Kriiing
Tangannya berupaya meraih jam beker yang berdering di atas nakas. Ini merupakan kali ketiga jam itu berbunyi setelah beberapa kali Irene memencet tombol offnya. Semalaman ini gadis itu terlampau enak dengan gadgetnya sehingga membuatnya kehilangan waktu tidur.
“Re bangun Re! Udah jam berapa nih?” Jerit Antonius sekaligus menggedor pintu kamar Irene. Ia menghirup nafas dalam, menetralisir darahnya yang hampir mendidih karena gadisnya. Kesiangan memang sudah menjadi tabiat Irene sejak dulu, tak ayal jika Antonius banyak menadah laporan getir dari pihak sekolah tentang keterlambatan Irene yang nyaris saban hari.
Dering jam beker yang disempurnai dengan gedoran pintu dari Antonius makbul membuat Irene tertegak dari lelapnya. Matanya menjegil takkala melihat jarum jam yang membidik angka delapan. Ia sudah terlambat dari 20 menit yang lalu.
Berbekal dengan jurus tiga jari plus air yang diusapkan pada kawasan mata, Irene menancap gas motornya agar lekas sampai pada bangunan penuh kisah kasih itu. Beruntung tempat yang dituju tidak jauh dari komplek ia tinggal, hanya membutuhkan waktu tujuh menit untuk sampai kesana.
“Holy shit!” Katanya mendengus sewot dengan kacakan pinggang diatas motor. Rupanya gerbang sekolah sudah ditutup.
“Mang Udin mana bisa diajak kompromi.” Gumamnya dalam hati. Biasanya ia akan menghadiahkan beberapa lembar kepeng sepuluhribuan acapkali terlambat ke sekolah agar satpam membuka kembali pintu gerbang. Namun tidak pada satpam yang satu ini, ia lebih mempraktikkan prinsip disiplin pada profesinya.
Irene menyugar rambut kebelakang, memantau setiap penjuru dari bangunan itu. Tilikannya bertahan pada tembok putih yang tengah direnovasi.
“Aku tau.” Katanya seraya menembak telunjuk keatas awan.
Mang Udin memarani siswi yang tampak repot dengan gadgetnya dari ujung post satpam. Entah apa yang sedang dirundingkannya namun mang Udin yakin kalau hal itu masih bersinggungan dengan keterlambatannya pagi ini.
“Duh uwis bali.” Ketus mang Udin dengan logat Jawanya ketika hendak menyamperi Irene di seberang jalan. “Youeslah.” Lanjutnya seraya berbalik badan kembali ke post satpam.
***
Irene tidak pulang. Ternyata dia hanya memainkan balik motornya menuju pelataran buntut sekolah. Dengan tarikan nafas yang tinggal seperdua ia berkoar pada Ester dari balik tembok berdasar putih.
“Nyuk, udah di belakang belum? Cepetan ini ambil buku kimia aku terus kumpulin di meja guru. Bilang aja sama bu Retno kalau aku lagi sakit.” Teriaknya seraya bertengger di atas pondasi bangunan yang nyaris rampung.
“Cepetan Nyuk, kaki aku sakit nih!” Vokalya menyesak pertanda sedang menahan sesuatu, ada materi kasat mata yang kini menancap pada sol sepatunya.
“Oke dapet. Terus kamu mau kemana?” Tanya Ester setelah gol menggaet buku biru berukuran mini.
“Cabutlah. Mau gimana lagi? Udah telat.” Jawabnya pasrah seraya menggeol-geolkan kaki agar serpihan kayu itu mencelos dari tapak sepatunya.
Akhirnya Irenpun angkat kaki meninggalkan kajian kimia yang seharusnya menjadi santapannya di hari ini. Baginya tidak ada sesuatu yang lebih menarik selain mangkir dari kewajiban sekolah dan sungutan guru killernya.
***
“Sakit bu. Tapi itu tugasnya udah di depan, tadi pagi saya ambil ke rumahnya.” Suara Ester terdengar power dari pojok kelas sesudah bu Retno memanggil nama Irene dari buku absen.
