THE ORIGINAL

THE ORIGINAL

ANAK NAKAL

"ANAK SETAN!!!"

Mendengar hardikan ayah tirinya membuat bocah berumur 9 tahun itu berteriak marah, gadis bertubuh mungil itu lantas melompat ke arah wajah sang ayah dan menggigitnya.

Darah menyembur kemana-kemana namun si gadis tak melepas gigitan nya. Seperti sedang memakan daging yang lezat, sesekali gadis itu terlihat tengah mengunyah cuilan daging yang ia dapat dari wajah sang ayah.

Ibu tiri si gadis cuma bisa melongo mendapati pemandangan mengerikan di depannya, bukan karena tak bisa menolong. Namun kedua kakinya sudah habis dimakan gadis itu terlebih dahulu sebelum ayah tirinya menghardik gadis itu.

Wajah dan tubuh gadis berumur 9 tahun itu berlumuran darah merah yang segar, ia segera melepas tubuh ayahnya yang sudah mati lemas kehabisan darah. Sorot matanya yang tajam menatap wajah ibu tirinya yang juga sudah di ambang kematiannya.

Tanpa ada rasa penyesalan di dalam hatinya gadis itu mencabut selang yang tertancap di tabung gas, membuat seisi rumah itu dipenuhi gas yang bisa terbakar kapan saja. Benar-benar anak setan, gadis itu menyalakan sebuah pemantik api yang seketika membuat rumah itu meledak.

Gadis kecil tersebut terpental keluar dengan darah segar milik ayahnya yang masih menempel di seluruh tubuhnya. Melihat kobaran api yang melalap rumahnya ia malah tersenyum.

Tak lama setelah itu ambulan dan beberapa mobil polisi datang ke lokasi kejadian, mereka semua menemukan gadis itu tengah menangis di depan rumahnya sambil menyebut nama ayah dan ibu.

Merasa iba, salah satu perawat menghampiri sang gadis kecil dan membersihkan wajahnya yang berlumur darah. Perawat itu memperlakukan sang gadis kecil dengan amat lembut.

"Apa kau mau aku daftarkan ke panti asuhan didekat rumahku?" Tawar sang perawat.

"Panti asuhan??" Gadis itu menatap sang perawat dengan polos.

"Benar, disana kau bisa memiliki banyak teman"

"Teman??" Wajah sang gadis berbinar bahagia, gadis itu tersenyum lantas memeluk tubuh si perawat. "Aku ingin punya teman"

"Baiklah..." Ujar si perawat sambil mengusap rambut panjang gadis kecil itu. "Oh, siapa namamu sayang??"

"Winter" ucapnya pelan.

•••••

Beberapa saat setelah mobil polisi itu pergi membawa Winter bersamanya, datang sebuah mobil lagi dengan tiga orang penumpang di dalamnya. Terlihat seorang pria berwajah tampan dan dua orang gadis berwajah mirip.

"Apa kau yakin Pink disini tempatnya?" Landon menatap Pink lalu menatap rumah yang sudah hangus terbakar di depannya.

"Benar, bola pendeteksiku tak mungkin salah!"

"Tidak ada apa-apa disini selain rumah yang hangus terbakar" ucap Landon lalu berjalan menuju puing-puing rumah. "Kita sudah terlambat..."

"Belum" Peach menggelengkan kepalanya pelan.

Gadis berwajah dingin itu lantas berjalan pelan mendekati Landon, tangan kirinya terangkat dan seolah menunjuk sesuatu di dalam rumah yang sudah hangus.

"Disana ada dua mayat, seorang wanita dan seorang lagi pria"

"A-apa??" Landon terkejut bukan main. "Bukankah seharusnya polisi sudah mengamankan mereka?"

"Sebelum kemari, aku dan Peach sengaja menggunakan gelombang sihir untuk menutupi rumah ini" sahut Pink yang kini sudah berada di dekat saudara kembarnya itu. "Itu adalah idenya Peach"

"Wah, aku sangat bangga memiliki dua orang putri seperti kalian!" Ucap Landon senang.

(Untuk informasi, Landon, Pink, Peach dan Lucy adalah keluarga penyihir. Mereka adalah karakter utama di Novel saya yang berjudul GEMOS)

Ketiga penyihir itu memasuki rumah yang masih terdapat banyak kepulan asap disekitarnya. Landon mengangkat reruntuhan kecil rumah yang menimpa kedua jasad manusia dibawahnya.

Sedangkan si kembar hanya bisa menatap ayahnya melakukan pekerjaan yang seharusnya memang ia lakukan, seperti yang diketahui Pink dan Peach adalah penyihir kembar, mereka tidak bisa menghasilkan sihirnya sendiri.

"Kita harus memakamkan mereka dengan layak"

Si kembar Pink dan Peach melempar pandangan satu sama lain seolah tidak setuju dengan ucapan sang ayah. Peach membalikkan badannya dan lebih memilih kembali ke dalam mobil.

"Astaga! Kau menyakiti hatinya" ucap Pink dan berjalan mendekati Landon.

"Apa? Kenapa??"

"Apakah ayah tidak ingat?!" Pink melotot sambil membantu ayahnya membungkus kedua jenazah manusia tersebut. "Gara-gara manusia lah kita jadi terasingkan!"

"Ayolah, itu sudah lama! Kau membahas kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu"

"Dan gara-gara itu juga aku kehilangan ibuku" Pink menunduk sedih, ia masih ingat betul wajah cantik ibunya.

"Pink, aku tahu kau kuat! Berbeda dengan Peach yang masih mengikuti logika pikirannya" Landon menepuk bahu Pink lembut. "Peach seperti itu karena terpengaruh sihir gelap yang ada pada tubuhnya"

Pink tersenyum kecut, ia membungkus kedua jenazah dengan cepat. Lalu membantu Landon membawanya ke bagasi mobil. Di dalam mobil, ia bisa melihat Peach yang tertidur. Peach seperti memiliki dunia sendiri sejak kematian Lucy, ibunya.

