My Bossy Husband
Suara dengkuran halus seorang pria mulai terdengar memenuhi seisi kamar hotel yang bernuansa nude itu. Beberapa kali matanya mengerjap mencoba terbuka, namun rasanya berat sekali. Sayup-sayup Ia mendengar seseorang masuk ke dalam kamarnya. Tak lama kemudian, matanya terus terpejam hingga terbuai masuk ke alam mimpi.
Sementara itu . . .
Qiandra berjalan sempoyongan di sepanjang koridor hotel. "S-sial, a-apakah Mme-reka men-ncampur al-kohol di minum-manku? Buk-kan kah Arli tau aku tidak bisa minum Alkohol? Tidak, mungkin aku hanya mengantuk." Qiandra mencercau khas orang mabuk sepanjang jalan, masih setengah sadar.
"Aaaaa, ini dia kamarku, 1129. Kenapa angka sembilannya terbalik? Ahahahaha, Aku tahu pasti Arlie mengerjaiku. Lihat saja, pintunya sudah terbuka, Apa dia di dalam?" Qiandra masuk ke kamar hotel yang bagian pintu terbuka sedikit, lalu mengedarkan pandangannya ke segala arah.
"Sedikit berbeda dengan kamarku yang Aku tempati selama ini, Ahahaha, apa Kau berhalusinasi Qia?” Lagi-lagi Qiandra berbicara pada dirinya sendiri, menampar pelan pipinya kanan dan kiri.
"Whaaa, Daebak, apa Aku sedang di dalam mimpi?" Masih terus mencercau, melihat di depannya sudah tersaji tubuh atletis seorang pria yang hanya mengenakan celana panjangnya. "Ternyata ini Cuma mimpi. Baiklah, Aku tidak akan bangun dengan mudah!” teriaknya sudah seperti orang kurang waras.
Qiandra pun refleks melempar tas kecilnya dan membuka resleting gaun yang dikenakannya, lalu melemparnya ke sembarang arah. Setelah itu, Ia melempar tubuhnya di samping pria itu, menyentuh dada bidang dan perut kotak-kotak si pria, lalu menenggelamkan wajahnya ke dalam pelukan hangat sang pria dengan bibirnya terus menyunggingkan senyuman.
***
Keesokan harinya.
Qiandra merentangkan tangannya, mencoba meregangkan bagian tubuhnya yang terasa kaku. Sesekali Ia menguap tanpa membuka matanya. Masih belum membuka matanya, Ia pun menendang selimut yang berada di kakinya, lalu bangun hingga terduduk.
Dengan mata yang enggan terbuka, Qiandra melenggang masuk ke kamar mandi. Sedang asyik melamun sembari menunggunya hajatnya selesai, kesadarannya berangsur pulih. Tiba-tiba, netranya mengerjap beberapa kali. Ia terkesima, memperhatikan seisi kamar mandi, beralih ke cermin yang terdapat di sisi kanannya.
Seketika Ia menjerit kencang, menyaksikan penampilannya yang acak-acakan. Bagaimana tidak, ia hanya mengenakan atasan berupa longline bra dan short yang ia kenakan semalam sebagai dalaman. Tapi apa yang terjadi dengannya kini? Kemana gaun yang Ia kenakan tadi malam? batinnya.
"Qia,,,, what's wrong with You?" Qiandra berbicara padanya sendiri, kedua tangannya menjambak rambutnya yang acak acakan, sesekali menampar pelan pipinya yang sedikit chubby.
"Sadarlah Qia,,, apa yang sudah Kau lakukan, ini di mana? Dasar Qia bodoh!" Qiandra mengumpati dirinya sendiri, menemukan dirinya dalam keadaan mengenaskan dan ntah berada di mana. Air mata mulai menetes di pipi chubbynya, tiba-tiba ia mulai dilanda rasa takut.
"Ma, hiks hiks, Apa yang Aku lakukan tadi malam?" tanyanya frustrasi. Ia mencoba mengingat, namun ingatannya belum dapat Ia cerna dengan utuh.
"huaaaaa huaaaa.... " Tangisannya mulai tidak bisa dia kendalikan lagi.
Beberapa saat sebelumnya ...
Barra terbangun dari tidurnya, Ia menghela nafasnya pelan. Manik hitam miliknya mengernyit karena terpancar sinar mentari yang menyelinap masuk lewat celah gorden. Netranya berpendar menatap sekelilingnya. Seketika tubuh atletis itu terkesiap dan langsung terduduk, kaget bukan kepalang. Sesuatu mengganggu pandangannya.
"Bukankah itu adalah sebuah gaun?" batin Barra.
"Tapi gaun siapa?" pikirnya lagi.
Barra bangkit berjalan meraih gaun berwarna hitam yang dipenuhi gliter itu, kemudian sedikit membungkuk meraihnya. Saat badannya kembali tegak, pintu kamar hotelnya diketuk dan suara wanita yang tidak asing baginya terdengar. Sontak Barra berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Ketika manik legamnya bertemu pandang dengan manik sendu yang sangat dikenalnya, seketika jantung Barra mulai memompa tak seirama. Baru saja Ia akan menyapa pemilik manik itu, suara tangisan seorang wanita terdengar dari dalam kamar mandi.
