Putra datang ke sekolah Ria dengan sedikit terlambat. Dia menghindari waktu sebelum belajar karena akan sangat ramai dan para siswa bisa curiga dengan semua itu. Bagaimanapun ia masih ingin nama baik anaknya tetap terjaga.
"Kita mau kemana dulu Ayah?" tanya Serira sambil menggandeng sang mertua.
"Kalau kita bicarakan ke guru, bisa-bisa Ria dikekuarkan juga dari sekolahannya, Rira," jelas Putra yang diangguki Serira.
"Lalu, Ayah mau tanya-tanya aja siapa pemilik jaket ini?" tanya Serira, Putra mengangguk.
"Yaudah kalau gitu kita tanya ke siswa yang kebetulan lewat sini aja Yah," ucap Serira yang disetujui Putra. Merekapun diam di tempat sambil sesekali mencari siswa yang melewat.
"Putra?" panggil seseorang membuat sang pemilik nama menoleh.
"Muhtaz!" seru Putra tidak menyangka dan langsung memeluk sahabatnya itu.
"Wah Putra lama nggak ketemu!" seru Muhtaz yang membalas pelukan Putra.
"Iya Taz. Gimana kabar?" tanya Putra.
"Alhamdulillah baik, lo gimana?" tanya balik Muhtaz.
"Baik," jawab Putra.
"Udah tua juga masih seger ya lo Put," ucap Camila membuat Putra merasa percaya diri.
"Harus selalu kelihat seger dong!" seru Putra.
"Eh ngapain ke sini?" tanya Muhtaz penasaran Putra melirik ke arah mantunya.
"Anak gue ada masalah," jawab Putra. Muhtaz dan Camila mengerutkan dahinya.
"Ria? Punya masalah apa dia? Setelah sepuluh tahun aku nggak ketemu dia, dia baik-baik aja kan Put?" tanya Camila yang ikut khawatir.
"Ria enggak baik-baik aja," jawab Putra membuat Camila membelak matanya begitupun dengan Muhtaz.
"Maksud lo?" tanya Muhtaz.
Putra mengambil hoodie yang sendari tadi dipegang oleh Serira dan menunjukkannya kepada Muhtaz dan Camila.
"Dia telah dirusak oleh pria pemilik hoodie ini," jelas Putra.
Camila yang merasa familiar dengan pakaian itu langsung mengambilnya dari Putra dan memperhatikannya.
"Ini bukannya--"
"Ini punya Albi, dia selalu kasih nama dikerah bajunya," jelas Muhtaz membuat Putra kebingungan.
"Albi? Albitaz Muhammad bin Muhtaz Muhammad?" tanya Putra memastikan.
Dengan berat hati, Muhtaz mengangguk membenarkan pertanyaan Putra.
"Ini milik Ria?" tanya Camila begitu mengeluarkan sweater crop yang kemarin ia temukan.
"Iya itu milik Ria. Aku yang membelikannya," jawab Serira yang sangat ingat dengan pakaian itu.
"Putra," panggil Muhtaz sambil memegang pundak Putra. Mereka pun saling bertatap-tatapan seolah-olah mereka sedang melakukan komunikasi batin.
.
.
Ria bosan berada di kamarnya. Jika di suruh memilih dia akan lebih memilih sekolah dibanding kamarnya, karena ini semua merasa tidak seru.
Ria berniat untuk bermaskeran saja demi menghilangkan suntuknya. Kan gabutnya berfaedah nggak rebahan doang, canda.
Ia mengambil mangkuk kayu beserta kuasnya dan memilih varian masker yang ingin ia pakai kali itu.
"Muka gue lagi bruntusan banget gegara dimarahin terus. Pakai rasa greentea aja kali ya siapa tau ngempesin," ucap Ria sambil mengambil masker organik varian greenteanya itu.
Ria pun menuangkan secukupnya ke mangkuk masker lalu mencampurkan adonan itu dengan air mawar. Ia aduk-aduk lalu mengoleskannya ke seluruh wajahnya.