“Sakit atau cabut? Ngambil di rumahnya atau tembok belakang?” Pertanyaan bu Retno membulatkan sepasang indra penglihatan Ester.
“Dari mana perempuan ini tahu?” Batinnya. “A-anu bu itu-“ Ia menjawab dengan terbata, sudah tidak ada lagi dalih untuk bersilat lidah. Mungkin bu Retno menangkap basah keduanya yang tengah mengoper buku dari balik tembok secara diam-diam.
Bu Retno menyedot oksigen panjang lalu melepaskannya secara bertahap untuk menetralkan murkanya yang nyaris membeludak. Pasalnya ini adalah kali kesekian Irene dan Ester berlaku demikian, bu Retno sebagai wali kelas mereka akan menelan malu bila hal ini diketahui oleh guru lain terlebih jika itu kepala sekolah.
“Kalian berdua ini maunya apa sih?” Tanyanya seraya mengatupkan buku absen.
“Berkali-kali ibu peringati jangan lempar buku dari balik tembok. Kalian taukan tembok belakang sedang direnovasi? Kalau ada apa-apa gimana? Lagian kalian ini udah besar, dua belas SMA malah. Ga malu lempar buku dari balik tembok terus cabut entah kemana? Ingat kalian sudah dua kali kena SP, sekali lagi kalian ngulah jangan salahkan ibu kalau kalian di drop out dari sekolah ini.” Gertak bu Retno dengan panjang kali lebar.
“Terutama Irene.” Lanjutnya dengan nada lebih rendah. Meskipun Irene sedang tidak berada di ruangan, tapi ia yakin kalau Ester akan mengirimkan celotehya pagi ini pada join nakalnya itu. “Ibu tau kalian sering dikasih contekan kan? Irene itu pintar, tapi sayang adabnya terlalu minim untuk dipilih sebagai bintang kelas. Adab itu di atas segalanya nak, percuma kalian pintar kalau adabpun masih perlu diajar.”
Semua murid hanyut membisu mendengar penuturan dari bu Retno. Begitulah sosoknya, ia senantiasa perduli pada siswanya meskipun beberapa dari mereka jarang mengindahkan segala nasihatnya. Ah! Semoga anak-anak itu segera berubah.
~
Irene tersenyum was-was mengindahkan dumelan Ester mengenai bu Retno. Diteguknya jus jeruk yang tersuguh dengan sendat, matanya memutari seantero caffe pertanda mempertimbangkan sesuatu.
“Kalau aku sih ga masalah didrop out dari sekolah itu, tapi papa? Kamu tahukan kalau selama ini aku cuma sewa tukang ojek buat jadi wali palsu waktu aku kena SP?” Irene menyibak rambutnya kebelakang, kakinya menyentak kecil di atas ubin caffe, ia merasa cukup tidak lega siang ini.
“Bisa jadi sambel balado aku kalau sampai papa tahu.” Timpalnya dengan sedotan jus jeruk terakhir.
“Iyasih Re, mami aku pasti juga bakal marah banget kalau sampai aku didrop out gara-gara suka cabut.” Sahut Ester seraya mengusap wajahnya kasar.
Tidak ada jawaban setelah itu, keduanya saling hanyut dalam fikiran masing-masing. Ester sibuk dengan menungannya sedangkan Irene repot dengan buah pikirannya.
“Eh bentar deh mau keluar.” Kata Irene membuyarkan lamunan Ester setelah suasana hening selama beberapa saat. Ester tak membalas sepatah kata pun, ia hanya menganggukkan kepala sebagai tanda mengiyakan perkataan Irene. Ditontonnya punggung sekutunya itu sampai benar-benar lenyap dari ambang pintu caffe.
Irene bergegas keluar dari dalam caffe, tidak ada misi khusus selain ingin membuang cairan kental yang finis membanjiri jalan napasnya. Beberapa hari ini tubuhnya memang kurang apik akibat alkohol yang ditenggaknya dalam porsi bukan main beberapa pekan lalu.
Berbekal jari telunjuk dan biang tangan, Irene menjepit hidung runcingnya dengan bertenaga.
“Hadeh banyak banget sih lu ingus.” Katanya seraya membungkukkan badan setengah tiang.
