Cinta Suci
Ria bersama sahabatnya kini sedang menikmati pijatan spa di badannya. Setelah seharian mengelilingi mall, badan mungilnya itu kelelahan dan memerlukan sebuah pijatan.
"Eh tadi gue abis berapa ya, Lel?" tanya Ria kepada temannya, Lely.
"Bukannya dua ratus juta?" tanya balik Lely sambil berusaha mengingat sisa saldo rekening milik Ria.
"Oh, dikit ternyata," ucap Ria tenang.
"Dikit jodoh lo ustad! Banyak ogep!"
"Ck, coba stop omongan jodoh lo itu ntar beneran jodoh gue ustad gimana!" seru Ria tak suka.
"Bagus dong jodoh lo ustad! Biar lo nggak sinting lagi," balas Lely santai.
"Gue doain jodoh lo--"
"Ssst, nggak boleh gitu gue baik banget dah pinjemin lo seratus juta minggu lalu, kapan dibayar?" tanya Lely dengan menempelkan jari telunjuknya di bibir mungil Ria. Yang ditagih hanya menyengir dengan merasa tak enak.
"Besok gue transfer ke rekening lo, hari ini gue minta ke papi gue," jelas Ria.
"Hari ini lo jajan dua ratus juta, bukannya bayar utang dulu malah beli baju-baju kurang bahan," ledek Lely, Ria melirik ke arah Lely.
"Ya ampun, Lel. Waktu itu gue pake baju yang sama ke club semua orang menyadari itu! Malu dong gue, yaudah beli lagi aja sekalian banyak buat nyetok," jelas Ria sambil memainkan ponselnya.
"Nyetok apa, lo kira ayam nyetok!"
"Matok itu Lely Prasmana!" seru Ria kesal.
"Heh! Amit-amit gue sama si Prasmana," sentak Lely.
"Nggak papa atuh, kan tajir dia," ucap Ria santai.
"Tajir apa, hutang ke si Jaxon aja nggak dibayar-bayar," ucap Lely.
"Serius? Yang satu miliar itu?"
"Iya Nyet,"
"Parah si jodoh lo," ucap Ria sambil membayangkan betapa bodohnya orang yang mereka obrolkan itu.
"Sumpah Ya, gue sholat terus doain lo dapet jodoh ustad!"
"Kapan lo sholat?" tanya Ria tak menyangka.
"Subuh nanti balik club gue sholat," jawab Lely dengan yakin.
"Emang bakal dikabul doa lo abis mabok terus sholat?" tanya Ria kembali.
"Weh meragukan tuhan! Lihat nanti kuasanya," ucap Lely membuat Ria sedikit ketakutan namun tetap tak yakin bahwa doa Lely itu akan dikabul.
"Iya dah, serah lo aja," ucap Ria melanjutkan bermain ponselnya.
Mereka pun terdiam dan saling menikmati pijitan yang mereka rasakan.
Di jam sekolah ini, mereka menghabiskan waktunya di luar sekolah, ya lebih tepatnya mereka bolos sekolah.
.
.
"Albitaz Muhammad!"
Yang memiliki namapun menoleh dan mengerutkan alisnya tanda kebingungan.
"Mau ke kantin nggak! Ngapalin mulu, di rumah aja atuh," ucap Yoga.
"Iya Bi. Ini kan bukan pesantren lagi," sambung Aldi.
Albi yang merasa omongan teman-temannya itu benarpun menutup kitab sucinya dan menyimpannya dengan rapi.
Albi masih menyimpan kebiasaan selama sembilan tahunnya itu. Padahal kini dia sudah tidak hidup di pesantren lagi jadi sudah tidak diwajibkan untuk selalu menghafalkan ayat suci.
Ia bangkit dari duduknya dan menghampiri ketiga temannya itu lalu berjalan bersama menuju kantin sekolah.
"Eh, gue denger nanti bakal ada perfome anak dance buat kepala sekolah baru kita!" seru Yoga yang membuat senyuman Aldi mengembang.