Setelah wajahnya tertutup semua oleh masker, ia pun merebahkan dirinya di atas ranjang dan mengambil ponselnya untuk menscroll tiktok sambil menunggu maskernya kering.
Sesekali ia menahan tawa ketika melihat video yang lucu, dan sesekali juga kesal melihat video yang berisi keuwuan sepasang sejoli.
"Haduh, buka tiktok bukannya menghibur malah buat sirik!" seru Ria yang langsung membuang ponselnya ke sembarang arah.
Ia pun turun dari ranjangnya dan melihat ke cermin sebentar untuk memastikan bahwa maskernya itu telah kering.
Ria pun pergi ke kamar mandi untuk membilasnya hingga bersih dan memperhatikan perbedaannya.
"Mantul, si bruntus langsung bosen sama masker gue makanya pada ngilang," ucap Ria yang memegang wajahnya yang kini telah mulus.
Setelah selesai mengeringkan wajahnya, ia pun menggunakan rangkaian skincare di pagi hari yang sangat simple.
Yang pertama adalah toner. Ia menggukan tonernya dengan cara menuangkannya ke kapas lalu mengusap-usapnya ke wajar dengan perlahan.
Lalu selanjutnya adalah essence. Cara memakai Ria sangat mudah yaitu hanya dengan cara menuangkannya ke tangan lalu menepuk-tepukannya ke wajah.
Selanjutnya ada serum. Dia meneteskan serumnya ke tiga titik, yaitu dahi ,pipi kanan dan pipi kiri. Setelah itu ia oleskan semuanya secara merata.
Lanjut ke moisturizer. Ria ambil moisturizernya dengan spatula mini lalu mengoleskannya ke wajah dengan meratakannya dengan perlahan.
Yang terakhir sunscreen. Ini adalah skincare terwajib karena yang mengunci semua skincare yang telah dipakai tadi. Cara pakai Ria serupa dengan cara memakai moisturizer namun ini tidak diambil dengan spatula kecil.
Setelah semuanya selesai, ia pun merapihkan meja riasnya dan bangkit dari duduknya.
Dan tiba-tiba saja pintunya terbuka menampilkan sosok Putra yang mencari keberadaan Ria.
"Ayah--"
"Besok hari pernikahan kamu dengan Albitaz Muhammad. Malam ini kamu bertemu dengan dia dan bersiap-siap lah," jelas Putra yang langsung menutup pintu kamar Ria meninggalkan Ria yang kini sedang mematung mencerna semua kata yang baru saja ayahnya katakan.
.
.
Camila dan Muhtaz membuka knok pintu kamar Albi dengan perlahan. Diperlihatkannya seorang Albi yang kini sedang menatap sendu ke arah belakang rumah sambil memegang kitab suci.
Orang tuanya saling bertatap-tatapan sebelum akhirnya meyakini bahwa mereka bisa.
Mereka masuk dengan perlahan dan menutup pintu kamarnya kembali, lalu mendekati Albi dan menyadarkannya dari lamunan.
Albi langsung menoleh begitu orang tuanya telah berada di dalam kamarnya.
"Besok kamu akan menikah dengan Ria Mehputri Yagsa. Dan malam ini kalian akan bertemu untuk melakukan lamaran," jelas Muhtaz yang membuat Albi langsung bangkit dari duduknya.
"Papa enggak percaya sama Albi?" tanya Albi tegas kepada ayahnya karena tak terima dirinya dinikahi tanpa suatu kesalahan.
"Papa sudah melihat semua buktinya bagaimana bisa percaya kamu!" seru Muhtaz yang berusaha ditenangkan oleh Camila.
"Keluarga Ria menemukan pengaman di hoodie kamu yang sudah terpakai apa papa masih bisa percaya kamu?" tanya Muhtaz sambil mendorong anaknya.
Apa lagi itu ya Tuhan. Batin Albi.
"Papa cuman ingin kamu menjadi lelaki yang bertanggung jawab!" seru Muhtaz yang langsung meninggalkan kamar Albi.
Camila menatap anaknya kasihan lalu memeluknya.
