BAB 5

“Sa- Sam? Nga-ngapain kamu di- disini!” Nadanya tersendat, ternyata ini live terjadi.

“Aku sekolah disini, baru pindah tiga hari yang lalu.” Sam mengulung senyum, menyugar poninya yang menudungi bagian dahi.

“Apa!” Matanya melotot sempurna, seketika darahnya terasa mendidih. Bagaimana mungkin seorang Samuel bisa tahu tentang keberadaan dirinya di sekolah ini.

“Kali ini kamu ga akan lepas Re.” Sam menjentitkan ibu jarinya ke dagu Irene. Ia tertawa lepas, menyelami setiap gembat gembut mimik gadis itu.

Irene terkunci, mulutya berat terbuka untuk berujar. Bola matanya bermukim pada ujung kanan atas seakan membayangkan ada hal terburuk yang akan menghantamnya.

“Ah ini mawar buat kamu.” Katanya dengan nada mulai serius. Tangannya menyembul keatas, menyodorkan bunga mawar tepat di depan wajah Irene yang kalut abang.

“Aku ga suka mawar!” Katanya seraya menangkis tangkai bunga itu hingga patah dan terguling di atas lantai.

“Tapi bukannya dulu kamu selalu nerima mawar dari aku.” Sam menaikkan sebelah alisnya, ia sedikit diherankan dengan tingkah Irene yang sebenarnya sangat menyukai mawar merah.

“Itu dulu!” Kata Irene bergegas pergi, ia tak bisa memasung dirinya lagi untuk bersisian dengan lelaki itu.

“Re…” Seruan sekilas itu berhasil membatalkan langkah Irene yang mulai menjarak, ia kembali menoleh dengan harapan kalau ini adalah pertemuan terakhirnya dengan Samuel.

“I do love you until die.” Rayu Sam seraya menyunggingkan senyum termanisnya.

Irene yang sempat dijijikan dengan ucapan itu seketika membuang parasnya dari wajah Sam. Ia menarik nafas dengan berat, menelan salivanya dengan kasar lalu melenggang pergi meninggalkan Samuel. Namun sebelum itu..

“Shit!” Katanya seraya mengacungkan jari tengah ke atas udara.

...***...

“Kalau aku disini terus pasti si jambang item itu bakal nemuin aku lagi.” Irene meraih tisu putih dari saku baju, mengusap kasar bulir keringat yang menutupi separuh dahinya.

Hari ini adalah hari keempat bagi Irene untuk pulang dengan menyelinap dari belakang sekolah. Ia telah menskemakan hal ini sesaat setelah Samuel menemuinya. Nyaris seperti maling, ia mengendap dan berjingkat kaki agar keberadaannya tidak diketahui oleh siapapun.

“Yes huuuw.” Teriaknya dengan kedua tangan terkepal di udara setelah berhasil melalui bebatuan dan paku-paku yang tersusun di sebelah tembok. Ia tersenyum penuh rona, merasa puas dengan kegiatan yang baru dilakoninya.

“Demi ga ngeliat muka lu!” Batinnya seraya membayangkan wajah Sam dan mawar merah yang terselip di sela jarinya empat hari lalu.

Irene memintas bersama satu botol guava juice yang tergenggam di tangannya. Melacak lapak kosong yang bisa ia singgahi sembari menunggu jemputan dari Antonius.

“Disini aja deh.” Katanya seraya meniup debu tipis yang melekat pada bangku halte.

20 menit berlalu. Perasaannya mulai gelisah, ia cukup lelah menunggu Antonius yang belum kunjung menampakkan diri. Sebagai kepala komplek, Antonius memang sangat disibukkan dengan pekerjaannya yang harus membantu mengurus keperluan para warganya. Tak ayal jika ia nyaris setiap hari terlambat untuk menjemput Irene.

Semilir angin menerbangkan poninya kesana dan kemari. Penampilannya sudah cukup awut-awutan, ditambah lagi dengan kuncir rambutnya yang mulai melonggar.

“Hah papa!” Sungunya geram. Ia mengedarkan pandangan pada sekeliling, khawatir bila Samuel akan melihatnya di halte ini.

