“Aww!” keluh Aruna. Ia merasakan sakit diarea terlarang, dikarenakan Clara duduk tepat di atas benda pusaka milik Aruna.
“Clara bisakah gak kamu berdiri!” pinta Aruna.
“Ma-maaf Kak, saya tidak sengaja. Kaki saya tiba-tiba kesemutan. Saya belum bisa berdiri."
Kini wajah mereka saling bertatap dalam jarak dekat, hening seketika tak ada suara apa pun yang keluar dari mulut mereka berdua.
Aruna terus memperhatikan wajah Clara secara intens, hingga matanya melihat ke arah bibir Clara. Tanpa Aruna sadari ia memiringkan kepalannya, perlahan namun pasti Aruna ingin mencium bibir Clara.
Menyadari dirinya akan dicium oleh Aruna, Clara memalingkan wajahnya ke arah lain. Dengan cepat ia berdiri dari pangkuan Aruna.
“Saya mau ambil camilan dulu ya Kak.” ucap Clara dengan wajah meronanya.
Begitu juga dengan wajah Aruna tak kalah merahnya dari Clara, “Hoh, iya silakan.”
Setelah kembali dari dapur Clara kembali ke ruang TV untuk memberikan camilan pada Aruna, “Ini Kak camilanya.”
“Terima kasih."
Dalam sekejab suasana kembali hening, Clara merasa canggung dengan keadaan ini, Clara memutuskan untuk kembali ke kamar, dan tidur.
“Ee, kak Aruna. Saya mau kembali ke kamar ya. Saya sudah mengantuk.” Clara segera berjalan menuju kamar meninggalkan Aruna.
Aruna menghela nafasnya, mengusap wajahnya secara kasar, “Tadi aku mau ngapain sih?” gerutu Aruna.
Kenapa juga ia ingin mencium bibir Clara? Ada apa dengan dirinya?
“Aiishh!” berdesis Aruna sambil mengacak-acak rambutnya ia merasa sangat bodoh karena telah melakukan tindakan konyol kepada Clara.
Esok paginya Clara bersiap-siap untuk berangkat kerja, begitu juga dengan Aruna.
Ada rasa canggung diantara mereka berdua, Aruna jadi ingat saat dia ingin mencium Clara.
Mereka berdua berangkat bersama, dengan menggunakan sepeda motor milik Aruna.
Sesampainya di kantor, Clara segera turun dari motor, dan masuk ke dalam.
Aruna yang melihat itu, menjadi merasa tidak enak dengan Clara atas perbuatannya.
Ia sendiri bingung, kenapa ia bisa berbuat seperti itu pada Clara.
Aruna mengacak-acakan rambutnya, “Ish, kenapa juga aku harus melakukan hal itu padanya?” gerutu Aruna.
Di saat Aruna ingin mesuk ke dalam kantor, langkahnya tiba-tiba terhenti saat ponselnya berbunyi.
Tring.
Aruna meroggoh kantong celananya, mengambil ponselnya.
“Hmm, siapa lagi ini?” gumam Aruan.
Dari kemarin Aruna sering mendapatkan panggilan dari nomor yang tidak ia kenal, ia merasa heran.
Bagaimana bisa ada orang yang mengetahui nomor pribadinya, sedangkan Aruna tidak pernah memberikan nomor ponselnya pada orang lain.
Karena sudah tidak ada waktu lagi, Aruna segera masuk ke dalam kantor.
Selama bekerja, Aruna terus saja melihat Clara yang selalu sibuk akan kerjaannya. Padahal pekerjaan dia sendiri saja masih banyak yang belum ia kerjakan.
“Clara?” panggil Cindy.
Clara segera menghentikan pekerjaannya, menghampiri Cindy, “Iya Kak?”
“Tolong buatkan saya kopi ya, saya lagi pegen kopi.” ucap Cindy.
Clara mengangguk mengerti, ia segara pergi ke dapur kantor untuk membuatkan kopi.
10 menit kemudian, Clara sudah membuatkan kopi untuk Cindy.
Ia segara memberikan kopi tersebut pada Cindy, namun hal tak terduga terjadi.
Cindy tidak sengaja menyenggol Clara yang saat itu sedang membawa kopi panas, “Aakhh! Panas!” pekik Clara.
“Clara, ya ampun! Maaf aku enggak sengaja nyenggol kamu,” Cindy membersihkan kopi yang tumpah ke baju Clara.
Clara langsung berlari menuju toilet. Kopi yang mengenai baju Clara tembus, hingga mengenai bagian dada, dan leher Clara.
