Hayooooo...! Sebelum lanjut membaca jangan lupa tambahin ke rak dulu. Beri semangat Author di kolam komentar ya..
"Aruna?!" panggil Najandra kesekian kali.
"Aruna!" Najandra mengebrak meja, membuat semua orang terkejut termasuk Aruna yang berada didekatnya.
"Iya, Ayah?" Aruna mengelus dadanya jantungnya berdetak kencang tak karuan.
Di saat Najandra mengebrak meja, balita laki-laki yang berumur 2 tahun tersebut menanggis mendengar suara meja digebrak kencang.
"Apa yang kau lihat? Kau tidak dengar apa yang Ayah bicarakan tadi?" kesal Najandra melihat Aruna tidak memperhatikan pembicaraan sepenting ini.
"Maaf, Ayah." Aruna tertunduk matanya melirik ke arah anak kecil yang saat ini menanggis.
Ada rasa sedih di hati Aruna saat melihat bayi kecil itu menanggis dipangkuan sang ibu.
Setelah selesai dengan pembicaraan bisnis ini, Najandra bersiap untuk pulang, begitu juga dengan Aruna.
Sebelum keluar dari cafe, mata Aruna melihat lagi ke arah sepasang suami istri itu. Ada rasa iri yang mendalam di hati Aruna.
Ia ingin sekali mempunyai keluarga seperti orang lain, dan mempunyai anak. Aruna ingin menjadi seorang ayah seperti laki-laki lainnya
Sesampainya di kediaman keluarga Naresh.
"Selamat datang Tuan besar!" ucap para bawahan menyambut kepulangan sang pemimpin.
Mereka semua terdunduk hormat pada Najandra. Mereka semua sangat mengagumi sosok Najandra.
"Aruna?" panggil Nanjandra tanpa menoleh ke arah Aruna. "Ayah tunggu kau di ruang kerja Ayah!" perintah Najandra.
"Baik, Ayah." jawab singkat Aruna.
Tok...Tok...
"Masuk!" ucap Najandra dari dalam.
Aruna masuk ke dalam ruang kerja ayahnya .
"Duduklah," pinta Najandra.
Najandra menghela nafas berat, menatap wajah Aruna tanpa adanya pembicaraan.
"Di cafe tadi, Ayah melihatmu sedang memperhatikan seseorang?" tanya Najandra memulai pembicaraan.
Aruna belum mengeluarkan suara apapun, ia masih bingung harus jawab apa kepada ayahnya.
"itu--" belum juga Aruna selesai berbicara ayahnya segera memotong.
"Ayah mohon padamu, jangan kau pikirkan tentang impianmu itu yang ingin mempunyai seorang istri, dan juga anak. Ayah ingin kau fokus untuk menjadi seorang pemimpin mafia, dan memperluas daerah kekuasan." ucapan Najandra membuat jantung Aruna berhenti berdetak.
Bagaimana bisa ayahnya tahu jika dirinya ingin mempunyai keluarga suatu saat nanti.
"Kau ingin tahu kenapa Ayah bisa tahu keingian mu?"
Aruna menganggukan kepalanya.
"Tanpa kau bercerita pun, Ayah sudah tahu. Dan itu sudah terlihat dari tatapan matamu. Tapi tetap saja Ayah tidak akan membiarkanmu menikah untuk saat ini. Ayah juga sempat memperhatikan matamu yang selalu melihat ke arah pasangan suami istri dan juga Bayinya. Saat kita berada di cafe tadi, kau tersenyum sendiri dengan duniamu, tidak mendengarkan perkataan Ayah."
"Tapi ayah! Aku sudah tidak mau lagi melakukan apa yang Ayah mau! Aku sudah muak akan dunia hitam ini. Aku ingin hidup normal seperti orang lain di luar sana!" Protes Aruna.
"Aruna!" bentak Najandra menaikan suara oktafnya. "Ingat! Kau tidak akan pernah menikah, dan kau juga tidak akan pernah bisa menjalani hidup normal seperti orang lain. Karena takdirmu sudah ditetapkan oleh tuhan untuk menjadi pempimpin mafia ini. Selama kau hidup di keluarga Naresh. Kau tidak akan pernah menikah, apalagi mempunyai keturunan sekali pun!"
Jika suatu saat Aruna akan menikah maka itu akan membuatnya tidak fokus untuk menjadi penerus dirinya. Najandra tidak ingin hal itu terjadi.
