Matahari Di Tengah Hujan Deras
Happy Reading ❣
...“Yang peduli diabaikan, yang abai dipedulikan. Selucu itukah kehidupan?”...
...~MDHD~...
Lapangan basket yang terdapat di SMA Pelita Bangsa itu tampak ramai dengan banyaknya murid yang berkumpul menyaksikan beberapa siswa yang sedang melakukan rutinitas latihan basket. Beberapa di antaranya ada yang berteriak, ada pula yang hanya diam menonton, seolah-olah tengah menyaksikan sebuah peristiwa untuk mengisi waktu luang ketika free class yang memang selalu ada di hari Jumat ini hadir,
“YUHU! SEMANGAT VINO MAINNYA! SEMANGAT!” teriak seorang gadis hingga berdiri dari duduknya. Tangannya memegang sebuah spanduk berisikan tulisan Semangat Vino! Dia adalah Tasya, salah satu gadis yang tergila-gila dengan pesona salah salah siswa yang bermain basket di sana. Dan, semua orang juga tahu bahwa gadis itu tak pernah lelah untuk mengejar seorang Vino.
“Sya, lo bisa nggak sih jangan teriak-teriak gitu? Kuping gue budek rasanya denger teriakan lo!” sentak Arin, teman gadis itu sambil menutup telinganya dengan kedua tangan.
“Hehe maaf, Rin. Kalau nggak gitu, takutnya Vino nggak tahu kalo gue lagi nyemangatin dia,” sahut Tasya disertai senyum lebar yang mungkin terkesan menyebalkan bagi sahabatnya ini. “AYO VINO SEMANGAT!”
Tak menghiraukan peringatan dari Arin, Tasya justru kembali berteriak dengan suara lantang, yang makin keras. Teriakan itu langsung saja disambut oleh berbagai tatapan tak suka dari para penggemar Arvino. Namun, Tasya tak memedulikannya, dia tetap pada aktivitasnya memberikan semangat untuk Vino.
“Sya, La, kantin kuy, lapar gue,” ajak Arin kepada kedua sahabatnya. Akan tetapi, Tasya tampak tak mengalihkan pandangannya dari permainan basket itu.
“Woi, Natasya! Lo dengerin gue nggak sih?!” geram Arin sambil menarik lengan Tasya, membuat gadis ifu refleks menoleh.
“Kenapa?” tanya Tasya.
“Kantin yuk, gue lapar, ini udah jam setengah sembilan.” Tasya melirik sekilas ke arah jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya.
“Lo duluan aja sama Lala, nanti gue nyusul, gue mau nyamperin Vino dulu, tuh udah pada selesai main,” ucap Tasya sambil menunjuk ke arah sekumpulan orang yang berjalan bergerombol keluar dari lapangan basket.
“Terserah lo deh, gue udah lapar. Ayo, La, kita duluan.” Arin beranjak dari duduknya sambil menarik lengan Lala, membawanya melangkah menuju ke kantin untuk mengisi perutnya yang sudah sedari tadi keroncongan minta diisi ulang, sedangkan Lala hanya bisa menurut saja.
Setelah Arin dan Lala pergi, Tasya juga ikut bangkit dari duduknya, dia menghampiri Vino dengan sebotol air mineral di tangannya.
“Vin, nih gue bawain minum buat lo.” Tasya menyodorkan botol air mineral pada Vino.
Vino hanya melirik sekilas ke arah Tasya, lalu berjalan pergi meninggalkan gadis itu, diikuti oleh kedua temannya . Tentunya tanpa berniat mengambil botol dari Tasya.
“Haih, Vino! Ini gue beliin buat lo tau!” Tasya berdecak sebal sambil berjalan membuntuti Vino.
Vino berbalik, menghadap ke arah Tasya yang tersenyum ke arahnya.
“Gue masih mampu beli air mineral doang!” Kemudian, tanpa mau menoleh lagi, pria itu pergi begitu saja menuju kelasnya.
Tasya hanya mampu tersenyum simpul. Tak sekali dua kali Vino memperlakukannya seperti ini. Namun, Tasya hanya mampu bersabar dan percaya bahwa keajaiban Tuhan itu benar-benar ada. Dia yakin, cepat atau lambat, kebersamaannya dan Vino bukanlah suatu hal yang mustahil, bukan lagi mimpi yang didapat bahkan tanpa harus tertidur.
Puk!
Tasya menoleh tatkala seseorang tiba-tiba saja menepuk pundaknya dari belakang.
“He!, mending buat Abang aja minumnya, Abang haus nih,” ucap seorang pria yang lebih tua setahun dari dirinya. Dia bernama Gilang, tepatnya adalah Gilang Arvito L. Pria itu begitu saja mengambil botol yang berada di tangan Tasya, lalu meneguknya hingga tandas.
