak sedikitpun.
Tapi tidak semua keinginanku bisa terpenuhi. Contohnya ya aku harus merelakan keinginanku untuk menjadi seorang dokter karena Bapak tidak mengijinkan. Bapak mau aku kuliah di bidang ekonomi agar nantinya bisa seperti kak Anton yang meneruskan dan mengembangkan usaha Bapak.
Aku harus melepaskan impianku memakai jubah putih dokter yang terlihat amat keren jika aku pakai. Bapak bahkan menyuruh aku belajar dengan keras agar bisa masuk ke perguruan tinggi di kota.
Yang bisa aku lakukan adalah menuruti semua keinginan Bapak. Aku nggak punya daya dan upaya untuk melawannya. Aku bukan seperti Kak Rian yang berani dengan terang-terangan menentang bapak bahkan nekat membiayai kuliahnya sendiri meskipun kulihat Ia tampak kesulitan untuk membayarnya tapi ternyata Ia mampu.
Aku takut. Aku takut kehilangan semua fasilitas yang Bapak berikan. Mana bisa sih anak manja seperti aku melawan keinginan Bapak?
Jadilah sekarang Aku disini. Di kos-kosan yang bisa dibilang cukup mewah untuk kalangan seorang mahasiswa.
Sudah menjadi hal yang wajar, letak kos-kosan yang dekat dengan kampus apalagi dengan fasilitas yang lengkap sudah pasti harganya lebih mahal dibanding yang lain. Bagi Bapak bukan masalah. Yang terpenting adalah aku menuruti keinginannya untuk belajar ilmu ekonomi.
Aku ibarat pion yang Bapak ciptakan untuk memenuhi keinginannya dulu yang tak pernah bisa ia wujudkan. Bapak terlahir bukan dari keluarga yang kaya. Sejak kecil Bapak hidup dengan serba kekurangan. Usaha dan kerja kerasnya lah yang bisa membuat Ia menjadi seorang juragan beras yang terkenal di desaku.
Sama seperti aku, Kak Anton juga pion yang Bapak ciptakan. Kak Anton penurut. Sangat penurut malah. Semua perintah Bapak ibarat titah dari sang raja yang tidak boleh Ia tolak.
Bapak sangat sayang dengan Kak Anton, tetapi tentunya Ia lebih sayang padaku. Aku adalah anak perempuan satu-satunya yang Ia jaga seperti menjaga sebuah gelas kaca. Tak boleh ada seorangpun yang melukaiku.
Sifat Bapak yang memperlakukanku terlalu berlebihan membuat rasa iri ada di dalam hati nya kak Anton terhadapku. Sekeras apapun Ia berusaha, tetap saja di mata Bapak biasa aja.
Berbeda denganku, saat aku menuruti keinginan Bapak untuk masuk jurusan ekonomi, Bapak ibarat menang lotre. Ia amat gembira. Ia bahkan tidak sayang menggelontorkan uang banyak demi memberikan fasilitas agar aku nyaman selama kuliah di kota.
Lalu bagaimana dengan Kak Rian? Kak Rian yang sejak awal sadar bahwa keinginannya akan bertolak belakang dengan keinginan Bapak sama sekali tidak iri terhadapku. Ia sadar Bapak tidak akan memperdulikannya. Jadi Ia sudah menyerah untuk mendapatkan simpati dan perhatian dari Bapak.
Aku lebih dekat dengan Kak Rian dibanding dengan Kak Anton. Mungkin karena Kak Rian tidak memiliki rasa iri hati terhadap aku. Dan aku melihat kalau Kak Rian tuh lebih sayang sama aku dibanding Kak Anton.
Aku menyudahi lamunanku. Mengingat tentang keruwetan keluargaku tak akan pernah ada habisnya. Aku bergegas mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Aku menyalakan shower dan mulai mengguyur kepalaku. Air shower yang dingin membuat rasa kantukku benar-benar sudah hilang.
Aku tidak berlama-lama di kamar mandi. Sudah jam 8:30 pagi saat aku keluar dari kamar mandi. Kayaknya aku lebih lama melamun deh dibanding mandi. Aku mengambil setelan celana jeans dan kemeja tangan pendek. Kutatap wajahku di cermin dan kupakai lipgloss dan bedak bayi agar aku terlihat lebih segar.
Aku tidak suka pakai make-up. Aku suka kesan natural yang ada pada diriku. Kupandangi wajah cantikku di dalam cermin. Aku tersenyum. Pantulan wajahku pun ikut tersenyum.
Tidak bisa dipungkiri, aku memang cantik. Aku merupakan salah satu kembang kampus yang lumayan terkenal. Banyak mahasiswa yang dengan terang-terangan menyukaiku.
