Tepat pukul setengah tujuh malam mobil Alice terparkir di depan rumah Isabel. Gadis berperawakan ramping berambut coklat yang tergerai dengan dress biru selutut itu turun dari mobil dan melangkahkan kakinya ke teras dimana Emma dan Isabel sedang berdiri disana.
"Mrs. Bennings," sapa Alice pada Emma.
Wanita paruh baya itu tersenyum hangat pada sahabat anaknya yang perlahan mendekati mereka berdua.
Isabel berpamitan pada Emma.
"Ingat, kan?" pesan Emma.
"Jaga diri dan pulang sebelum jam 11." Isabel memutar mata malas yang dibalas dengan colekan pelan di hidungnya oleh Emma.
Setelah keduanya berpamitan, mereka segera meninggalkan rumah mewah itu untuk menghadiri party di apartemen Ethan--teman Aiden--yang letaknya empat lantai diatas apartemen Aiden.
"Aiden menunggu kita di apartemennya," ujar Isabel setelah membaca pesan singkat dari Aiden.
"Okay," sahut Alice cepat.
Keduanya menempuh perjalanan sekitar 20 menit menuju apartemen Aiden. Sesampainya di gedung tinggi itu mereka menaiki lift untuk sampai di tempat yang mereka tuju.
Saat pintu lift hendak tertutup, tiba-tiba seorang gadis dengan tas ransel besar dan kardus yang terlihat penuh di tangannya setengah berlari ikut masuk ke dalam.
Gadis itu membalik tubuhnya menghadap pintu lift. Dan tanpa disengaja, tas ranselnya menyenggol tubuh Isabel hingga Isabel goyah dan hampir jatuh.
"Maaf. Maaf aku tidak sengaja," kata gadis itu merasa bersalah.
"Perhatikan barang bawaanmu! Kau membuat temanku hampir jatuh," kata Alice dengan nada agak tinggi.
"Aku tidak apa-apa Alice." Isabel memegang lengan Alice. Dia tidak ingin Alice mencari masalah hanya karena ketidak sengajaan kecil.
"Maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja," ulang gadis itu.
"I'm okay." Isabel tersenyum ramah. "Lantai berapa?" tanyanya kemudian. Melihat barang yang dibawa gadis itu, Isabel yakin dia akan kesulitan menekan tombol lift.
"Lantai 15," jawabnya.
"Kebetulan sekali, kami juga ke lantai 15," sahut Isabel lalu memencet angka 15 pada tombol yang berada di sisi pintu.
"Barang bawaanmu banyak sekali," komentar Alice.
"Eh, iya. Aku baru pindah ke sini," jawab gadis itu.
Percakapan mereka berhenti hingga akhirnya mereka sampai di lantai yang mereka tuju. Lantai 15.
Ketiganya keluar dari dalam lift dan menuju ke unit tujuan mereka masing-masing. Tidak disangka gadis itu menempati sebuah unit persis di sebelah apartemen Aiden.
Gadis itu meletakkan kardusnya di lantai. "Wah kebetulan sekali. Ternyata kita tetangga. Namaku Chloe. Nama kalian siapa?" ujar Chloe sambil mengulurkan tangan memperkenalkan diri karena dia mengira kedua gadis itu tinggal disana.
Isabel dan Alice saling pandang, lalu tersenyum kikuk.
"Aku Isabel. Dan ini sahabatku, Alice." Mereka bergantian membalas uluran tangan Chloe. "Kami tidak tinggal disini," tambah Isabel.
Gadis itu mengernyit.
"Ini apartemen kekasihnya." Alice menunjuk Isabel dengan matanya. Menjawab pertanyaan yang tidak terucap dari gadis itu sekaligus menegaskan kalau laki-laki yang tinggal di unit sebelahnya sudah punya kekasih.
"Oh, maaf. Aku kira kalian tinggal disini." Gadis itu tersenyum. Dan dibalas senyuman oleh keduanya.
"Aku harus segera membereskan barang-barangku. Sampai jumpa lain waktu." Gadis itu berpamitan lalu segera masuk ke unitnya setelah mendapat anggukan dari Isabel dan Alice.
"Pirang, tinggi, cantik. Watch your boyfriend!" ujar Alice menggoda sahabatnya.
"Sepertinya dia gadis baik-baik," balas Isabel sambil tersenyum miring, tidak mempedulikan ucapan Alice. Karena dia yakin Aiden tidak akan berpaling darinya.
"Terkadang gadis yang terlihat baik justru yang paling lihai di bidangnya." Alice mengerling jail.
Isabel menautkan kedua alis, tersenyum miring sambil menggeleng heran dengan sahabatnya itu. Dia sama sekali tidak terprovokasi. Dia lebih memilih untuk segera masuk ke apartemen Aiden yang sudah jelas menunggu mereka.
Tangan Isabel menggantung di udara ketika niatnya untuk menekan passcode di sisi pintu terhenti karena sang empunya apartemen membuka pintu dari dalam.
"Astaga!" Aiden mundur selangkah karena terkejut melihat kedua gadis di depan pintu apartemennya.
"Aku pikir kalian masih dijalan, jadi aku berniat menunggu kalian di lobi," ucap Aiden.
"Kami baru saja sampai," sahut Isabel.
"Karena kita sudah disini bagaimana kalau kita langsung naik saja," ujar Alice dengan antusias.
"Baiklah." Aiden menutup pintu apartemennya lalu berjalan sambil merangkul bahu Isabel.
Tentu saja pemandangan itu sungguh tidak mengenakkan bagi Alice. Gadis itu belum beranjak dari tempatnya berdiri. Dia menatap kesal pada dua sejoli yang sudah beberapa langkah di depannya.