“Ih, Bang! itu, kan airnya buat Vino, bukan buat Bang Gilang.” Tasya mengerucutkan bibirnya sebal lantas berjalan meninggalkan Gilang.
Melihat hal itu, Gilang langsung membuang botol yang dipegangnya ke tempat sampah. Dia segera menyusul Tasya dan mengimbangi langkah kaki gadis itu.
“Hei, jangan marah, nanti pulang sekolah kita beli es krim, hm?”
Tasya berbalik, kedua sudut perempuan itu seketika tertarik ke atas. Dia mengulurkan jari kelingkingnya pada Gilang, yang dengan cepat ditautkan oleh jari kelingking pria di samping.
“Janji?”
“Pingky promise,” ucap Gilang sambil mengacak pelan rambut Tasya.
“Bang, rambut Tasya rusak nanti.!”
“Ayo ke kantin, Abang udah lapar nih.” Gilang menarik tangan Tasya, membawa gadis itu pergi menuju kantin.
“Oh ya, Bang. Bang Alvan mana?” tanya Tasya yang sejak tadi tak melihat kehadiran sosok Abang kandungnya itu.
“Oh Alvan, tadi dipanggil sama Pak Heru ke kantor. Enggak tau deh suruh ngapain,” sahut Gilang, “kamu cari tempatnya, biar Abang yang pesan makanannya,” lanjutnya setelah tiba di kantin, dan dibalas anggukan oleh Tasya.
Seperginya Gilang, Tasya mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari keberadaan kedua sahabatnya.
“Nah, itu dia Arin,” batin Tasya. Gadis itu berjalan menghampiri Lala yang sedang duduk anteng menikmati makanan, juga Arin yang sesekali terkikik melihat ke arah ponselnya. Entah apa yang gadis itu lakukan dengan ponselnya.
Saking asiknya dengan ponsel, rupanya Arin tak menyadari kehadiran seseorang di depannya.
Brak!
Suara gebrakan meja itu mengalihkan perhatian Arin, dia mendongak guna melihat siapa yang berani menggangu waktu santainya. Seketika dia merotasi bola matanya malas, kala mengetahui siapa yang ada di hadapannya ini.
“Berisik lo!” hardiknya lalu kembali fokus pada ponselnya.
“Lo tau nggak? Lo itu udah kayak orang gila, ketawa-ketawa nggak jelas sambil nontonin ponsel,” celetuk Tasya lalu duduk di depan Arin. “Temen lo kenapa sih, La?” lanjutnya kepada Lala.
Lala menggeleng, menanggapi. Sejenak dia menyeruput pelan es tehnya sebelum menjawab pertanyaan dari Tasya.
“Lala juga nggak tahu, Sya. Kayaknya dia lagi jatuh cinta makanya ketawa-ketawa nggak jelas begitu.”
Tak berapa lama, Gilang pun datang membawa dua mangkok mi ayam, juga dua gelas jus jeruk.
“Nih, dimakan.” Gilang menyodorkan semangkuk mi ayam pada Tasya.
“Makasih, Bang,” ucap Tasya lalu mencampurkan mi ayam dengan bumbu penyedap rasa.
Tampaknya, Arin tak terganggu sama sekali dengan kehadiran kedua orang yang berada di depannya ini. Buktinya, dia masih saja asik dengan ponselnya dengan sesekali menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya.
“Lo kalau makan kayak gitu di depan mama gue, gue yakin lo pasti bakalan kena amuk.” Tasya kemudian mengambil ponsel Arin lalu menyimpannya di saku rok abu-abunya.
“Ck, balikin HP gue, ganggu aja sih lo.” Arin berdecak tak suka.
“Makan dulu, baru gue balikin ponsel lo. Ya nggak, La?” ujar Tasya, meminta persetujuan dari Lala. Sedang yang ditanya hanya mengangguk lalu memakan mi ayamnya.
“Haih, seneng banget sih lo gangguin gue,” desis Arin lalu memakan sotonya.
Tasya hanya menggidikkan bahunya acuh, lalu mulai tampak asik mengobrol dengan Gilang. Tak mengindahkan tatapan tajam yang sejak tadi dilayangkan ke arahnya. Temannya itu memang sesekali harus diberikan pelajaran. Etiket tidak baik akan terus berlanjut jika telah terbiasa. Dan, Tasya tak ingin jika di kemudian hari Arin justru dikecam karena perangainya yang kurang baik.
To be continued ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Yem
Selalu seperti itu kak.. Semakin kita mengejar semakin tidak akan didapatkan.. 😁
2023-03-05
1
abjdefghij
👍👍👍👍👍👍
2021-07-03
0
Peri Cantik
next part ya kakak
2021-01-24
2