Aku menikmati star syndrome yang ada dalam diriku saat ini. Bagiku, inilah indahnya hidup. Hidup dengan fasilitas yang Bapak berikan dan dipuja dengan banyak laki-laki. Apa yang lebih indah dari ini?
Berarti pacarku banyak dong? Jawabannya tidak. Memang sih banyak yang suka sama aku tapi aku nggak suka. Bagiku, enggak ada yang menarik.
Aku Bukannya sombong. Memang benar kok nggak ada yang bikin aku tertarik. Banyak yang menyatakan cinta sama aku. Tapi rasanya tidak ada yang berhasil membuat dadaku berdegup dengan kencang.
Itu yang aku baca di novel dan kisah kisah di drama. Katanya kalau jatuh cinta tuh bisa bikin dada kita berdegup kencang. Aku nggak pernah ngerasain kayak gitu.
Mereka yang menyukaiku ada yang ganteng, putih, ada yang anak orang kaya juga. Ada juga yang terkenal banyak fansnya. Tapi kalau aku nggak suka gimana dong? Masa sih aku harus menerima perasaan orang lain sementara aku sendiri nggak suka? Tujuannya apa? Biar dibilang aku keren? Biar dibilang aku hebat? Atau biar rating aku di kampus makin naik? Ih aku mah nggak kayak gitu.
Aku udah siap untuk berangkat ke kampus. Kulihat jam di dinding sudah pukul jam 8:45. Sebelum berangkat aku mengambil susu UHT di dalam kulkas.
Berbeda dengan mahasiswa yang merantau di kota lainnya, yang hidup harus prihatin. Aku tinggal di kamar kost ber-AC dan ada kamar mandi di dalam kamar.
Aku memiliki kulkas yang berisi full dengan makanan dan cemilan. Ibu sudah menyetok persediaan bahan makanan untukku saat mengantar aku ke kosan.
Setelah mengambil susu UHT aku memasukkannya ke dalam tas lalu berjalan keluar dari kosan. Tak lupa aku mengunci pintu kosan terlebih dahulu. Aku berjalan santai dan berhenti sebentar di depan tukang roti keliling dan membeli roti cokelat kesukaanku.
Kumasukkan roti yang aku beli ke dalam tas dan melanjutkan lagi perjalananku yang hanya tinggal beberapa meter sampai di depan kampus. Aku langsung menuju ke tempat mata kuliah statistik akan di mulai 10 menit lagi.
Adel sahabatku yang melihat kedatanganku dari jauh langsung melambaikan tangannya. Aku tersenyum melihat sahabatku yang bertubuh subur itu.
Bukan Adel yang menyambut senyumku, melainkan para cowok-cowok yang sedang nongkrong di depan kelas. Mereka ke-gr-an sendiri dan menganggap aku tersenyum sama mereka.
Aku melenggang dengan santai dan tidak menghiraukan siulan siulan yang mereka buat saat aku lewat. Kuhampiri Adel dan duduk di kursi sebelahnya yang memang sudah Ia sediakan.
"Enak bener dah artis kampus kalau datang banyak yang nyambut." celetuk Adel.
"Kamu mau kayak aku? Aku tuh udah kaya ikan lewat depan kucing tau gak. Enggak enak tau, Del."
"Iya, kalau kamu kayak ikan lewat depan kucing aku tuh kayak anjing yang lewat depan kucing. Mereka tuh pada kabur tahu gak?" gurau Adel.
Aku tersenyum mendengar ucapannya tersebut. Adel tuh lucu. Aku senang kenal sama dia. Walaupun Ia agak gendut tapi wajahnya cantik. Hanya saja Ia terlalu rendah diri dan tidak yakin dengan penampilannya.
"Udah ah aku mau sarapan, laper. Kamu mau gak? Tadi aku beli roti nih di jalan. Kalau mau kita bagi dua, gimana?" aku menawarkan roti yang aku bawa pada Adel.
"Enggak usah. Nanti kamu nggak kenyang. Aku udah sarapan nasi uduk tadi. Makan aja sendiri. Udah cepetan makan nanti dosennya dateng."
"Ya udah kalau kamu nggak mau aku makan dulu ya." Aku memakan sarapan pagiku dengan lahap. Perutku terasa kosong dan lapar karena setiap malam aku nggak pernah makan.
Dosen yang mengajar kelas kami belum juga datang. Aku memutuskan keluar ruangan untuk membuang plastik pembungkus roti. Baru saja keluar dari pintu kelas tiba-tiba....
Brug...
Ada seorang cowok yang menabrakku. Lumayan sakit juga karena tenaga cowok kan jauh diatas tenagaku.
"Aww... aduh!" rintihku.
"Oh.. maaf... maaf.... Aku nggak sengaja. Maaf banget ya." kulihat cowok tersebut terdengar tulus menyesali perbuatannya.