Landon mengendarai mobilnya dengan cukup laju, terlihat jelas di wajahnya bahwa ia tengah kesal karena tak berhasil menemukan bocah yang sudah menghabisi dua manusia dalam sekali serang.

"Sialan!" Pria itu memukul kemudi mobilnya. "Bisa-bisanya kita terlambat!"

"Sesampainya di rumah, aku dan Peach akan membantu untuk melacak keberadaan gadis kecil itu" Pink melirik ke arah saudara kembarnya yang tertidur. "Itupun jika Peach mau membantuku"

______________________________________

10 years later...

Winter tumbuh menjadi sosok gadis yang sangat cantik dengan bentuk tubuh yang indah berisi, tidak gemuk namun juga tidak kurus. Ia terpaksa menghabiskan waktunya selama belasan tahun di panti asuhan karena tak ada seorangpun yang ingin mengadopsi dirinya.

Suatu hari pemilik panti bernama Emma mendapatkan banyak sekali teguran, semua perawat yang bekerja di panti asuhan membicarakan tingkah Winter yang tidak ingin mencari pekerjaan tapi juga tidak mau membantu mengurus anak-anak di panti.

Winter hanya fokus pada sekolahnya saja, rupanya gadis itu bukanlah gadis yang bodoh. Winter sering mendapatkan piagam penghargaan atas kepintarannya dan keikutsertaan dirinya mengikuti banyak olimpiade.

Emma yang mengetahui hal itu justru membela Winter, namun keputusan itu tak berakibat baik untuk Emma. Satu persatu pegawai panti asuhan memilih mengundurkan diri, mereka mengancam jika Winter masih tetap disana tapi tak membantu apapun mereka akan keluar dari panti secara bersamaan.

•••••

"Kau tahu kenapa aku memanggilmu kemari?" Emma menggenggam jemarinya sendiri dengan lembut.

"Tidak" Winter melirik beberapa pengurus panti yang menatapnya dengan pandangan tidak suka. "Oh, aku rasa aku tahu"

"Benar!" Emma mengangguk pelan. "Kau sudah tinggal disini sejak lama dan tidak ada seorangpun yang mau mengadopsimu"

"Itu karena mereka bodoh!"

"Winter! Biarkan aku menyelesaikan kalimatku" bentak Emma tegas.

Emma mengambil sebuah amplop dari laci mejanya, ia menunjukkan amplop tersebut kepada Winter lalu memberikannya. Winter yang tak tahu apa isi amplop itu tentu saja penasaran lalu pantas membukanya.

Uang?? - Winter.

"Siapa yang harus aku bunuh?" Winter memasang wajah jahatnya, ia memandangi para pengurus panti satu persatu. "Uang segini terlalu banyak jika untuk membunuh satu orang"

Semua orang menatap tajam ke arah Winter, mereka geleng-geleng kepala dengan kelakukan Winter yang sangat dingin. Melihat itu, Emma jadi percaya setiap laporan yang masuk kepada dirinya mengenai Winter.

"Itu uang untukmu, mulai hari ini kau harus meninggalkan panti"

"A-apa??" Winter bangkit dari kursinya. "K-kenapa?? Apa aku berbuat salah??"

"Winter, kau sudah cukup dewasa untuk meninggalkan panti ini"

"Tidak, bukan itu alsannya Emma!!" Winter bergegas mendekati Emma, ia menarik pergelangan tangan Emma membuat wanita tua itu memekik kesakitan. "Apa para pegawai bodoh ini bicara yang tidak-tidak tentangku?"

"LEPASKAN!!" Teriak Emma kencang, membuat Winter tersentak kaget dan refleks mundur. "Kau...."

"Kau harus mulai belajar sopan santun dan mengendalikan sikapmu itu!" Emma menunjukkan pergelangan tangannya yang memerah akibat genggaman Winter. "Apa kau ingin menyakitiku??"

Kedua mata Winter membulat lebar, ia tak menyangka dirinya memperlakukan Emma dengan amat kasar. Buru-buru Winter berlari keluar sambil membawa amplop yang berisi uang, gadis itu menuju kamarnya sambil menangis.

Di dalam kamar, Winter melihat kedua tangannya sendiri. Ia memukuli tembok dengan cukup keras, bukan tangannya yang berdarah malah tembok di tempatnya memukul perlahan retak.

Kenapa emosiku jadi semakin tak terkontrol? - Winter.

Tak tahu harus kemana, gadis itu berjalan mengikuti langkah kakinya. Ia berhenti pada sebuah kedai kopi yang masih buka, disana Winter mengeluarkan buku yang ia curi di perpustakaan sekolahnya.

Gadis itu membaca buku yang amat ia sukai, ia suka membaca buku-buku tentang makhluk supernatural. Tanpa sadar seseorang mendekati Winter yang sedang duduk sendirian.

SRAKK!!

"Minumlah...."

Bersambung!!

Hihihi, saya harap kalian akan menyukai ceritanya ya?! Selamat membaca! Jangan lupa Like, Komentar, Follow, Favorit dan Vote 😘 Terima kasih 😉

Terpopuler

Comments

Elli Sahrida

Elli Sahrida

aku hadir thor

2022-11-26

0

ShintaSicca

ShintaSicca

Kek anaknya Caroline di TVD yg penyihir kembar itu

2022-09-01

0

ShintaSicca

ShintaSicca

Jadi inget meme anak kecil cantik bule yg lagi senyum devil pas dibelakangnya lagi ada rumah kebakaran itu

2022-09-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!