" Huaaaaa huaaaaa ," isak tangis seorang wanita dari dalam kamar mandi, yang otomatis membuat Barra kebingungan.
"Barraaaa! Apa yang Kamu lakukan Nak? Siapa? Siapa gadis yang menangis di dalam sana?" Mama Renata mulai mengintrogasi anaknya. Air mukanya nampak tidak baik, sepertinya Ia pun begitu shock melihat pemandangan pagi ini di kamar hotel tempat anak bungsunya menginap. Nafasnya pun terasa memburu seiring rasa sesak yang tiba-tiba muncul dari dadanya.
"Ma, Mama, wait Ma, ini enggak seperti yang Mama bayangin. Tenang please, oke calm down,. tarik nafas ..." Ujar barra berusaha menenangkan. Mama Renata mengikuti ucapan anak bungsunya itu, lalu mulai mengambil nafas sedikit demi sedikit.
Melihat mamanya mulai tenang, Bara mengambil alih percakapan kembali.
"Gini Ma, tadi malam Barra tertidur pulas, Barra baru saja bangun dan Barra juga tidak tahu gaun dan suara tangis itu milik siapa. Mama percaya Barra kan Ma? " Bara menjelaskan kepada mamanya dengan perlahan.
"Bagaimana Mama bisa percaya dengan mu, Barra. Coba lihat, apa yang kau pegang ini, hah!" Mengambil alih gaun berwarna hitam dari tangan anaknya. Barra menggeleng-gelengkan kepalanya, mengatakan bahwa Ia tidak tahu menahu dari mana gaun itu berasal.
Mama Renata mengambil handphone nya dan menghubungi seseorang. Panggilan terhubung, seseorang menjawab dari seberang sana.
"Halo!" Jawab seseorang di seberang sana.
"Manda, ke kamar adikmu sekarang, ada sedikit masalah di sini. Cepatlah datang!" perintah mama Renata.
"Ashiap Mamaku sayang, Manda OTW." Panggilan pun seketika dimatikan. Mama menatap tajam pada putra bungsunya. Hanya dengan tatapan mama saja bulu kuduk Barra sudah meremang.
"Ma, please jangan dibesar-besarkan dong, ayo Ma kita langsung tanya perempuan kurang ajar itu, enak saja dia main masuk kamar orang lain. Malah bikin ulah lagi." Barra mendengus kesal.
"Kamu bisa diam enggak si Barra, Mama yang akan membereskan masalah ini! Kamu tenang saja!" Nyonya besar sudah memberi titah, tak satupun berani membantah.
"Tapi Maaaaa, . . . ,"
Belum selesai Barra ingin membantah, mama Renata sudah meletakkan jari telunjuknya ke depan mulutnya sambil berucap "syuuuuuut!" Ia terdiam seketika, merasa percuma membantah. Merasa kesal, ia pun mengerucutkan bibirnya sambil menatap kesal ke arah pintu kamar mandi yang entah siapa penghuninya sekarang. Suara isakan itu pun perlahan menghilang.
Sementara itu, di dalam kamar mandi Qiandra yang sudah mulai tenang perlahan bangkit dari duduknya. Ia membiarkan air dari kran yang ada di westafel mengalir, kemudian membasuh wajahnya yang terlihat agak sembab itu. Netra sayunya mulai menyapu bayangan di sebalik cermin.
Qiandra bernafas lega, saat Ia tidak menemukan sesuatu yang aneh di sana. Lalu Ia menggerakkan anggota tubuhnya, mencoba menelisik apakah telah terjadi sesuatu malam tadi.
Aku rasa sepertinya tidak ada yang salah.
Qiandra berfikir mungkin tidak ada yang terjadi semalam, dan ada orang baik menolongnya. Senyum lega mengiringi langkah kakinya yang beranjak ke arah pintu. Dengan penuh percaya diri, Ia menyambar handuk kimono yang ada di gantungan, dan memakainya.
"Ceklek"
Qiandra membuka pintu kamar mandi perlahan. Masih berpegangan pada pintu untuk ditutup, seketika ia menoleh. Qiandra terbelalak. Netranya menangkap tiga pasang mata menatap tajam dan penuh selidik terhadapnya. Dua diantaranya merupakan wanita dan satunya lagi seorang pria. Mendapati pria itu menatapnya dengan tatapan tajam seraya menyimpangkan tangan di dadanya, Qiandra bergidik ngeri.
.
.
***To Be Continue***
HAPPY READING
Hai, Saya MyNameIs.
Salam kenal dari Author yah.
Maaf kalau banyak typo ya, ini novel pertama Author. Thanks so much ya untuk dukungan kalian❤️
Jangan lupa untuk tinggalkan like dan Komen ya😀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Radinka Zahra
jejak
2021-10-21
0
Sartika
lanjut Thor
2021-10-02
1
Martifahsoemarno
lanjut ah kayanya seru ceritanya
2021-09-17
1