AKU KAU DAN ISLAM

AKU KAU DAN ISLAM

BAB I

Beberapa minggu ini hujan kerap mengguyur kota Medan. Rumput pakis yang tidak dipersilahkan kedatanganya semakin bertunas subur mengitari setiap sudut pagar rumah warga, tanpa terkecuali rumah kepala komplek itu. Matanya membeliak sempurna takkala menyambangi belukar yang jangkungnya sepantaran dengan patung anjing yang tercegak di perkarangan rumahnya.

“Re, tolong ambilin papa gunting pagar di gudang ya” Antonius. Lelaki itu melaung suara ke penjuru bilik putri sematawayangnya. Hari ini ia komplit direpotkan dengan kesibukan komplek dan pasca Natal yang membuatnya harus wara wiri Gereja-rumah seperti setrika.

“Iya pa” Sahut gadis tujuh belas tahun itu dari dalam kamar. Ia membangkitkan tubuh dengan ogah, seharian ini aktivitasnya hanya telentang telangkup diatas airland kesayangannya.

Ester Abra

“Re, ngemall yuk” Dia menyipitkan mata, menerawang jelas pesan singkat yang bersarang dalam ponselnya.

Anda

“Oke Nyuk”

Ester Abra

“Mobil atau motor?”

Anda

“Angkot”

Ester Abra

“Emang ada ya princess naik angkot?”

“Re, mana guntingnya?” Antonius berkacak pinggang, ia mendengus geram lantaran gunting pagar yang tak kunjung datang. Punggungnya terasa mencelos dari tempat, kalau bukan karena gadis malasnya itu, ia pasti sudah terbaring lelap melepas penat. Antonius memang sengaja tidak mengizinkan tukang kebun untuk urip di rumah mereka setelah insiden kehilangan sepeda motor dua tahun silam. Ya, pencurinya adalah asisten rumah tangga mereka sendiri.

Anda

“Apasih nyuk, emak sambu kali wkwk”

Ester Abra

“Sumpah deh kalo bukan sahabat gue udah gue gibang lu”

Anda

“Siapa takut” Gadis itu terkekeh kocak. Dia dan Ester atau yang kerap disapa dengan bunyuk itu memang kukuh berteman sepeninggal mamanya saat sekolah dasar. Serupa saudara kandung, Ester sangat paham seluk beluk kehidupan dara berhidung mancung itu.

“IRENE NATALIA” Vokal Antonius pecah lebih power, dia menyebut lengkap nama putrinya dengan menekan volume pada ujung nama. Ia menggeleng bengis atas kelakuan Iren, menarik nafas dalam beserta bahu setengah mencongol ke atas.

“Astaga papa” Irene menelan salivanya dengan payah, menyembulkan tubuh lalu tunggang-langgang mengambil gunting pagar di dalam gudang.

“I-ini pa” Katanya terbata. Antonius tampak kesal, ia memandang horizontal bocah tunggalnya itu.

“Kalau disuruh orang tua itu cepat manut” Perintahnya seraya menunjuk Iren tepat di depan mata.

“Punya anak satu kok susahnya minta ampun. Jangan dibiasain!” Lanjutnya seraya merampas kasar gunting pagar yang masih terkepal di tangan Iren. Dengan buru-buru ia memotong rumput pakis itu setelah melihat kucuran air hujan yang kembali jatuh dari kaki langit.

Irene memang jadi berat diatur semenjak mamanya meninggal dunia. Dia mengalami despresi ringan dan sempat dibawa ke psikiater suwaktu sekolah dasar. Tidak terlalu berhasil, tapi cukup mampu menggugurkan delusi Irene tentang mamanya terus menerus.

***

Ting nong ting nong

Bel berbunyi, pertanda Ester sudah berdiri di muka pintu. Irene menatap jam yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya, pukul tujuh malam.

“Hello my bunyuk, long time no see” Katanya dengan tangan terhalang di depan dada. Ia mematung tepat di pusat pintu dengan senyum setengah mengembang.

“Apasih lebay” Ester memutar kedua bola mata seraya mengukir tanya. Irene seakan absen bertemu dengannnya selama satu tahun bulat.

“Hai om, apa kabar?” Sapanya setelah menceburkan diri ke dalam rumah Irene sembari mencium punggung tangan Antonius, lelaki itu tampak menyimpan banyak lelah malam ini.

“Ya beginilah” Jawab Antonius nyaris sumringai, menutupi rasa penatnya.

“Ohiya Re, tadi papa baru transfer ke rekening kamu ya” Antonius membelokkan pandangan, menatap putrinya yang tengah membenahi tatanan rambut.

“Oh my god papa” Mata Irene membulat kunci dengan mulut sedikit ternganga. Kesambet apa papanya setelah huru haranya sore tadi, batinnya dalam hati.

“Papa baik banget ini kan belum jadwal aku terima money” Lanjutnya membalas tatapan Antonius dengan binar. Senyumnya pecah membulatkan gundukan besar yang berada di kaki matanya.

“Never mind. Lagian papa kasihan sama kamu udah dimarahi sore tadi” Antonius mengelus lembut puncak kepala hawa tali jiwanya itu. Begitulah pribadinya, dia memang tegas tanpa harus mengeliminasi perlakuan manja jelita untuk Irene.

***

“Re, udah selesai pr bu Frisca belum? Nyontek dong” Ester menatap Irene yang tengah menyantap Richeesenya dengan bibir termanyun, matanya setengah berkaca berharap diberi selembar kertas berisikan jawaban pr dari konconya itu.

