Rumah Mertua

Saat ini semua anggota keluarga sedang berkumpul di ruang keluarga. Papah dan mamah menonton TV, Regi dan Ran bermain game, dan Rei sibuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Ke kanan Ran, ke kanan!!!" Teriak Regi.

"Engga dong, ke kiri! Di kanan ada yang bawa pistol, gimana sih?"

"Hiii tolongin! Aku di kepung!!" Mereka berteriak sesuka mereka, serasa hanya ada mereka berdua di tempat itu.

"Hahaha, ya ampun.. Kalian main apa sih? Segitu nya.." Papah mengalihkan perhatiannya pada bocah-bocah berisik yang sedang asik bermain game.

"Anu pah, perang pokoknya, aku lupa nama nya" Sahut Regi masih fokus pada game.

"Bisa bertiga ga?" Tanya papah mulai tertarik.

"Ga bisa pah, berdua aja"

"Ternyata Ran pinter main game juga ya, ga nyangka mamah"

"Dia mah jagonya mah, dari jaman kuliah dulu udah sering main. Panutan Regi lah pokoknya"

"Lebay ah Reg" Jawab Ran membuat semua tertawa, kecuali Rei.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ran dan suaminya harus pulang ke rumah mereka.

"Duh, udah jam sembilan. Rei, kamu nginap aja ya di sini? Kamu besok libur kan?"

"Libur, tapi aku ada meeting mah"

"Masa sih meeting... Perasaan baru aja meeting, meeting terus.... " Batin Ran curiga.

"Besok pagi aja ya pulangnya? Nanti pagi kamu baru ke kantor, Ran di sini dulu aja juga boleh. Bahaya tau pulang jam segini"

"Yaudah mah, iya.. Kita nginep" Ucap Rei akhirnya mengiyakan.

"Sebentar mamah siapin kamar dulu"

"Ran bantuin ya mah"

"Iya, yuk?"

Setelah kamar bersih dan rapi, mamah mempersilahkan Ran dan Rei untuk beristirahat. Tapi sebelum mamah keluar dari kamar, perempuan paruh baya itu berbalik dan menatap Ran.

"Ran" Panggil mamah.

"Iya mah?"

"Kamu udah ada tanda-tanda hamil belum?" Tanya mamah sontak membuat Ran terkejut.

"H-hamil?"

"Iya, kamu sama Rei sudah kan?"

"Sudah? Sudah apa?" Batin Ran bingung sekaligus panik.

Ran bingung harus menjawab apa, dia takut menyakiti hati mertuanya jika harus berkata jujur kalau ia dan Rei tidak pernah melakukan apapun bahkan tidak pernah berniat untuk punya seorang anak. Dia memilih untuk berbohong.

".. Sudah berusaha sih mah.. Tapi belum di kasih, doakan saja ya mah"

"Hm, begitu ya.. Lagian baru beberapa minggu sih ya, hehe.. Mamahnya yang emang pengen cepet punya cucu, maaf ya"

"Engga kok mah, ga papa"

"Ya sudah, mamah ke kamar ya.. Kamu istirahat"

"Iya mah, terimakasih"

Setelah mamah keluar dari kamar, Ran segera menyiapkan tempat tidurnya di bawah. Ia mendengar suara pintu yang dibuka dan melihat Rei masuk ke dalam. Tanpa berkata apapun Rei naik ke tempat tidur dan bersiap untuk tidur.

Saat mereka sudah dalam posisi nyaman mereka, terdengar suara pintu yang diketuk. Mereka terkejut dan dengan cepat melompat merapihkan tempat tidur Ran.

"Cepet naik ke kasur, pura-pura tidur!" Titah Rei berbisik.

"Baik mas" Dengan cepat Ran naik ke atas kasur dan menarik selimut.

"..Hm? Kenapa Pah?" Tanya Rei setelah membuka pintu.

"Kamu kenapa? Kok ngos-ngosan? Abis ngapain?" Tanya papah setelah melihat gelagat Rei.

"Anu pah.. Tadi mimpi buruk, mimpi buruk!"

"Makanya baca doa dulu kalau mau tidur. Ini, papah bawain selimut, siapa tau masih dingin"

"Ahaha, iya pah makasih"

"Yaudah, tidur sana"

"Iya pah, selamat tidur pah" Rei menutup pintu dan menghela napas lega

"Sudah kan?" Ran keluar dari selimut dan turun dari ranjang.

"Hm, gimana ya.. Takutnya ada yang ngetuk pintu lagi, bahaya kalau pada tau kita pisah ranjang" Ucap Rei bingung.

"Jadi gimana?"

"Yaudahlah, mau ga mau kamu tidur sama saya, sini!" Titah Rei.

"Iya"

"Jangan macem-macem kamu ya, awas!" Rei menaruh guling di tengah sebagai pembatas antara ia dan Ran.

"Harusnya saya yang bilang gitu.." Sahut Ran.

Satu jam berlalu, Ran sudah berusaha untuk tidur, namun matanya terus menolak, ia terus terjaga. Malam yang sunyi dan suara jangkrik yang sedari tadi menemaninya membuat rasa takut semakin besar. Ia memberanikan diri untuk memanggil suaminya dan berharap suaminya juga masih terjaga.

".. Mas?"

"..." Hening, tak ada suara yang menyahuti.