Di sela tinjauannya yang dibarengi dengan rasa was-was, sesosok adam dengan kopiah hitam seakan membuat seluruh inderanya nyaris terhenti. Ya, itu dia. Lelaki yang namanya pun belum diketahui oleh Irene. Lelaki itu melintas di atas trotoar dengan seragam putih abu-abu dan ransel hitam yang tergendong di atas pundakknya. Irene ketar ketir setengah berfikir, ia mematung dengan posisi mulut setengah melongo. Mimpi apa dia bisa bertemu lanang itu untuk yang kesekian kali.

Posisi mereka kian berdekatan, hanya ada satu pohon mangga yang menjadi jarak di antara keduanya. Irene menarik nafas dalam seraya menetralisir gugupnya yang nyaris sempurna, membenakan kuncirnya yang longgar dan mengusap sisa-sisa air minumannya yang celemotan di sudut bibir.

“Eh oh hai halo mmm.” Katanya seraya menyebut kata tak berarti. Bukan tak berarti, lebih tepatnya kata-kata itu tak seharusnya ia ucapkan. Pupilnya membesar, mendadak nafasnya keluar masuk tak karuan. Irene mendelik, menatap pria yang kukuh pada posisi paras menunduk.

“A- aku cuman mau bilang terimakasih.” Katanya memberanikan diri. Pria itu menghentikan langkah setelah berjarak dua meter dari tempatnya berdiri.

“Maaf, buat apa mbak?” Suara itu terdengar kembali. Senyum manis terbit dari wajah Irene.

“Kamu udah tolong aku waktu kecelakaan itu.”

“Ah iya sama-sama.” Katanya setelah memutar bola matanya tanda berfikir, mungkin ia lupa pertolongan apa yang telah diberikannya kepada gadis berkuncir satu itu.

“Ka- kamu sekolah disini?” Irene meluruskan tatapannya, berharap lelaki itu mengiyakan.

“Bukan disini.” Katanya menjawab. Senyum Irene berangsur luntur. “Tapi di depan sana.” Timpalnya dengan jari telunjuk mengarah pada bangunan hijau. Tempat itu merupakan SMA khusus ummat Muslim atau yang kerap disebut dengan Madrasah Aliyah.

“Ya ampun ternyata dia anak sebelah.” Irene bergeming lirih dengan gigi sedikit merapat. Ia serasa tidak menginjak bumi, fikirannya melayang menuju langit-langit angan.

“Emmm nama kamu siapa?” Tanyanya lebih percaya diri. Wajahnya sumringai, menanti deretan huruf yang sempat membuatnya penasaran.

“nama ku-“

Tin tin tin

Suara klakson mobil terdengar dari seberang jalan. Ah, ternyata itu Antonius. Ia memampang wajah kusam persis seperti orang yang sedang kewalahan.

“Cepat Re papa sibuk!” Instruksi Antonius seraya melambaikan tangan, mengisyaratkan pada Irene agar segera memasuki mobil.

“Uh tapi pa-“

“Udah cepat!” Perintah Antonius dengan nada lebih power. Matanya melotot, memberi penegasan pada Irene agar cepat manut.

“Iya pa.” Turut Irene dengan terpaksa. Ia melenggang pergi meninggalkan lelaki yang nyaris membuka mulut untuk melisankan deretan alfabet yang sampai saat ini masih dinantikannya.

Irene menoleh kebelakang, memperhatikan ia yang mulai beranjak pergi dari lokasi halte.

“Semoga bisa ketemu dia lagi Tuhan.” Katanya seraya mengepalkan kedua tangan di depan dada. Kepalanya berputar 360 derajat, menatap wajah Syurga itu sampai benar-benar lesap dari jendela mobil.

...***...

Jika kebanyakan orang menganggap bahwa malam itu indah, bagi Irene malam itu mengerikan. Seketika tarikan nafasnya serasa tak normal takkala mengenggak air bersoda yang katanya dapat mendamaikan pikiran. Baginya ada jeda panjang yang menjamah hingga mentari perlahan menjengul dari persemayamannya. Jeda itu terasa melelahkan, menandaskan apapun termasuk emosi, hingga cairan cokelat karamel yang disangkanya dapat memperdekat jarak malam dengan fajar diteguknya dalam porsi banter.