“Belum” Sahut Irene irit bicara.

“Lah, terus aku gimana dong?”

“Ya kamu kerjain sendirilah”

“Re” Katanya serempak membekuk lengan Irene “Plis dong” Ia mendongakkan wajahnya persis di hadapan Irene, menggantung harapan lewat tatapannya yang khusyuk.

“Mau sampai kapan jadi conteker terus?” Ledek Irene dengan nada menyindir. Irene memang pintar, acapkali teman-teman sekelasnya meminta uluran tangan dari Irene, terlebih kalau itu pelajaran hitung-hitungan.

“Ih conteker apasih. Re kerjain dong, besok dikumpul loh” Ester mengayun tenaga pada bahu Irene, ia sukses membuat gadis itu berhenti makan secara paksa.

“Ih iya deh iya, ntar aku kirim filenya” Merasa terganggu, akhirnya Irene mengiyakan permohonan Ester.

“Yipi, you’re the best Irene” Ester melompat kegirangan, tak perduli jika ada beberapa pasang mata yang menatapnya nanar.

***

Dinner selesai. Mereka meneruskan kegiatan dengan berlang-lang ria di dalam gedung lapang itu. Tempat ini memang pusat perbelanjaan terkomplit di kota Medan, tak ayal jika disumpeki oleh manusia dari belahan Medan manapun.

“Re, lucu banget” Seru Ester dari pojok ruangan setelah mereka memasuki doll shop.

Irene sekedar mesem tipis, ia masih fokus memilih boneka yang klop untuk dijadikan pajangan di atas meja nakasnya. Sesekali ia melirik orang yang berlalu lalang di dalam toko itu, malam ini terlihat lebih ramai dari lazimnya.

“Re, bagusan ini atau yang ini?” Tanya Ester dengan memboyong dua boneka berbeda warna. Sebenarnya bisa saja ia membeli dua sekaligus, tapi mengingat maminya bukan pecinta boneka Ester mengurungkan niatnya dan hanya memilih satu diantara dua.

“Yang i-“ Suara Irene terhenti begitu saja takkala seorang gadis remaja dengan baluran pakaian serba hitam berkelebat tepat di hadapan mereka. Wanita itu tersenyum minim dengan badan setengah menunduk pertanda meminta celah jalan pada keduanya. Irene termangu, ia menatap tanpa berkedip. Wajah gadis itu sangat cantik meskipun tanpa polesan makeup, pipinya kemerahan dengan dagu setengah bulat. Perangainya sopan serta pernak perniknya yang sempurna hitam membuatnya berbeda dengan gadis-gadis lain di pengelihatan Irene.

“Re” Tepukan keras pada pundak Irene berhasil membuyarkan pandangannya. Ia membiarkan gadis itu berlalu dan kembali menghadap Ester.

“Eh iya apa tadi?” Katanya gelagapan.

“Ini” Ester mengangkat tinggi bear doll itu, sejajar dengan wajah Irene.

“Yang ini aja” Katanya seraya menunjuk bear doll berpoleng cokelat tua.

***

Malam kian larut, melenggangkan setiap lorong komplek itu. Irene yang tengah syur dengan gadget masih membuka sempurna kedua bola matanya. Fikirannya masih bermukim pada gadis yang ia temui di Mall tadi, bahkan senyumnya masih bertengger sempurna di atas alam khayal Irene. Sontak, jemarinya mengetik beberapa huruf pada pencarian google di ponselnya.

Telusuri

Wanita berpakaian hitam

Ia menatap pusat layar handphone sembari menunggu garis hijau menyamperi angka 100. Matanya binar menanti objek figur yang tengah ia ingini.

“Ah sial!” Raut wajah masam terlukis di rupa. Pelacakan google itu memamerkan beberapa wanita berbusana hitam tanpa penutup kepala. Ia menggeleng samar seraya menautkan kedua alisnya pertanda sedang menimbang-nimbang sesuatu.

Selang beberapa detik kemudian Irene menganggukkan kepala gelagat mengerti. Ia tersenyum penuh luapan, merasa yakin bila cara ini akan berhasil.

Anda

“Hai Fat, mau nanya dong. Kalau perempuan Muslim yang pakaiannya hitam hitam gitu biasanya disebut apa ya?”

Fatimah Putri

“Ukhti. Kenapa Re?”

Anda

“Nothing, thanks ya Fat”

Tak ingin dicurigai, Irene buru-buru menamatkan percakapannya via whatsapp dengan Fatimah. Ia kembali mengulas misinya dengan menekan bintilan merah pada pencarian goole.

Benar saja, gambar objek yang dianganinya kini muncul dengan jumlah yang lebih dari ia ingini. Senyumnya membentang di wajah, ia menarik selimut setengah dada seraya mengarahkan layar ponsel tepat di ambang matanya.

“Ternyata hitam itu indah” Lirihnya seraya menscroll layar ponsel keatas dan kebawah.

~

Bersambung

Vote and comment guys

Sehat selalu ya 😉

Terpopuler

Comments

Abu Alfin

Abu Alfin

mampir bntar biar masuk list baca dulu
lanjut nanti
🙏

2021-05-06

1

hengki kayzen$☆

hengki kayzen$☆

like dari aku kk

2021-05-06

1

Wiselovehope🌻 IG@wiselovehope

Wiselovehope🌻 IG@wiselovehope

like + fave ❤️

2021-04-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!