"Masa?" tanya Aldi memastikan.
"Iya woy! Ada Ria sama si Sania!" seru Yoga kembali.
"Ah lo mah sama yang bohay langsung melek," ledek Vian menoyor kepala Aldi.
"Aaa, neng Sania," ucap Aldi sambil berbunga-bunga.
"Kenapa nggak sama si Ria aja, Di?" tanya Yoga. Aldi melirik sinis ke arah Yoga.
"Galak banget cewek itu! Gue waktu itu kan pernah ngajak dia pulang bareng malah dikatain mau nyulik dia, mana sambil teriak lagi, kampret kan," jelas Aldi yang mengundang tawa semua teman-temannya.
"Lo terlalu naif ngedeketinnya, cepet-cepet banget si," ucap Vian.
"Kan biar nggak kepepet sama orang," jawab Aldi.
"Eh tapi gue lupa Ria tuh yang mana, soalnya di club juga gue sering liat yang namanya Ria, tapi masa Ria mantan gebetan lo yang ke club," jelas Vian.
"Ha, masa ngeclub?" tanya Yoga.
"Kan gue juga nanya," balas Vian.
"Ntar dah kalo ketemu gue kasih liat," ucap Aldi, Vian pun mengangguk.
"Bi, kenapa si tiap kita ngomongin cewek lo nggak ikutan nimbrung?" tanya Yoga yang langsung mendapankan pukulan kecil dari Vian dan Aldi.
"Pertanyaan lo nggak berkualitas," ledek Vian.
"Udah tau bapak ustad, masih nanyain juga!" sambung Aldi.
Albi yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya melihat teman-temannya ini sangat jauh berbeda sikapnya dengan dirinya.
Jika teman-temannya ini suka bermain bersama wanita, Albi hanya bermain bersama kaum lelaki.
Bukan karena apa-apa, tapi Albi juga paling anti sekali berdekatan dengan yang bukan muhrinya. Selain tak suka itu juga memunculkan dosa untuknya.
"Eh mau pesen apa? Gue pesenin Vian bayarin," ucap Aldi.
"Yang ada lo yang pesenin lo yang bayarin!" seru Vian.
"Kan lo yang tajir," elak Aldi.
"Bayar sendiri-sendiri ribet amat," tegas Albi membuat semua terdiam.
"Duh, si Albi sekalinya ngomong dah kayak pisau baru beli," sindir Yoga, namun Albi tak menghiraukannya.
"Udah semua samain aja nasi goreng, belum pada sarapan juga kan?" tanya Vian memastikan.
"Gue jus buah aja, udah sarapan di rumah," jawab Albi.
"Yaudah, sana pesen Di," titah Vian, Aldi memutarkan matanya malas. Ia pun pergi untuk memesan makanan teman-temannya.
"Eh Yan, lo sama Anggun masih?" tanya Yoga.
"Masih dong!" seru Vian.
"Udah sering nyakitin juga masih diterima?" tanya Albi.
"Jangan gitu dong Bi, ntar lo punya cewek juga ngerti posisi gue, serba salah tau nggak," keluh Vian.
"Tapi buat ukuran si Anggun tu nggak cocok sama lo Yan," ledek Yoga yang mendapat ancaman dari Vian. Yoga langsung mengangkat kedua jari tangannya sambil tersenyum kekeh.
"Emang si menurut gue juga," sambung Albi, Vian mengusap-usap dadanya.
"Terus gue harus sama yang nakal lagi gitu? Kan kagak. Kalau gue sama cewek yang nggak bener lagi makin nggak bener gue," jelas Vian.
"Lah, sama si Anggun lo nggak ada perubahan tuh, masih sering ngeclub juga," nyinyir Yoga.
"Gue masih ke club cuman ngobrol-ngobrol aja, gue udah nggak minum lagi," jelas Vian yang ditanggapi anggukan oleh Yoga.
