Suasana di terminal kedatangan domestik Bandara internasional Soekarno-Hatta tampak lebih ramai dari biasa. Qiandra menarik kopernya menuju pintu keluar, dengan satu tangan membawa hand bag nya.
Ia berdiri menunggu taksi yang akan menghantarkannya kembali ke rumahnya. Tidak jauh dari tempat Ia berdiri, lagi-lagi Pria yang membersamainya sepanjang perjalanan Bali- Jakarta pun terlihat sedang menelpon seseorang dengan Handphonenya.
"What, dia lagi dia lagi."
"David, Kau dimana? Aku sudah tiba," ujar Bara pada Asistennya.
" Maaf Pak Boss, Saya sedang mengerjakan laporan yang kita perlukan untuk menemui klien kita besok pagi. Saya sudah mengirim Andi, supir perusahaan untuk menjemput Anda, tunggulah sebentar lagi," jawab David dari seberang telefon.
"Cih, Kau menyebalkan sekali David, harusnya Kau bilang dari awal," sambung Bara lagi.
"Aku minta maaf Pak Boss, Aku punya pekerjaan mendesak. Pak Bos pulanglah dan beristirahat dengan baik, Besok pagi Aku akan menjemput Anda," tawar David tidak ingin memancing kemarahan Bos nya itu. Seketika telfon pun dimatikan. David hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Bara mengedarkan pandangannya, mencari apakah orang yang akan menjemputnya. Namun, netranya menangkap seseorang yang ditemuinya di pesawat beberapa saat yang lalu. Dengan senyum liciknya, Ia pun berjalan menghampiri orang itu.
"Ekhheeemmmm," Deheman Bara seketika membuat Qiandra terkejut dan menoleh ke arah si empunya suara yang saat ini tengah berdiri tepat disampingnya. Betapa kesalnya Qiandra, namun Ia berusaha untuk mengacuhkannya. Ia tidak ingin membuat keributan di keramaian seperti ini.
" Hei, Wanita penguntit, sedang apa kau di sini? Jangan bilang Kau sedang berusaha menguntitku lagi," Bara berkata dengan penuh percaya diri.
Qiandra terbelalak, " percaya diri sekali kau Tuan Songong!" umpatnya dari dalam hati sambil melirik Bara yang terlihat sok cool dan sok kegantengan, menurutnya.
Melihat reaksi Qiandra yang tidak membalas perkataannya, membuat Bara semakin intens menggodanya. "Kenapa Kau diam saja? hahahah, apa tebakanku benar? Apa kau begitu tergila-gila dengan uang, sehingga mencari jalan pintas seperti itu, Cih dasar gadis tengik! Huh, bahkan aku ragu kalau Kau masih gadis!"
Seperti mendengar petir di siang bolong, betapa kagetnya Qiandra ketika pendengarannya menangkap hinaan dari Bara. Sungguh Dia bersumpah demi apapun, selama ini Ia selalu menjaga kehormatannya. Meskipun Ia tidak mengingat dengan jelas apa yang terjadi malam itu, namun Ia yakin mereka tidak melakukan apapun selain tidur, hanya tidur.
Dengan perasaan marah Qiandra langsung melayangkan sebuah tangannya ke pipi Bara.
Plaaaaaak
Wajah Bara memerah seketika mendapati tangan halus nan lembut itu mendarat di pipinya.
"Tolong jaga ucapan Anda Tuan. Berani sekali kau menilai ku seburuk itu. Kau pikir Kau Tuhan, haah?"
Kata-katanya mengalir begitu saja seiring dengan hatinya yang terasa seperti disayat-sayat. Cairan hangat itu pun mulai membasahi pipinya, mengalir ke permukaan wajahnya. Suaranya bergetar menahan gejolak amarah di dirinya.
" Aku tau kau memiliki segalanya, tapi Kau tidak memiliki hak untuk berbicara seperti itu kepadaku."
Tangan Qiandra refleks menghentikan taksi yang lewat secara kebetulan. Taksi itupun berhenti, Qiandra langsung menarik kopernya dan memasuki taksi tersebut. Masih dengan Air mata yang sudah memenuhi matanya, Ia pun berucap " perumahan Bougenvile no 32 Pak." Sang supir taksi pun mengiyakan dan melajukan mobilnya menuju alamat yang disebutkan oleh penumpangnya tadi.
.
.
***
" Maaf Pak Bara saya terlambat, jalanan macet banget Pak," ucap Andi, menghampiri Bara yang mematung melihat kepergian wanita yang menamparnya tadi.
Bara memdengus kesal, mendapati wanita pertama yang berani mempermalukannya di depan umum seperti tadi. Andi membawa barang-barang Bara masuk ke dalam Bagasi.
Sementara Bara, yang merasa sejak tadi sudah diperhatikan banyak orang, langsung beranjak naik ke dalam mobil. Andi dengan sigap membuka pintu belakang mobil untuk Bosnya, lalu berputar menaiki mobil kembali. Mobil pun melaju kencang membawa mereka ke sebuah Rumah mewah milik keluarga Gunawan.
Sepanjang perjalanan Bara tidak henti berfikir, bagaimana bisa wanita itu begitu berani melawan dan mempermalukan dirinya seperti tadi.
"Aarrgghh, Sial,' teriak Bara kesal melayangkan tinju kosong ke udara.