Lihatlah, bahkan mereka lupa kalau masih ada satu manusia disini.
"Ehem!" Deheman keras Alice membuat dua sejoli itu menoleh serentak.
Isabel tertawa melihat raut wajah sahabatnya yang ditekuk. Lalu dia melepaskan tangan Aiden dari bahunya dan berjalan mundur hingga berjajar dengan posisi Alice berdiri.
Dia menautkan lengannya pada lengan Alice sambil berbisik, "Alice adalah gadis tercantik diseluruh dunia."
"Awas saja kalau sampai melupakanku lagi," gerutu Alice. Isabel terkekeh mendengar gerutuan sahabatnya itu.
Dalam sekejap wajah cemberutnya lenyap, berganti dengan wajah devil. Sepertinya ada yang berniat jahat disini.
Kedua gadis itu segera menyusul Aiden yang sudah lebih dulu masuk ke dalam lift.
"Ehem." Alice berdehem. "Aiden." Dia menoleh pada laki-laki yang berdiri di belakangnya dan Isabel.
"Hm," jawab Aiden sambil menatap santai pada Alice.
"Apa kau sudah tahu kalau apartemen di sebelahmu sudah di huni oleh seseorang?" tanya Alice sambil menoleh ke belakang.
"Oya?" komentar Aiden santai dengan wajah datar.
"Seorang gadis." Alice berusaha memprovokasi. Kini pandangannya mengarah pada gadis disampingnya.
"Oh." Aiden masih santai.
"Rambut pirang." Alice lagi.
"Benarkah?" Aiden santai.
"Tinggi." Masih Alice. Dia melirik Isabel yang memang memiliki postur tubuh lebih pendek dari dirinya.
"Aku suka yang tidak terlalu tinggi," balas Aiden.
"Cantik." Lagi-lagi Alice melirik dengan senyum devilnya.
Isabel sama sekali tidak terprovokasi. Dia hanya tersenyum santai mendengar celotehan Alice.
Pintu lift terbuka.
"Aku lebih suka gadis cantik yang satu ini." Aiden merangkul bahu Isabel dan mencium pipi gadisnya itu. Lalu dia berjalan keluar meninggalkan Alice yang berdiri dengan tatapan kesal karena kedua sejoli itu sama sekali tidak terpancing dengan godaannya
"Kalian!" pekik Alice yang lantas berjalan cepat mengikuti kedua orang di depannya.
Aiden dan Isabel terkekeh saat Alice berjalan cepat lantas sengaja menerobos di tengah-tengah mereka hingga membuat rangkulan Aiden terlepas dari bahu Isabel.
Dan, disinilah mereka sekarang.
Sudah banyak yang datang ke apartemen Ethan. Ethan memang sering mengadakan party. Namun, party kali ini sedikit berbeda. Party kali ini lebih ke perayaan atas keberhasilan lelaki itu dalam membangun bisnis pertamanya.
Aiden, Isabel dan Alice segera membaur dengan yang lain. Tidak banyak diantara mereka yang Isabel dan Alice kenal. Jadi mereka lebih memilih duduk di sofa sudut sambil menikmati makanan dan minuman yang di sediakan. Sedangkan Aiden, jelas dia sudah bergabung dengan teman-temannya. Meskipun sesekali mencuri pandang kearah gadisnya.
Ketika sedang asyik mengobrol tiba-tiba mata Alice menangkap sosok yang sedang berjalan menuruni anak tangga. Gadis itu tampak terkejut dengan kehadiran sosok itu di pesta Ethan. Kedua mata Alice membelalak. Napasnya berubah cepat.
"Ada apa, Alice?" tanya Isabel saat melihat sahabatnya itu tiba-tiba terdiam.
"Nick," ucap Alice lirih. Matanya masih tidak berpaling dari laki-laki berperawakan tinggi tegap dengan kemeja krem yang berdiri di samping tangga sedang berbincang dengan seorang perempuan.
Mendengar Alice menyebut nama Nick, membuat Isabel mengalihkan pandangan ke arah yang sama dengan Alice. Namun, dia tidak melihat sesuatu yang aneh disana. Karena memang dia tidak pernah tahu bagaimana wajah Nick. Dia hanya mendengarnya dari cerita-cerita Alice.
Nick adalah lelaki pertama yang menyentuh Alice. Gadis itu sangat mencintainya. Namun sepertinya tidak dengan Nick. Laki-laki itu meninggalkan Alice setelah gadis itu menyerahkan keperawanannya. Empat tahun berlalu. Dan ini adalah pertama kalinya dia melihat wajah itu lagi.
Hati Alice tersayat kembali ketika melihat wajah itu. Bagaimana dia menjalani hari-hari beratnya setelah dicampakkan begitu saja oleh Nick. Luka itu kini terbuka kembali.
Bahkan dia sempat berpikir untuk bunuh diri karena terlalu frustasi. Setelah merenggut keperawanan Alice, Nick menghilang tanpa jejak. Tidak pernah sekalipun Alice bertemu dengannya. Hingga saat ini, disaat yang tak terduga. Wajah itu kembali muncul di hadapannya, yang tanpa sadar telah mencungkil kembali luka lama di lubuk hati Alice. Luka yang selama ini dia sembunyikan dibalik sifat cerianya. Luka yang dia sembuhkan dengan cara yang salah. Namun, sesalah apapun caranya untuk sembuh, nyatanya cara itulah yang berhasil membawa senyum gadis itu kembali merekah.
tbc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
🌹Milea 🖤
heeem penasaran sama sosok nick itu pria seperti apa??🤔🤔
2020-11-10
1