Clara merasakan dada, dan lehernya terbakar, karena terkena kopi panas. Clara berlari ke toilet.
“Panas,” keluh Clara, ia segera menyiramkan tubuhnya yang terkena kopi panas dengan percikan air secara perlahan.
Agar rasa panasnya sedikit berkurang.
"Hiks...hiks.." Clara menagis, menahan sakit dikulitnya.
Saat Clara sedang menyiramkan tubuhnya dengan air, Cindy segera masuk untuk melihat kondisi Clara.
“Clara, aku minta maaf. Aku enggak sengaja.” ucap Cindy.
“Enggak apa-apa kok kak, ini sudah agak mendingan kok.”
Cindy melihat ke area dada Clara, ternyata kulitnya sudah melepuh terkena kopi panas.
“Itu, kulit kamu,” Cindy menunjuk ke arah dada, “Melepuh.”
Brak!
"Astaga!" ucap Cindy, Clara bersamaan. Kaget mendengar suara pintu dibuka kencang.
Pintu terbuka dengan sangat keras, hingga membuat Cindy, Clara terkejut.
Aruna segera menarik tangan Clara untuk segera keluar dari toilet, Cindy hanya diam mematung melihat Clara ditarik oleh Aruna.
Aruna sampai di klinik kantor, ia mencari dokter. Namun tidak ada di dalam ruagan.
"Duduk!” perintah Aruna. Menyuruh Clara duduk di atas tempat tidur klinik.
Aruna segara mencari obat luka bakar di lemari obat.
“Kak Aruna mau ngapain?” tanya Clara, namun tidak dijawab oleh Aruna.
Setelah dapat obat luka bakar secara perlahan Aruna membuka kancing baju Clara, melihat hal itu Clara menahan tangan Aruna.
“Jangan!” ucap Clara menahan tangan Aruna.
Dengan tatapan datarnya, Aruna segera menepis tangan Clara untuk menjauhkan tangannya.
“Kak—“
“Diam! Saya akan mengoleskan obat luka padamu,” ucap Aruna kesal.
“Tapi, saya bisa melakukannya sendiri. Kak Aruna tak perlu melakukan ini,” ucap Clara dengan wajah meronanya.
Ia malu jika Aruna mengobati lukanya. Masalahnya luka tersebut sampai mengenai area sensitif Clara.
Sedangkan Aruna tidak peduli akan hal itu, yang penting luka Clara harus segera diobati terlebih dahulu.
Secara perlahan namun pasti, Aruna mengoleskan luka Clara. Dari area leher, hingga ke arah dada Clara.
Jantung Clara berdegup kencang tak karuan.
Dadanya sedikit terlihat oleh Aruna, memperlihatkan bra Clara berwarna hitam.
“Ukkh!” eluh Clara.
“Kenapa? Apa aku mengolesnya terlalu kasar?” tanya Aruna melihat wajah Clara sudah memerah seperti tomat.
Clara menggelengkan kepalanya, “Ti-tidak Kak.”
Clara merasakan sedikit geli saat Aruna menyentuh area sensitif Clara.
“Sudah selesai,” ucap Aruna.
Ia segera bangkit dari tempat tidur, menaruh kembali obat luka di lemari persediaan obat.
Dengan cepat Clara mengancing bajunya.
“Terima kasih Kak,” ucap Clara malu.
“Lain kali kamu enggak usah melakukan sesuatu pekerjaan, jika itu bukan bagianmu,” ucap Aruna.
Clara tidak bisa menjawab, ia hanya diam membisu.
Aruna bisa berkata seperti itu, karena ia bisa melawan. Sedangkan Clara dia tidak bisa melakukan hal itu.
Ia merasa tidak enak kepada seniornya jika menolak. Clara akan melakukan apa pun asal dia tetap bekerja di sini.
Setelah mengobati luka Clara, ia segera keluar dari klinik meninggalkan Clara.
*****
“Clara?” Cindy berjalan ke arah Clara, “aku benar-benar minta--“ ucapan Cindy terpotong saat melihat luka Clara.
Cindy merasa kasihan terhadap Clara, karena dirinya Clara jadi terluka.
Cindy kembali ke meja kerjanya, membuka paper bag berwarna coklat.
“Clara, kamu sekarang ganti baju ya? Pakai saja punya saya.” Cindy memberikan paper bag kepada Clara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
🌸EɾNα🌸
ceritanya keren ditunggu up nya Thor 👍
jangan lupa feedback ke ceritaku ya
"Kekasih Simpanan Tuan Muda"
makasih 🥰
2021-01-17
0