"Iya gak apa-apa. Jangan diulangin lagi ya. Sakit tau." kataku menasehati.
"Siap, Bos! Oh iya ruang kelas G dimana ya?" tanya cowok itu lagi.
Aku membuang plastik pembungkus roti lalu menunjuk ke arah kelas tempat aku keluar tadi. "Kamu kuliah di kelas G juga? Statistik?"
"Iya bener. Statistik. Kamu di kelas ini juga?"
Aku mengangguk. Baru kali ini aku melihat cowok ini. Ganteng soalnya. Gayanya setengah bad boy tapi kayaknya lumayan asyik juga orangnya.
"Anak baru ya?" tebakku.
"Iya. Oh iya kenalin, nama aku Leo. Leonard Messi." cowok itu lalu mengulurkan tangannya padaku.
"Beneran nama kamu Leonard Messi?" tanya aku ragu. Aku juga jadi ragu ingin menjabat uluran tangannya.
Cowok itu lalu tertawa. Deretan gigi putihnya dan lesung pipi di wajahnya membuat Ia terlihat makin tampan.
"Bukanlah, Non. Becanda doang. Leonardo Prakoso." Leo menyebutkan nama aslinya. Tangannya masih terulur menunggu tanganku menyambutnya.
"Maya Aprilia Putri panggil aja Maya." aku menyambut uluran tangannya.
Kulihat dari kejauhan Pak Slamet dosen statistik sedang berjalan menuju kelasku. "Masuk, yuk. Dosennya udah datang tuh."
Leo mengikuti langkahku masuk ke dalam kelas. Kedatanganku bersama dengan cowok yang sebelumnya tidak pernah ada di kampus ini membuat perhatian anak-anak sekelas teralih padaku.
"Siapa tuh May?" tanya Adel.
"Iya, siapa tuh May? Cowok lo ya?" tanya beberapa anak-anak bergantian.
"Bukan. Ini anak baru. Tadi Dia nanya ruangan sama aku di depan. Dia pindahan dari kampus lain kayaknya." kataku menjelaskan.
"Hai semua aku Leo. Aku anak baru di sini. Salam kenal ya semuanya. Semoga kita bisa saling temenan." kata Leo memperkenalkan dirinya.
Aku lalu berjalan menuju tempat dudukku disebelah Adel. Ternyata Leo juga mengikuti langkahku dan karena kebetulan tempat di sampingku kosong maka Ia pun duduk di kursi sebelahku juga. "Aku duduk di sini ya May. Aku kan belum ada yang dikenal di sini."
"Yaudah duduk aja." kataku mempersilahkan. Tak lama kemudian Pak Slamet masuk ke dalam ruangan dan mulai mengabsen kami satu per satu.
*****
2 bulan setelah pertemuan pertamaku dengan Leo, kami pun resmi berpacaran. Aku akhirnya menerima pernyataan cintanya.
Tak ada alasan bagiku untuk tidak menerima laki-laki seganteng dan semenarik Leo. Ibaratnya tuh Leo kayak punya kharisma yang tak pernah bisa aku tolak.
Sifat Leo yang mudah bergaul dan asyik bukan hanya menarik perhatianku tapi juga Ia dengan mudahnya bergabung dengan teman-teman satu angkatan. Leo orangnya supel dan ternyata kalau ngobrol dengannya tuh nyambung makanya anak-anak menyukainya.
Yang aku suka dari Leo adalah saat Ia tertawa. Saat Leo tertawa maka orang lain pun akan ikut tertawa terbawa suasana bahagia yang Ia pancarkan.
Maka jangan salahkan aku jika aku langsung berkata 'iya' saat Ia menyatakan perasaannya padaku. Disinilah aku sekarang, berjalan sambil berpegangan tangan menuju kamar kost milikku.
Leo biasa menunggu aku selesai kuliah dan mengantarku sampai ke kostan. Ia beralasan kalau seorang putri harus diantar oleh pangeran sampai ke istananya. Ia tidak mau ada seorang pun yang menggoda sang putri yang memang miliknya seorang.
Hal yang receh dan sepele menurut sebagian orang. Tapi aku menyukainya. Aku menyukai bagaiana Leo memperlakukanku. Aku menyukai bagaimana Leo mencintaiku. Dan aku terhanyut akan semua itu. Sampai akhirnya aku pun melanggar batas......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Putri Dhamayanti
kira2 lahirnya bulan mei ato april nih? 🤓
2024-07-04
0
Lela Lela
semangat
2024-07-02
0
Debi Rosdiani
membaca lagi kisah Leon& Maya. cerita yang ga bikin boring dan halu. Contoh realita kehidupan. dari pada novel sekarang banyaknya.......
2024-03-17
0