Albi yang menangkap pembicaraan Vian tadi sedikit berpikir. Jika Vian mendapat wanita baik dan suci, apa mungkin dia akan?
"Woy!" teriak Aldi yang mengejutkan satu komplek.
"Biasa aja!" sentak Yoga.
"Maaf Bep, nih pesenan udah dateng," ucap Aldi memberikan pesanan setiap temannya.
"Beneran lo nggak mau makan, Bi?" tanya Vian kembali.
"Nggak Yan, gue udah makan," jelas Albi yang dibalas anggukan oleh Vian.
Mereka pun menyantap makanan mereka sambil sesekali bercerita-cerita.
.
.
Malam sudah datang. Dan sudah waktunya bagi Ria dan Lely untuk pergi bersama ke club, melepas semua penat dan masalah yang menghadang.
Ria telah mengganti bajunya dengan baju yang baru saja ia beli tadi siang. Ia juga mengoleskan makeup sesimple mungkin agar dirinya juga tak terlihat menor.
Lely yang juga sudah siap dengan penampilannya mengajak Ria untuk turun dari mobil dan masuk ke club.
Ria mengangguk lalu turun bersama dari mobil.
"Gue nggak menorkan, Lel?" tanya Ria.
"Nggak Ya, lo cantik," jawab Lely. Ria mengangguk dan lebih percaya diri.
Mereka pun masuk kedalam club yang langsung disambut dengan musik yang begitu kencang dan menggelegar.
Tak lupa dengan aroma alkohol yang menyengat membuat mereka langsung menghampirinya.
"Gue goda om-om ah buat bayar minumnya," ucap Lely.
"Ih nggak modal banget minta ke om-om!" ledek Ria.
Yah, walaupun mereka suka ke club dan menggunakan baju seksi, hanya Ria yang tubuhnya tak suka ia pegang oleh orang lain. Karena dari kecil sang ayah selalu berpesan untuk menjaga tubuhnya agar tidak dirusak oleh siapapun kecuali suaminya nanti.
"Abisnya lo nggak bayar hutang," balas Lely.
"Yaudah minum kali ini gue bayarin, sekalian bayar hutang," jelas Ria.
"Bukan bayarin itu duit gue artinya bayar sendiri gue!" seru Lely, Ria menyengir.
"Iyaudah sama aja. Pesen sana," titah Ria, Lely pun memesan minuman kesukaan mereka.
"Kali ini mabuk ah," ucap Ria yang tak terdengar oleh Lely, sengaja.
Mereka meneguk minuman mereka sambil sesekali berbincang ataupun melirik ke arah dance floor melihat banyak pria tampan disana.
Namun tatapan mereka berhenti ketika melihat seseorang yang terasa familiar dipenglihatan mereka.
"Itu Vian bukan sih? Temen si Aldi yang pernah ngedeketin lo?" tanya Lely memastikan.
"Pacarnya si Anggun?" tanya Ria balik.
"Iya!"
"Wah, kok pacar ustazah disini," ucap Ria sambil menutup mulutnya, Lely pun ikut terkekeh.
"Ceweknya so soan dakwah sana sini, eh cowoknya nari-nari disini," ucap Lely yang mengundang tawa Ria.
"Haduh, bukannya urusin cowok sendiri malah urusin hidup orang lain. Dasar cewek so alim," ledek Ria sambil meneguk kembali minumannya sampai habis dan meminta kembali untuk di isi.
"Lo mau mabuk?" tanya Lely yang sendiri tadi memperhatikan wanita itu sudah banyak minum.
"Kenapa?" tanya balik Ria.
"Nggak boleh, Ya! Besok masih sekolah lo harus masuk! Pelajaran bu 'Ia," seru Lely, Ria memutar matanya malas.
"Halah 'Ia doang cetek!" seru Ria sembil menggambarkannya dengan jari seolah-olah dia menyentil orang.
"Hih, gue nggak tanggung jawab ya kalau lo dimarahin nanti," ucap Lely.