Andi yang sedang mengendarai mobil ikut terkejut. "Apa Pak Bos marah karena Aku terlambat menjemputnya?"tanya Andi dalam hatinya."Ya Allah, semoga Hamba tidak dipecat," gumamnya lagi, merasa takut.
Bekerja sebagai supir perusahaan di GM Corp. merupakan anugerah baginya yang hanya tamatan SMA itu. Ia bisa menghidupi keluarga kecilnya, Istrinya sedang mengandung buah hati mereka yang pertama sekarang. Ia tidak tau akan kerja di mana kalau sampai dikeluarkan.
"Ma-af Tuan, taa-ddi S-saya ter-lam-bat. Saya berjanji hal itu t-tidak akan terulang lagi," Andi menyela seketika, karena ketakutannya akan kemarahan Tuannya itu.
"Sekali lagi Kau berbicara, Aku akan memotong gajimu bulan depan," ancam Bara yang masih diliputi rasa marah.
Andi pun bungkam seketika itu juga dan memilih fokus pada jalanan di depannya. Sedangkan Bara terus menggerutu kesal.
"Berani sekali kau menamparku di depan umum, dasar penguntit gila, tidak waras. Aku tidak akan membiarkanmu begitu saja. Aku akan membalas semua yang kau lakukan hari ini padaku. Aku pastikan Kau akan menerimanya berkali-kali lipat."
Bara menyeringai penuh misteri. Binar kemarahan masih terpancar di matanya. Tangannya mengepal, menanamkan erat kuku-kukunya, seiring tekad kuat yang tertanam di hatinya.
**
Qiandra terisak di kursi belakang, berusaha menahan suara isakannya agar tidak terdengar oleh supir. Sang supir sebenarnya tahu Qiandra menangis, namun Ia berusaha untuk pura-pura tidak tahu. Bagaimana pun Ia tidak ingin membuat penumpangnya tidak nyaman.
Berkali-kali dia menyebut kedua orang tuanya, memohon kekuatan dari Sang pencipta. Qiandra, gadis yang berusia genap 23 tahun bulan lalu itu, hidup tanpa seorang pun di sisinya.
Ayahnya pergi menghadap Illahi ketika Ia duduk di Semester Dua kelas 1 SMA. Sejak itu, ia pun hanya hidup berdua dengan sang Bunda. Namun, ketika semester Empat Ia duduk di bangku perkuliahan, Sang Bunda pun ikut pergi meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.
Hal itu pun membuat Qiandra sempat menghentikan kuliahnya Dua semester, karena keterpurukan yang dialaminya. Beruntung Ia masih memiliki Sahabat yang senantiasa mendampinginya, memberi perhatian dan menguatkannya saat Ia dalam keadaan rapuh.
Dia adalah Arlieta Rahayu, mahasiswa asal Brebes, yang kuliah di universitas yang sama dengan Qiandra di Jakarta. Selama kuliah, Ia bekerja di salah satu Caffe tak jauh dari tempatnya bernaung. Malam harinya ia membuat kue donut untuk Ia jualkan besok pagi di beberapa warung pengecer di sekitaran tempat tinggalnya.
Kehidupan sederhana sudah ia jalani sejak lahir. Ayah dan Bunda nya mengajarkan Qiandra untuk hidup dengan sederhana, tidak berlebihan. Meskipun tidak kaya, namun Qiandra dan keluarganya tidak pernah hidup kekurangan.
Ketika remaja, Qiandra terkadang ingin sekali mengikuti gaya hidup teman-temannya. Pergi dan pulang sekolah di antar jemput mobil, uang saku bulanan yang banyak bahkan terkadang bisa beli satu motor baru, shoping ke Mall dengan kartu kredit pemberian orang tua, Beli handphone bermerk keluaran terbaru, dan lainnya.
Namun, saat ia merengek meminta kepada orang tuanya, Ia malah diceramahi oleh Bundanya. Kini, semakin ia dewasa, semakin Ia menyadari kemewahan tidak bisa menggantikan kebersamaannya bersama orang tuanya. Ia merasa beruntung, dapat menghabiskan masa kecil dan remajanya penuh dengan kasih sayang kedua orang tuanya. Apalagi setelah Ia tidak memiliki siapapun, kenangan itu membekas di hatinya.
"Ayah, Bunda, hari ini Aku telah memberikan kesempatan bagi orang lain menghinaku. Maafkan Qia, selama hidup belum mampu membahagiakan kalian. Bahkan sampai sekarang pun, Qia belum bisa menjadi orang yang bisa kalian banggakan." Gumam gadis pemilik rambut hitam bergelombang itu, dengan air mata yang masih terus mengalir.
Isakannya tidak terdengar lagi, namun siapapun pasti pilu melihat wajah sendunya yang sedang menatap sayu ke arah jendela.
.
.
.
****TO BE CONTINUE**
Hai Readers,,, ketemu lagi nih dengan Penulis Abal-abal. Jangan bosan-bosan ya membaca cerita Gaje ku ini. Makasih ya dukungan kalian. Aku tanpa mu, cuma sepercik minyak bekas goreng rengginang doang🤭🤭🤭 itupun yang udah dekiil banget☺️☺️☺️
Intinya, Aku cuma pengen bilang, Makasiiiiihhhh❤️❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Nur Zihane
asik baca lupa comen..
hadir thor
2021-09-07
1
Merri Jhibun
hadir
2021-08-27
1
Sary Bwi
makin seru niii
2021-08-14
0