“Re udah dong Re. Aku gabisa liat kamu begini terus.” Ester menyeret tubuh Irene yang masih bersikukuh beroperasi dengan zona alkohol, bar mulai sepi hanya ada sekutu pengunjung dan beberapa pelayan yang memungut sisa-sisa cairan bersoda di atas meja.

“Kamu tau ga rasanya ga punya mama? Sakit nyuk!” Irene menyelak rambutnya yang memadati kawasan paras, ia mengarah Ester dengan mata separuh terbuka. Mulutnya sungkan terkunci, cairan itu benar-benar melampaui kadar wajar.

“Aku tahu Re, tapi kamu jangan berlebihan kaya gini dong. Bukan kaya gini cara ngeluapin emosi.” Butiran air bening luruh mengairi pipi Ester, perasaannya awas melihat keadaan Irene yang nyaris tiap-tiap malam meneguk alkohol demi gejolak emosinya. Cairan cokelat karamel itu memang kerap diminumnya manakala ia teringat tentang mamanya, tidak ada upaya lain yang mempan membubarkan sungkawa hatinya kecuali mencarak air haram itu.

“Andai mama aku masih ada Nyuk, pasti saat ini aku lagi tidur dalam pelukan mama.” Raut wajahnya berangsur kecut, sesekali busa putih menjalar dari gua mulutnya yang terbengang.

“Tuhan ga pernah adil. Dia hanya menitipkan rasa bahagia kepada manusia yang dia cintai, dan manusia itu bukanlah aku.” Tubuhnya mulai sempoyongan, cairan cokelat karamel di dalam gelas transparan itu kini merosot mengairi roknya yang buntung setakat lutut.

Tidak ada hati yang baik-baik saja setelah ditinggal pergi. Begitu juga dengan pil pahit yang ditelannya selama sepuluh tahun. Jiwanya mati, tidak pernah dianak-emaskan oleh wanita yang bernama ibu.

Antonius. Lelaki itu tidak cukup mempan untuk melengkapi hidupnya yang kini menanjak dewasa. Sekuasa apapun pria paruh baya itu menjelma perangainya untuk menjadi seorang ibu, tetap saja tidak akan nyata karena itu hanya sebatas tataan semata.

“Ahh.” Ia meringis lirih takkala cairan kental itu mulai menembus kulit putihnya. Kepalanya tak kuasa lagi terangkat dengan sempurna, hanya pundak Ester yang saat ini menjadi sanggahan tubuh gontainya.

“Aku mau pulang.” Katanya seraya membangkitkan tubuh dengan berat. Antonius adalah kelemahannya. Sebelit apapun tingkah langkahnya pada dunia malam, tetapi ia tak akan pernah berani untuk meninggalkan rumah sebelum matahari menyembul dari peraduannya.

Lima tahun silam saat ia masih duduk dibangku putih biru, Antonius adalah penikmat kopi dan makanan cepat saji dalam jatah yang tidak wajar. Hingga suatu hari ia dilarikan kerumah sakit karena sesak nafas yang kelewat serius, Irene yang pada waktu itu belum bisa berfikir jernih seakan merasa bahwa ia akan kehilangan permata hatinya untuk yang kedua kali. Beruntung takdir baik masih berpihak, Antonius tetap bisa menyesap udara bebas sampai detik ini meskipun dibarengi syarat tidak ada suatu hal apapun yang dapat memadati isi fikirannya sejak ia divonis mengantongi jantung kronis.

“Pelan-pelan Re.” Kata Ester seraya memapah tubuh sandingan akrabnya itu. Suasana caffe sudah cukup lenggang sehingga membuat Ester merasa lebih mudah untuk membopong tubuh Irene yang kini mendahsyat limbung.

...•...

Bersambung

Vote and comment guys

Semoga kalian sehat selalu ya 🤗

Terpopuler

Comments

syafridawati

syafridawati

5 like mampir saling dukung

2021-08-17

0

Yamazakura

Yamazakura

sampai sini dulu, lagi sibuk

tulisan rapi, enak dibaca,
ceritanya juga menarik 👍👍👍🚴

2021-04-18

1

coni

coni

aku hadir Thor
bawa 5 like
mari saling mendukung!!

salam ANGKASA 🤩🤗

2021-04-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!