"Turuti apa kata ayahmu Albi, dia juga tidak mengambil keputusan dengan sebelah pihak," jelas Camila sambil mengelus-elus rambut Albi.
.
.
"Serira hidangkan semua makanannya sekarang, lalu tutup makanannya," titah Putra yang langsung dilaksanakan oleh Serira dan dibantu oleh Fanya.
"Ayah, keluarga besar sudah Rio kabari, ada sebagian dari mereka yang tidak bisa ikut karena terlalu mendadak tapi ada juga yang bisa," jelas Rio.
"Tak apa Rio, yang jelas beritahu mereka dan alasannya karena ini pesan dari ibunya," titah Putra, Rio mengangguk paham lalu melaksanakan tugasnya.
"Reo, semua persiapannya sudah selesai?" tanya Putra. Rei mengangguk.
"Sudah Ayah, mereka bakal dateng buat ngehias rumah kita pagi buta. Dan penghulu bakal dateng sekitar jam delapan pagi," jelas Reo.
"Bagus kalau gitu,"
Tok tok tok
"Nah, itu sepertinya sudah datang!" seru Putra, Reo mengangguk.
Putra membuka pintu rumahnya dan menampakkan seluruh anggota keluarga Muhtaz yang kedatangannya ditunggu itu.
"Assalamualaikum, Putra," ucap Muhtaz.
"Waalaikumsalam, Muhtaz, ayo semua masuk," ajak Putra memberikan jalan untuk mereka semua.
"Wah, rumah lo jadinya baru lagi ya," tebak Muhtaz.
"Rumah lama selalu terkenang almarhumah. Jadi kita pindah aja," jelas Putra.
"Iya Put, sampai nggak ngabarin kita pindah kemana," sambung Camila Putra terkekeh.
"Dendam banget La, kan sekarang udah tahu," balas Putra.
"Rio mana Om? Fanya juga lagi hamil ya?" tanya Ririn dengan semangat.
"Rio lagi ada obrolan bentar sama keluarga besar, Fanya lagi bantu-bantu Serira di ruang makan," jelas Putra yang kini telah duduk di sofa ruang tamu.
"Ririn kesana ya Pa, Ma," pamit Ririn yang diangguki dan diikuti sang suami.
Albi masih diam atas kebingungannya. Mengapa keluarganya ini terasa akrab dengan keluarga Ria? Bukan kah mereka sedang berada difase salah paham? Tapi mengapa mereka seperti saudara?
"Ohiya, aku udah kabarin Bianca sama Johan, mereka bakal datang besok," ucap Camila.
"Wah bagus, Kani juga sudah melahirkan ya?" tanya Putra.
"Anak Kani sudah berumur lima tahun seperti anak Serira," jawab Camila, Putra ber'oh ria.
"Oh ini Albi?" tanya Putra yang sudah tahu namun bertanya kembali.
Albi tersenyum simpul lalu menyalami tangan Putra.
"Dulu sama Ria mainnya sampai umur lima tahun doang ya jadi nggak inget?" tanya Putra yang membuat Albi mematung. Sama Ria? Batinnya.
"Dulu mama itu jadi ibu asinya Ria, karena kamu sama Ria satu asi jadinya Ria tinggal di rumah kita. Eh sekarang mau tinggal tetap disana," jelas Camila. Albi tetap mematung.
"Sebelum akhirnya Putra ngilang," sambung Muhtaz yang mengundang tawa semua orang.
"Eh, mana Ria?" tanya Camila.
"Ohiya, bentar saya panggil," jawab Putra yang hendak bangun. Namun secara tak sengaja, Ria sudah datang dengan sendirinya menuju ruang tamu tempat ayah dan keluarga prianya berkumpul.
"Nah, Ria,"
"Masyaallah, cantik sekali," puji Camila yang langsung menyuruh Ria untuk mendekat.
Ria yang kebingungan karena sepertinya mama Albi telah mengenalnya itu hanya menurut menghampirinya dan duduk disebelahnya.
"Ih, Ria udah gede aja," ucapnya, Ria mengerutkan alisnya.
"Tante kenal Ria?" tanya Ria, Camila mengangguk.