"Iyaudah nggak bakal dimarahin juga, Lely," balas Ria.
"Nggak bakal tau lo, kemaren aja lo pernah dimarahin sama dia," jelas Lely.
"Kapan?"
"Ya ampun, udah deh jangan minum lagi makin bego tau lo," tegas Lely mengambil gelas Ria.
"Ck! Sekali doang jarang mabok kan gue," ketus Ria.
"Jarang? Tiap hari woy!"
"Udah lah, sekali ini doang kan besok-besok gue nggak bakal minum banyak lagi," pinta Ria dengan memohon. Lely sedikit tersentuh dengan pintaan temannya itu.
"Plis, besok gue bayarin lo jajan di kantin deh sepuasnya!" seru Ria, mata Lely langsung berbinar.
"Awas lo besok mabok lagi," ancam Lely.
"Iyaaa, nggak bakal,"
Ria pun merebut gelasnya dan meneguk minumannya kembali.
Lely hanya bisa menggelengkan kepalanya tak percaya dengan aksi nekat temannya tersebut. Untung ada dirinya, jadi tidak akan ada yang bisa macam-macam kepada Ria.
"Ria?"
Lely langsung menoleh begitu ada yang memanggil temannya.
"Kamu mabuk?"
Lely membelakkan matanya begitu mengetahui orang tersebut.
"Ria!"
"Apasi, kenapa kak?" tanya Ria dengan enteng karena pengaruh mabuk.
Tanpa babibu, Reo menggendong adiknya ala brandal style dan membawanya keluar dari sana.
Lely yang khawatir langsung mambawa tas Ria yang tertinggal dan mengejar Reo.
"Kak Reo!"
Reo tak mengubis sahutan sahabat dekat Ria itu. Dia tetap berjalan sambil membawa sang adik untuk pergi dari tempat itu.
"Kak Reo, Ria--"
"Pulang kamu! Anak gadis malem-malem bukannya diem di rumah malah keluyuran diclub! Nggak punya harga diri!" sentak Reo yang membuat Lely terdiam.
Reo melanjutkan perjalanannya dan membawa Ria masuk kedalam mobilnya.
.
.
"Ayah!" teriak Reo begitu masuk ke dalam rumah.
"Kenap--Ria?"
Putra--ayah Ria-- terkejut melihat putrinya dibawa pulang dengan keadaan mabuk.
"Kenapa dia Reo?" tanya Putra.
"Ayah tahu sendirikan dia kenapa? Ini hasil dari manjaan ayah selama tujuh belas tahun dia hidup!" seru Reo yang muak dengan sikap ayahnya kepada Ria.
"Gimana kamu bisa nemuin dia?" tanya Putra kembali.
"Aku simpan gips di mobil dia," jawab Reo.
"Serira, bawa Ria ke kamarnya terus kunci," titah Putra.
Serira membawa adik iparnya dengan sedikit kesusahan namun tetap berusaha hingga akhirnya ia berhasil membawa Ria ke kamarnya.
"Ayah harus rubah sikap ayah biar dia nggak makin-makin. Kalau ayah masih manjain dia, tingkah dia bakal lebih parah dari ini," tegas Reo yang langsung meninggalkan ayahnya.
Putra memejamkan matanya. Ia menghembuskan nafasnya dengan gusar.
Ia juga tak mau memanjakan anak perempuannya itu. Namun pinta almarhumah sang ibunya lah yang meminta untuk mengizinkan dan memberi apapun yang Ria mau.
Mungkin Putra juga salah. Dia memanjakan anaknya tanpa memberikan pelajaran mana yang seharusnya Ria hindari ataupun didekati.
Mungkin besok Putra akan menceramahi anaknya itu tentang kelakuan yang telah anaknya lakukan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Maming Saputra
Mlm ada kah
2023-07-19
0
linda sagita
salam kenal "Amalia Iskandar" jika berkenan ayo kita Sling dukung🙏
2022-10-17
0