“Astagfirullah kalian ini. Jangan ngetawain orang sembarangan, barangkali dia memang lagi sakit.” Suara itu sukses menghentikan kegiatannya, ia mengangkat kepala lalu melacak haluan suara.
“Astaga!” Katanya refleks membalikkan badan. Matanya terbelalak, ternyata ada sekawanan pria yang sedari tadi memperhatikannya dari kacek beberapa meter. Mereka berbusana dengan tidak lumrah di mata Irene.
Ia tak berkutik, kukuh pada posisi membelakangi mereka. Ditutupnya rapat-rapat lingkungan wajahnya dengan kedua telapak tangan agar mereka tak sempat melihat pipinya yang memerah karena malu.
“Sial!” Ketusnya jengkel setelah gerombolan lelaki itu hilang dari pengelihatannya.
Ia kembali memasuki caffe setelah menamatkan hajatnya di luar. Namun betapa terkejutnya dia saat geng pria yang meledeknya tadi juga berada di dalam caffe itu. Mereka baru saja masuk dan duduk tepat disamping table dirinya dan juga Ester.
Langkahnya terhenti, ia sekelebat berfikir dalam bagimana caranya supaya mereka tidak menyaksikan kehadiran dirinya di dalam caffe yang sama.
“Ah aku tau.” Irene menaikkan sesisi alisnya seraya menyunggingkan senyuman tipis.
Dengan agak berjinjit kaki ia melalui meja sekawanan lelaki itu, mendindingi wajahnya dari balik rambut lalu menyeluduk dari renggangan batang tubuh pelayan caffe yang berlalu lalang.
“Kamu ngapain Re?” Seru Ester penasaran dari pojok bangku. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, memperhatikan gerak gerik Irene yang mencurigakan.
Mendadak cekakaan akbar berhasil menyempal dari mulut beberapa orang yang memperhatikan kelakuannya, siapa lagi kalau bukan gerombolan lelaki yang meledeknya tadi. Mereka kembali dipingkalkan dengan lagak Irene yang nyata menjajal untuk meniadakan diri.
“Bunyuk hah!” Sungunya geram. Tubuhnya beralih kaku, ia melirik Ester dengan pandangan bengis. “Awas kamu!” Irene mereguk nafas dalam sambil menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak.
“Jangan sembarang ngetawain orang.” Kalimat itu kembali terlantun dari suara yang sama. Penasaran dengan si pembicara akhirnya Irene membidik tatapan runcing ke meja sebelah.
Tap
Matanya membulat sempurna, seketika jantungnya berdegub tidak karuan, sekujur tubuhnya bergetar kecil serta bibirnya yang tanpa sadar ternganga tiga centi meter.
“Ga- ga- ganteng banget.” Sanjungnya refleks. Ia menyorot lajang itu tanpa berkedip. Baru kali ini ia menyelami wajah lelaki yang tampannya mengungguli aktor dunia. Sampul hijau yang membungkus bagian kaki, koko putih dengan liris hijau setara dengan motif bawahannya serta peci hitam yang menyisakan bagian poni nyata sangat apik dalam sorot matanya. Bagi Irene penampilan semacam itu memang sedikit ganjil, karena dalam perjalanannya ia serius absen mendapati sesiapapun yang berpenampilan serupa itu. Namun di sisi lain inilah yang membuatnya terbawa-bawa, lelaki itu berbeda. Mungkin ia baru selesai melaksanakan ibadah, taksir Irene dalam fikiran.
“Re!” Ester menepuk kuat bahu gadis yang tengah mabuk kepayang itu, ia tak pernah melihat Irene melambungkan senyum pada lelaki manapun, kecuali Antonius, papanya.
“Eh ha?” Sahutnya gelagapan. Dengan cepat ia membuang muka, menatap apa saja agar tidak memandang kembali wajah syurga itu.
“Kamu suka ya sama laki-laki itu?”
~
Bersambung
Vote and comment guys
Semoga kalian sehat selalu 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Abu Alfin
Hadir thor
2021-05-24
0
💞de_ling💞
semangat kak
2021-05-06
1
Titik pujiningdyah
like kak
2021-04-22
1