".. Om?" Panggil Ran lagi.

"..Kenapa?!" Tanya Rei sedikit ngegas.

".. Belum tidur?" Tanya Ran.

"Kamu sendiri? Kenapa belum tidur?"

"Ga bisa tidur.. Om juga?"

"Jangan panggil saya om. Iya belum tidur, perutnya mules dari tadi" Balas Rei dengan suara parau.

"Mas mau teh?" Tawar Ran.

"Ga usah"

"Dulu, biasanya kalau perut aku sakit di pijitin sama ibu"

"Perut di pijit? Emang bisa?"

"Bisa, mas mau?"

"Boleh deh, ini dingin, mules, campur-campur rasa nya"

"Sebentar, aku ambil minyak angin" Ran mengambil minyak angin yang selalu di bawanya ke manapun, tersimpan baik di dalam tas.

"Maaf mas, aku naikin sedikit bajunya"

Ran menarik sedikit baju Rei dan mulai memijit perut Rei.

"Pelan-pelan, perih"

"Iya mas. Mas ga tidur? Besok kan meeting"

"Ga meeting sebenernya, aku mau jalan sama Nadine"

"Tuh kan bener, pasti ketemu Nadine.." Batin Ran kecewa.

"..Oo.. Have fun"

"Hm, thanks"

"..." Ran diam, malas bicara dengan laki-laki itu.

"Kamu kenal Regi sejak kapan?" Tanya Rei setelah lama diam.

"Pas kuliah"

"Oo.. Pantes akrab. Kamu tau ga? Sebenernya dia yang mau dijodohin sama kamu, tapi dia ga mau, katanya masih mau S2"

"Duh Reg! Kenapa nolak sii? Kalau jadinya sama kamu kan.. Akh!!" Batin Ran kesal.

"Kenapa kamu?" Tanya Rei kesal ketika melihat perubahan raut wajah Ran yang cemberut.

"Apa? Aku ga papa" Balas Ran jutek.

"Mulai sekarang dia adik kamu" Tegas Rei dibalas anggukan dari Ran.

"Udah, berhenti. Tidur sana, udah jam 12" Titah Rei sempat membuat pijatan Ran berhenti.

"Udah ga mules?"

"Masih, tapi ntar juga sembuh, tidur sana"

"Aku masih belum ngantuk"

"Jadi mau ngapain? Begadang sampe pagi? Besok banyak kerjaan di dapur, tidur!"

"Iyaaa"

Ran terbangun pukul setengah lima pagi. Ketika perlahan ia membuka matanya, ia terkejut ketika berada dalam pelukan Rei, kenapa rasanya nyaman dan hangat. Perlahan ia menyingkirkan tangan Rei dari tubuhnya, berusaha agar bisa bangun tanpa membangunkan suaminya.

"Syukurlah masih nyenyak tidurnya, sekalian bangunin sholat subuh kali ya?" Batin Ran. Ia menggerakkan tubuh Rei dan mencoba membangunkannya.

"Mas, bangun yu? Sholat subuh" Ajak Ran.

"...Hng? Sholat?"

"Iya, ayo"

"Engga mau.."

"Kalau aku pakai alasan Nadine, bangun ga ya?" Batin Ran penasaran.

"Katanya mas mau jalan? Pagi kan? Siap-siap dari sekarang aja"

"Hm? Iya ya, mau jalan. Yaudah, ayo sholat, ajarin ya" Seketika mata lelaki itu terbuka.

"Ternyata bisa kalau pakai alasan Nadine..." Batin Ran. Ia menatap Rei dengan sedikit perasaan kecewa.

Setelah mencium punggung tangan Rei, biasanya Ran akan menunggu hingga sosok lelaki itu hilang dari pandangan. Tapi hari ini, setelah mencium punggung tangan suaminya, ia langsung masuk ke dalam rumah. Malas sekali rasanya melihat wajah laki-laki itu.

"Morning my luv! Dari mana? Kok kelipet-lipet gitu mukanya? Hmm?" Sosok Regi tiba-tiba berdiri di hadapan Ran, tentu membuat jantung perempuan itu jedag-jedug.

"Apadeh! Udah awas! Aku mau sarapan sama mamah!" Ran berusaha menghindari Regi, namun Regi mengikuti langkah Ran hingga mereka kembali bertatapan.

"Apasih Reg?! Minggir ga?!" Bentak Ran.

"Ih galak.. Yaudah gih sana sarapan. Btw, kalau lagi marah imut banget, gumushh" Regi menyipitkan matanya dan terlihat gemas melihat sosok gadis di hadapannya.

".. Kamu kenapa sih Reg?? Aneh banget!" Ran melewati Regi dan berjalan menuju meja makan, masih berusaha menenangkan hatinya yang sedang berdegup kencang.

Terpopuler

Comments

Yanik Bagas

Yanik Bagas

gak ada tantangan bacanya,, stop sampai sini ajah 🙌

2021-04-18

0

Naoki Miki

Naoki Miki

Haii mampir yuk ke krya q 'Rasa yang tak lagi sama'
Cuss bacaa jan lupa tinglkan jejaakk🤗
tkn prfil q aja yaa😍
vielen danke😘

2020-10-24

0

Nadila Fathania Alfi

Nadila Fathania Alfi

kok hati ku jadi perih ya

2020-05-23

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!