"Tante ibu asi kamu Sayang," jawab Camila membuat Ria membelak terkejut.
"Ini tante Camila, sahabat mendiang mama kamu yang papa ceritain pernah ngasih asi buat kamu," jelas Putra menambah penjelasan.
Ria terdiam sambil membelak terkejut, mengapa bisa se-pas itu.
Albi yang melihat kejadian dihadapannya sangat bingung. Antara orang tuanya sengaja menjodohkan dan tahu bahwa mereka salah paham atau memang mereka salah paham.
"Yaudah jadi besok pagi acara pernikahannya. Jam delapan penghulu akan datang, kalian berangkat jam setengah delapan saja," jelas Putra yang diangguki Muhtaz dan Camila.
"Keluarga gue sebagian doang yang dateng soalnya mereka bilang ada urusan dan kita bilangnya mendadak banget," ucap Muhtaz.
"Keluarga gue juga. Tapi yang penting sahnya mereka kan," balas Putra, Muhtaz dan Camila pun mengangguk.
Ria melirik ke arah Albi yang juga melirik ke arahnya. Ria memberi kode berupa pertanyaan apa maksud semua ini. Namun Albi pun tak tahu, dia mengangkat bahunya dan memalingkan kembali tatapannya. Ria mendengus kesal.
"Ayah, Om, Tante, makanan sudah siap, ayo makan dulu," ajak Serira yang baru saja datang dari dapur.
"Ohiya, ayo-ayo," ajak Putra, semua pun bangkit dan berjalan bersama menuju meja makan.
Semua berkumpul bersama menikmati hidangan sederhana yang tersedia disana.
Ada banyak sekali menu makanan salah satunya makanan kesukaan Albi, yaitu gurame asam manis.
"Wah ada makanan kesukaan Albi tuh," ucap Camila.
"Yang mana Tante?" tanya Fanya.
"Ini, gurame asam manis," jawab Camila.
"Oh itu. Masakan itu buatan Ria, dia juga suka gurame asam manis jadi suka bikin sendiri," jelas Fanya membuat Albi dan Ria saling terdiam.
"Wah, pas banget berarti ya jodohnya!" seru Camila yang disetujui semua orang.
Mereka pun tertawa kecil ketika melihat orang yang diomongi itu hanya diam. Tak lama keadaan kembali hening untuk menikmati makanan yang telah disajikan.
Selang beberapa menit, semua telah selesai dengan acara makan malamnya. Muhtaz bersama Putra dan Camila kembali berbincang membicarakan masa-masa lalu mereka. Para wanita muda mengerjakan tugas mereka membersihkan meja makan yang juga dibantu oleh Ririn. Sedangkan kakak Ria bersama Albi dan Harry mengobrol bersama di meja makan.
"Sama-sama baru mau jadi ayah, gimana rasanya pas istri ngidam?" tanya Reo yang juga teringat masa-masa sang istri mengidam.
"Sulit sih, tapi seneng juga karena itu permintaan anak," jawab Harry yang disetujui oleh Rio.
"Bohong, istri kalian cuman bawa-bawa anak aja padahal aslinya mereka sendiri yang mau," balas Reo membuat kedua calon ayah itu terdiam. Albi yang mendengarnya terkekeh lalu tertawa pelan.
"Liat, anak kecil aja paham,"
"Ah lo, suka buat berdebatan rumah tangga aja," ucap Rio.
"Kan ngetest,"
Yang lain pun tertawa atas candaan yang saling dilontarkan. Hingga tak terasa malam semakin larut, keluarga Muhtaz pun memutuskan untuk pulang agar esok hari tidak terlambat.
"Yaudah kalau begitu kita pamit, Assalamualaikum," ucap Muhtaz.
"Waalaikumsalam," balas semua orang. Muhtaz dengan keluargapun pergi dari kekediaman Putra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
siapa saja('_')
Lanjutt✍💪
2021-05-06
1
❣︎ fǟfǟ • ♚⃝𝕯𝖚ͨᴅᷞ𝖚ͧ𝖑ᷨ
lagii
2021-05-06
1