Hanya satu yang diinginkan Najandra dari Aruna. Ia ingin anaknya menjadi ketua mafia terkuat, mengusai seluruh negara ini.
Memperluas daerah kekuasaan agar menjadi mafia terkuat, ditakuti oleh seluruh dunia. Itu lah yang diinginkan Najandra.
"Kau mengertikan maksud Ayah?" tanya Najandra.
Aruna hanya menatap tajam ke arah ayahnya. Ia benar-benar sudah tidak tahan menjalani kehidupan sebagai seorang mafia.
Ia segera beranjak pergi dari ruang kerja ayahnya, lalu masuk ke dalam kamarnya.
Aruna membuka bungkus rokok, menghisapnya dalam-dalam.
Aruna berdiri di balkon kamarnya menatap langit, ia berharap agar tuhan mengabulkan keinginannya untuk bisa mempunyai keluarga kecil.
Sudah 1 bulan lebih, Aruna tidak pernah bertemu dengan Clara, ia jadi ingat dengan gadis yang pernah monolong dirinya.
Ia berniat ingin pergi ke rumahnya, kebetulan rumah yang Clara tempati termasuk daerah kekuasaan Aruna.
"Bos, kita mau kemana?" tanya Said yang selalu setia menemani Aruna kemana pun Aruna pergi.
"Kau ingat dengan gadis yang pernah menolong nyawaku?"
Said menganggukan kepalanya. "Ingat!"
"Good! Kita akan pergi ke rumahnya hari ini. Aku ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi, tak lupa aku akan memberikan dia hadiah." wajah Aruna terlihat senang sekali baru kali ini ia merasakan sebahagiaan ini.
Selama ini hatinya selalu dipenuhi oleh kekosongan. Tidak ada sesuatu yang membuat Aruna sebahagia ini.
Aruna merasa bahwa dirinya sudah lelah menjalani hidup sebagai ketua mafia dikelompoknya.
Ditambah pekerjaan yang tidak ada habisnya, belum lagi mengurus para musuh di luar. Ditambah lagi bawahanya banyak yang terbunuh di medan perang.
Banyaknya pesanan persenjataan yang harus ia kirim ke negara Meksiko, ada beberapa wilayah kekuasaan Aruna diusik oleh kelompok lain. Dan masih banyak yang lainya.
Di saat pekerjaa Aruna sudah mulai sedikit berkurang, dan tidak ada lagi pekerjaan yang ia jalani. Dengan cepat Aruna meluncur ke rumah Clara, ia sudah tidak sabar ingin pergi ke tempat Clara untuk menemui dirinya lagi.
Namun sayang, Clara sudah tidak tinggal di sini lagi, ia sudah lama pindah dari kontarkan ini setelah para rentenir itu menemui tempat tinggal Clara.
Aruna tidak tahu kemana ia harus mencari Clara, padahal ia ingin sekali bertemu dengan Clara dan membawakan hadiah untuk Clara.
Ada rasa kecewa di hati Aruna saat dirinya tidak bertemu dengan Clara.
Melihat bosnya kecewa Said menepuk pundak Aruna. "Sabar ya bos, saya yakin suatu saat nanti pasti bertemu lagi."
Semenjak itu Aruna jadi sering murung, tidak ada rasa semangat untuk menjalani hidup sebagai seorang mafia.
Ayahnya selalu saja menekan Aruna untuk memperluas daerah kekuasaan. Membuat Aruna menjadi sangat frustrasi
***
"Begini kah calon pemimpin masa depan baru? Hanya bisa diam, dan merenung tanpa bisa melakukan apa pun?" ucap kakak sulung Aruna bernama Edward Naresh.
Aruna sedang duduk santai di dalam gudang persenjataan, ia tidak mengubris perkataan sang kakaknya.
Aruna lebih fokus pada anak buahnya yang saat ini sedang bekerja mengangkat persenjataan ke dalam truck besar untuk dikirim ke luar negeri.
Menurut Aruna. Kakaknya, dan juga ayahnya tidak ada bedanya. Terlalu terobsesi akan dunia permafian.
Mereka berdua haus akan kekuasaan, dan juga kekuatan. Mereka berdua ingin dipandang oleh para musuhnya bahwa keluarga dari Naresh adalah yang terkuat raja dari semua mafia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments