NovelToon NovelToon

THE ORIGINAL

ANAK NAKAL

"ANAK SETAN!!!"

Mendengar hardikan ayah tirinya membuat bocah berumur 9 tahun itu berteriak marah, gadis bertubuh mungil itu lantas melompat ke arah wajah sang ayah dan menggigitnya.

Darah menyembur kemana-kemana namun si gadis tak melepas gigitan nya. Seperti sedang memakan daging yang lezat, sesekali gadis itu terlihat tengah mengunyah cuilan daging yang ia dapat dari wajah sang ayah.

Ibu tiri si gadis cuma bisa melongo mendapati pemandangan mengerikan di depannya, bukan karena tak bisa menolong. Namun kedua kakinya sudah habis dimakan gadis itu terlebih dahulu sebelum ayah tirinya menghardik gadis itu.

Wajah dan tubuh gadis berumur 9 tahun itu berlumuran darah merah yang segar, ia segera melepas tubuh ayahnya yang sudah mati lemas kehabisan darah. Sorot matanya yang tajam menatap wajah ibu tirinya yang juga sudah di ambang kematiannya.

Tanpa ada rasa penyesalan di dalam hatinya gadis itu mencabut selang yang tertancap di tabung gas, membuat seisi rumah itu dipenuhi gas yang bisa terbakar kapan saja. Benar-benar anak setan, gadis itu menyalakan sebuah pemantik api yang seketika membuat rumah itu meledak.

Gadis kecil tersebut terpental keluar dengan darah segar milik ayahnya yang masih menempel di seluruh tubuhnya. Melihat kobaran api yang melalap rumahnya ia malah tersenyum.

Tak lama setelah itu ambulan dan beberapa mobil polisi datang ke lokasi kejadian, mereka semua menemukan gadis itu tengah menangis di depan rumahnya sambil menyebut nama ayah dan ibu.

Merasa iba, salah satu perawat menghampiri sang gadis kecil dan membersihkan wajahnya yang berlumur darah. Perawat itu memperlakukan sang gadis kecil dengan amat lembut.

"Apa kau mau aku daftarkan ke panti asuhan didekat rumahku?" Tawar sang perawat.

"Panti asuhan??" Gadis itu menatap sang perawat dengan polos.

"Benar, disana kau bisa memiliki banyak teman"

"Teman??" Wajah sang gadis berbinar bahagia, gadis itu tersenyum lantas memeluk tubuh si perawat. "Aku ingin punya teman"

"Baiklah..." Ujar si perawat sambil mengusap rambut panjang gadis kecil itu. "Oh, siapa namamu sayang??"

"Winter" ucapnya pelan.

•••••

Beberapa saat setelah mobil polisi itu pergi membawa Winter bersamanya, datang sebuah mobil lagi dengan tiga orang penumpang di dalamnya. Terlihat seorang pria berwajah tampan dan dua orang gadis berwajah mirip.

"Apa kau yakin Pink disini tempatnya?" Landon menatap Pink lalu menatap rumah yang sudah hangus terbakar di depannya.

"Benar, bola pendeteksiku tak mungkin salah!"

"Tidak ada apa-apa disini selain rumah yang hangus terbakar" ucap Landon lalu berjalan menuju puing-puing rumah. "Kita sudah terlambat..."

"Belum" Peach menggelengkan kepalanya pelan.

Gadis berwajah dingin itu lantas berjalan pelan mendekati Landon, tangan kirinya terangkat dan seolah menunjuk sesuatu di dalam rumah yang sudah hangus.

"Disana ada dua mayat, seorang wanita dan seorang lagi pria"

"A-apa??" Landon terkejut bukan main. "Bukankah seharusnya polisi sudah mengamankan mereka?"

"Sebelum kemari, aku dan Peach sengaja menggunakan gelombang sihir untuk menutupi rumah ini" sahut Pink yang kini sudah berada di dekat saudara kembarnya itu. "Itu adalah idenya Peach"

"Wah, aku sangat bangga memiliki dua orang putri seperti kalian!" Ucap Landon senang.

(Untuk informasi, Landon, Pink, Peach dan Lucy adalah keluarga penyihir. Mereka adalah karakter utama di Novel saya yang berjudul GEMOS)

Ketiga penyihir itu memasuki rumah yang masih terdapat banyak kepulan asap disekitarnya. Landon mengangkat reruntuhan kecil rumah yang menimpa kedua jasad manusia dibawahnya.

Sedangkan si kembar hanya bisa menatap ayahnya melakukan pekerjaan yang seharusnya memang ia lakukan, seperti yang diketahui Pink dan Peach adalah penyihir kembar, mereka tidak bisa menghasilkan sihirnya sendiri.

"Kita harus memakamkan mereka dengan layak"

Si kembar Pink dan Peach melempar pandangan satu sama lain seolah tidak setuju dengan ucapan sang ayah. Peach membalikkan badannya dan lebih memilih kembali ke dalam mobil.

"Astaga! Kau menyakiti hatinya" ucap Pink dan berjalan mendekati Landon.

"Apa? Kenapa??"

"Apakah ayah tidak ingat?!" Pink melotot sambil membantu ayahnya membungkus kedua jenazah manusia tersebut. "Gara-gara manusia lah kita jadi terasingkan!"

"Ayolah, itu sudah lama! Kau membahas kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu"

"Dan gara-gara itu juga aku kehilangan ibuku" Pink menunduk sedih, ia masih ingat betul wajah cantik ibunya.

"Pink, aku tahu kau kuat! Berbeda dengan Peach yang masih mengikuti logika pikirannya" Landon menepuk bahu Pink lembut. "Peach seperti itu karena terpengaruh sihir gelap yang ada pada tubuhnya"

Pink tersenyum kecut, ia membungkus kedua jenazah dengan cepat. Lalu membantu Landon membawanya ke bagasi mobil. Di dalam mobil, ia bisa melihat Peach yang tertidur. Peach seperti memiliki dunia sendiri sejak kematian Lucy, ibunya.

Landon mengendarai mobilnya dengan cukup laju, terlihat jelas di wajahnya bahwa ia tengah kesal karena tak berhasil menemukan bocah yang sudah menghabisi dua manusia dalam sekali serang.

"Sialan!" Pria itu memukul kemudi mobilnya. "Bisa-bisanya kita terlambat!"

"Sesampainya di rumah, aku dan Peach akan membantu untuk melacak keberadaan gadis kecil itu" Pink melirik ke arah saudara kembarnya yang tertidur. "Itupun jika Peach mau membantuku"

______________________________________

10 years later...

Winter tumbuh menjadi sosok gadis yang sangat cantik dengan bentuk tubuh yang indah berisi, tidak gemuk namun juga tidak kurus. Ia terpaksa menghabiskan waktunya selama belasan tahun di panti asuhan karena tak ada seorangpun yang ingin mengadopsi dirinya.

Suatu hari pemilik panti bernama Emma mendapatkan banyak sekali teguran, semua perawat yang bekerja di panti asuhan membicarakan tingkah Winter yang tidak ingin mencari pekerjaan tapi juga tidak mau membantu mengurus anak-anak di panti.

Winter hanya fokus pada sekolahnya saja, rupanya gadis itu bukanlah gadis yang bodoh. Winter sering mendapatkan piagam penghargaan atas kepintarannya dan keikutsertaan dirinya mengikuti banyak olimpiade.

Emma yang mengetahui hal itu justru membela Winter, namun keputusan itu tak berakibat baik untuk Emma. Satu persatu pegawai panti asuhan memilih mengundurkan diri, mereka mengancam jika Winter masih tetap disana tapi tak membantu apapun mereka akan keluar dari panti secara bersamaan.

•••••

"Kau tahu kenapa aku memanggilmu kemari?" Emma menggenggam jemarinya sendiri dengan lembut.

"Tidak" Winter melirik beberapa pengurus panti yang menatapnya dengan pandangan tidak suka. "Oh, aku rasa aku tahu"

"Benar!" Emma mengangguk pelan. "Kau sudah tinggal disini sejak lama dan tidak ada seorangpun yang mau mengadopsimu"

"Itu karena mereka bodoh!"

"Winter! Biarkan aku menyelesaikan kalimatku" bentak Emma tegas.

Emma mengambil sebuah amplop dari laci mejanya, ia menunjukkan amplop tersebut kepada Winter lalu memberikannya. Winter yang tak tahu apa isi amplop itu tentu saja penasaran lalu pantas membukanya.

Uang?? - Winter.

"Siapa yang harus aku bunuh?" Winter memasang wajah jahatnya, ia memandangi para pengurus panti satu persatu. "Uang segini terlalu banyak jika untuk membunuh satu orang"

Semua orang menatap tajam ke arah Winter, mereka geleng-geleng kepala dengan kelakukan Winter yang sangat dingin. Melihat itu, Emma jadi percaya setiap laporan yang masuk kepada dirinya mengenai Winter.

"Itu uang untukmu, mulai hari ini kau harus meninggalkan panti"

"A-apa??" Winter bangkit dari kursinya. "K-kenapa?? Apa aku berbuat salah??"

"Winter, kau sudah cukup dewasa untuk meninggalkan panti ini"

"Tidak, bukan itu alsannya Emma!!" Winter bergegas mendekati Emma, ia menarik pergelangan tangan Emma membuat wanita tua itu memekik kesakitan. "Apa para pegawai bodoh ini bicara yang tidak-tidak tentangku?"

"LEPASKAN!!" Teriak Emma kencang, membuat Winter tersentak kaget dan refleks mundur. "Kau...."

"Kau harus mulai belajar sopan santun dan mengendalikan sikapmu itu!" Emma menunjukkan pergelangan tangannya yang memerah akibat genggaman Winter. "Apa kau ingin menyakitiku??"

Kedua mata Winter membulat lebar, ia tak menyangka dirinya memperlakukan Emma dengan amat kasar. Buru-buru Winter berlari keluar sambil membawa amplop yang berisi uang, gadis itu menuju kamarnya sambil menangis.

Di dalam kamar, Winter melihat kedua tangannya sendiri. Ia memukuli tembok dengan cukup keras, bukan tangannya yang berdarah malah tembok di tempatnya memukul perlahan retak.

Kenapa emosiku jadi semakin tak terkontrol? - Winter.

Tak tahu harus kemana, gadis itu berjalan mengikuti langkah kakinya. Ia berhenti pada sebuah kedai kopi yang masih buka, disana Winter mengeluarkan buku yang ia curi di perpustakaan sekolahnya.

Gadis itu membaca buku yang amat ia sukai, ia suka membaca buku-buku tentang makhluk supernatural. Tanpa sadar seseorang mendekati Winter yang sedang duduk sendirian.

SRAKK!!

"Minumlah...."

Bersambung!!

Hihihi, saya harap kalian akan menyukai ceritanya ya?! Selamat membaca! Jangan lupa Like, Komentar, Follow, Favorit dan Vote 😘 Terima kasih 😉

MILKSHAKE

Winter menengadahkan kepalanya, ia terkejut melihat seorang pria dengan kaca mata tebal dan giginya yang tonggos tersenyum memandang dirinya.

"Umm..." Winter memandang segelas Milkshake di meja tempatnya duduk. "Aku tak pesan apapun"

"Ini dariku, aku rasa minuman ini akan membuatmu rileks" ujar pria culun itu.

Gadis cantik itu malah tersenyum kecut, Winter memasukkan buku yang ia baca kembali ke dalam tas. Bukannya berterima kasih, Winter malah berdiri dan hendak pergi dari kedai tersebut.

"Hei, kau belum meminumnya!" Cegah si pria culun.

CPLASH!!!

Pria itu terkejut bukan main, ia menatap Winter dengan pandangan bingung. Bagaimana tidak? Milkshake yang ia buat kini malah berantakan di wajah dan pakaiannya ketika gadis bertubuh mungil itu menyiram dirinya.

"A-apa...."

"Hei bung!" Winter mengacungkan jari tengahnya pada pria itu. "Kau pikir aku bodoh? Jaman sekarang, pria culun sepertimu pasti ingin meracuniku dengan memasukkan sesuatu ke dalam minuman itu kan?"

"............"

"Sayangnya kau harus mencari target lain kali ini!" Ledek Winter kesal. "Aku tak akan pernah mau memberikan tubuhku ini untuk pria idiot seperti dirimu"

Sakit hati? Tentu saja pria culun itu sakit hati, dengan rasa sesak di dadanya ia membersihkan tumpahan minuman yang berceceran di meja, sesekali ia melirik Winter yang sudah berjalan pergi.

Di dalam kedai kopi tempatnya bekerja, ia memberikan selembar uang pada kasir. Rupanya bukan hanya Winter yang memperlakukan dirinya tidak baik, teman wanitanya yang menjadi petugas kasir pun tak kalah kasarnya dengan sikap Winter.

"Aku yang seperti ini saja tidak tertarik padamu!" Ujar pegawai kasir yang bernama Maggie. "Apalagi gadis secantik dan seseksi itu!"

"Hentikan Meg!" Ucap si culun. "Aku bahkan tak ingin melihat ke arah bola besar seperti dirimu"

"APA KAU BILANG??" Maggie marah dan melempar kotak tissue pada pria culun yang berani mengatai dirinya sebagai bola.

Bukan karena asal bicara, tubuh Maggie memang bulat besar. Bisa dibilang dia sangat gemuk, bahkan berjalan 15 menit saja ia tak mampu.

•••••

Sekian lama Winter berjalan, gadis itu berhenti disebuah taman. Kedua kaki Winter terasa kaku, antara iya dan tidak untuk memasuki taman tersebut.

Bukan karena takut akan adanya hantu, melainkan jika malam hari tiba taman itu akan penuh dengan keringat. Ini semua karena lampu-lampu taman yang sengaja dirusak oleh kumpulan remaja otak udang.

"Ya ampun! Bagaimana ini??"

Niat hati tidur di bangku taman untuk malam ini. Belum sempat ia menginjakkan kakinya ke area taman, kedua telinganya sudah mendengar suara-suara aneh dari dua mulut manusia yang berbeda gender.

"Ck! Menjijikan!" Gadis itu berbalik arah dan melanjutkan perjalanannya.

Sampailah ia pada sebuah rumah berlantai tiga, disana tertulis sedang ada kamar kosong. Winter buru-buru masuk ke dalam dan bertanya kepada petugas yang sedang berjaga.

"Anu, apa tulisan mengenai kamar kosong itu benar??" Winter menunjuk ke arah luar.

"Benar! Perbulannya 45 dollar" ucap Pria tua sambil menyulut rokok ditangan kirinya. "Kalau kau mau, kuncinya ada disana!"

Wow, murah sekali - Winter.

"B-baik, akan saya ambil!" Winter mendekati tempat kunci dan mengambil kunci itu, tak lupa ia membayar uang sewa untuk satu bulan ke depan.

Gadis cantik itu menghela nafas panjang ketika dirinya sudah sampai pada sebuah kamar ukuran 4x5 meter. Tak ada tempat tidur, tak ada lemari, hanya ada dapur super mini dan kamar mandi sempit di dalamnya.

Pantas saja murah - Winter.

Selama ini, ia tidak pernah belajar untuk membersihkan kamarnya saat berada di panti asuhan. Lalu ketika pindah ke apartemen mininya (kalau di Indonesia namanya kos) dia harus belajar bersih-bersih dari awal.

Winter menghabiskan banyak waktu berjam-jam hanya untuk membersihkan kamar kecil itu. Tak terasa ini sudah sangat larut malam, gadis itu tertidur tanpa membersihkan badan terlebih dahulu.

____________________________________

Sinar matahari menembus kaca bening yang berada di ruang kecil itu, cahaya hangatnya mampu membangunkan seorang gadis yang tengah tertidur nyenyak hingga air liur yang menetes tak dirasakan olehnya.

"Ng??" Winter meregangkan otot-ototnya yang kaku akibat salah tidur. "Ya ampun, jam berapa ini?"

Masih setengah sadar, gadis itu berjalan keluar kamar untuk melihat jam dinding yang terpasang di ujung lorong apartemen tersebut. Winter terkejut karena kurang 15 menit lagi jam pelajarannya di mulai.

Astaga! - Winter.

Tanpa pergi ke kamar mandi, Winter meraih tas dan jaketnya. Ia bahkan tak punya banyak waktu untuk sekedar berganti pakaian, bisa dibayangkan betapa lusuhnya penampilan dirinya sekarang.

•••••

Untuk pertama kalinya, gadis itu terlambat datang ke sekolah. Ia terpaksa harus mendapatkan hukuman atas keterlambatannya. Bukannya mengintropeksi diri, ia malah menyalahkan Emma yang telah mengusirnya dari panti asuhan.

Beruntungnya Winter adalah salah satu murid dengan jumlah teman terbanyak, bukan teman sekelasnya saja yang mengenal dirinya melainkan murid dari kelas lain juga mengenalnya.

Selesai mengerjakan semua tugas untuk hukumannya, Winter bersiap diri untuk pulang. Ia terkejut ketika melintasi kedai kopi yang ia kunjungi malam hari sebelumnya.

"Pecundang!!" Umpat seorang remaja kepada pegawai pria di kedai itu.

Tentu saja Winter terkejut, ia menghentikan langkah kakinya untuk melihat semua yang terjadi. Gadis itu menemukan tempat yang cocok untuk bersembunyi sambil menguping pembicaraan segerombol pria di kedai tersebut.

Bukankah itu pria culun tadi malam? - Winter.

"Minuman ini terlalu manis untukku!!" Ujar seorang teman sekelas Winter bernama James. "Aku heran, kenapa kedai sebagus ini memperkerjakan pria dungu sepertimu?!"

Kedua mata Winter melotot ketika James dengan semena-mena menarik kepala si pria culun itu dan menempelkannya ke meja, seolah ia menggunakan wajah si culun untuk mengelap meja.

Tanpa sadar, jantung gadis itu berdebar kuat. Ia merasakan rasa panas di sekujur tubuhnya, seperti darahnya sedang mendidih saat ini. Sorot matanya yang tajam terus memperhatikan James yang kini tertawa terbahak-bahak menindas pria culun itu.

"M-maaf...." Dengan rasa takut si pria culun mengusap wajahnya yang lengket akibat jus. "S-saya akan menggantinya!"

"Kau tak perlu menggantinya!" James mengangkat kepala pria itu dengan kasar. "Dengan satu syarat, malam ini datanglah ke pesta yang telah aku adakan"

"Pe-pesta??" Tanya Arthur gugup, yah... Pria culun bergigi tonggos itu adalah Arthur. Ia berada di satu sekolah yang sama dengan Winter, namun Winter tak pernah mengenalinya.

"Yah! Malam ini, kalau kau tidak datang maka aku dan teman-temanku akan menyiksa mu selama setahun di sekolah maupun ditempatmu bekerja"

Ketakutan dirasakan oleh Arthur, terpaksa dirinya harus menyanggupi permintaan James untuk datang ke pesta yang selama ini belum pernah ia datangi. Arthur tahu itu adalah pesta untuk anak-anak populer, kebanyakan dari mereka yang datang adalah remaja-remaja bodoh yang doyan pesta ****. Asal wajahmu cantik ataupun tampan kau bisa datang kapanpun ke tempat itu.

Pesta ya? - Winter.

Malam harinya, Winter berdandan ala kadarnya. Meskipun tak menggunakan riasan ia tetap terlihat cantik, entah kepada siapa dia harus berterima kasih atas wajah cantiknya itu.

Benar saja! Itu adalah pesta yang sangat ramai akan kaula muda, jiwa-jiwa remaja liar bergejolak menjadi satu pada satu tempat. Dengan gampang Winter bisa memasuki pesta James karena wajah cantiknya, gadis itu menutup kedua telinganya yang sakit akibat suara dentuman musik yang terlalu keras. Baginya musik seperti itu tak dapat di dengar baik bahkan oleh telinga iblis sekalipun.

Dum!

Dum!

Dum!

Kedua matanya mencari-cari sosok Arthur si pria culun ditempat itu, setelah lama mencari ia tak berhasil menemukan pria culun itu dimanapun. Gadis itu memutuskan untuk memesan minuman dan duduk disebuah kursi disudut ruangan.

"Bersulang!" Teriak semua teman-teman James di meja lain tak terkecuali Arthur yang duduk diantara tengah-tengah mereka.

"Hei, buat dia minum James!!" Pinta salah seorang teman. "Biarkan dia mabuk malam ini"

"Hahaha, kau benar juga!"

Keringat dingin membasahi wajah Arthur, entah sudah berapa gelas alkohol yang sudah ia teguk sejak ia menginjakkan kakinya di sarang setan itu. Hatinya sangat sedih namun wajahnya dipaksa untuk tersenyum, jika tidak begitu maka James akan mengerjainya habis-habisan saat di sekolah nanti.

James menangkap sosok Winter yang duduk sendirian sambil meminum minumannya, pria brengsek itupun tersenyum lebar melihat gadis itu diacara pestanya. Bukan tanpa alasan, melainkan Winter tak pernah datang ke acara yang ia buat selama ini.

"Wow, ada Winter??!" Ujar James senang, sambil memukul bahu Arthur.

Arthur yang sudah merasa pusing menengadahkan kepalanya untuk melihat sosok Winter, ia terkejut karena gadis yang menyiram Milkshake kepadanya waktu itu ada di acara pesta bodoh ini.

Gadis itu... - Arthur.

"Hei, bodoh!" Panggil James kasar, ia menarik lengan Arthur. "Pergi dan temui dia, ajak dia berdansa!"

"A-apa??" Tanya Arthur gugup, ia masih ingat dengan jelas bagaimana Winter menyiramkan minuman pada wajahnya waktu itu. "A-aku tidak...."

"Apa katamu??" James meraih tengkuk Arthur setengah mencekiknya. "Apa kau lupa ancaman yang aku berikan tadi pagi??"

"T-tapi James, kau tidak tahu..."

"Cepat sana pergi!!" Pinta James kasar.

Bersambung!!

Halo, jangan lupa untuk terus mendukung Author dengan cara klik Like Komentar Follow Favorit Vote dan Rating ya?? 😘🙏 Terima kasih...

DANSA

"Hei, bodoh!" Panggil James kasar, ia menarik lengan Arthur. "Pergi dan temui dia, ajak dia berdansa!"

"A-apa??" Tanya Arthur gugup, ia masih ingat dengan jelas bagaimana Winter menyiramkan minuman pada wajahnya waktu itu. "A-aku tidak...."

"Apa katamu??" James meraih tengkuk Arthur setengah mencekiknya. "Apa kau lupa ancaman yang aku berikan tadi pagi??"

"T-tapi James, kau tidak tahu..."

"Cepat sana pergi!!" Pinta James kasar.

Arthur melirik kesana-kemari, pria culun itu sungguh ketakutan. Semua orang memandang dirinya dengan tatapan hina, kedua tangan remaja polos itu terkepal erat.

Merasa ada yang mendekat, gadis cantik sedingin namanya itu memandang sosok Arthur yang menatap dirinya dengan pandangan takut. Entah mengapa hati Winter tersenyum melihat pemandangan tersebut.

"H-halo.... Na-na-namaku...." Arthur yang gugup mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan dengan Winter. "Arthur"

Bukannya menjabat uluran tangan Arthur, gadis itu malah memandang ke arah kerumunan James dan kawan-kawan nya. Rupanya James tengah merekam aksi Arthur tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.

"Aku Winter!" Ucap Winter seraya tersenyum manis.

Terkejut? Itulah yang dirasakan Arthur, ia merasa gadis di depannya ini tidak seperti gadis kemarin malam yang ia temui, Winter sangat cantik kalau sedang tersenyum. Begitu pikirnya.

"A-anu...." Rona merah menyembul di kedua pipi Arthur.

"Ada apa??"

"Ma-maukah kau berdansa denganku?" Arthur memejamkan kedua matanya, ia sungguh tak punya nyali sedikitpun untuk memandang Winter saat ini. Bahkan ia sudah siap kalau-kalau Winter ingin menendang dirinya.

"Kenapa aku harus berdansa denganmu?"

"M-maaf" gumam Arthur lirih. "Jika kau tidak mau, mereka yang disana akan memukuli aku"

Winter dapat melihat lirikan mata Arthur yang menatap kelompok James disudut belakang sana. Ia tahu ini salah, tapi berdansa dengan pria culun seperti Arthur jugalah bukan hal yang benar.

Lupakan wajah aneh dan gigi tonggosnya - batin Winter.

Setelah menghela nafas yang cukup panjang akhirnya Winter berdiri dari duduknya, gadis itu berjalan mendekati Arthur. Sesekali Winter melirik ke arah kerumunan James yang terkejut setengah mati, bisa kalian bayangkan bagaimana wajah syok James melihat Winter yang menuruti permintaan Arthur.

"ASTAGA!! GADIS ITU PASTI SUDAH GILA!!" Teriak James spontan sambil menunjuk ke arah Arthur dan Winter.

Tentu saja hal itu membuat semua orang yang berada di pesta memperhatikan dua orang yang bahkan belum mulai berdansa. Arthur yang malu-malu malah belum menyentuh tubuh Winter sama sekali, ia ingat betul perkataan Winter saat memakinya malam itu.

Merasa tahu apa yang sedang dipikirkan pria didepannya, Winter meraih tubuh Arthur terlebih dahulu. Gadis cantik itu menyentuh leher Arthur yang membuat pria remaja itu mendelik menatap Winter.

Ya ampun! Dia lumayan lucu - Winter.

"A-anu, jika kau memang keberatan tak perlu memaksa dirimu seperti ini" pinta Arthur polos, ini pertama kalinya bagi dia untuk berdansa dengan seorang gadis.

Musik mellow diputar untuk mengiringi para pasangan dipesta itu berdansa. Arthur yang kaku berulang kali menginjak kaki Winter membuat gadis cantik itu berulang kali memaki dirinya.

James bertepuk tangan dibelakang mereka, pria bertubuh tinggi dan tampan itu tersenyum menatap Winter seolah sedang merencanakan sesuatu yang tidak baik untuk Winter.

Winter terus tertawa riang ketika berdansa dengan Arthur yang lugu, pria itu terpaku menatap Winter dengan sisi yang saat ini. Benar-benar tak disangka bahwa gadis itu akan menerima ajakannya.

Musik telah berhenti namun Arthur masih saja diam membisu. Wajahnya merona merah, ia hanya mendapat senyuman tipis dari Winter sebelum gadis itu pergi karena kini James sedang berjalan mendekati mereka berdua.

"Wah-wah" James bertepuk tangan. Arthur yang terkejut segera menoleh ke arah James.

"Trik apa yang kau gunakan??" Pria itu mengusap dagunya sendiri sambil melihat kedua kaki Winter yang sudah berjalan pergi. "Aku bahkan tak pernah berhasil untuk membujuknya datang ke pestaku"

"A-apa??" Arthur yang polos pun terkejut.

Winter tak pernah datang ke pesta ini? Apa dia sengaja datang untuk menolongku? - Arthur.

"Apa kalian berteman? Apa kalian sudah merencanakan ini hah?!" bentak James. "Untuk mempermalukan aku??"

James yang sudah menghabiskan banyak botol minuman tetap tak kuasa menahan emosinya. Pria bertubuh tinggi itu mendorong tubuh Arthur, membuatnya terhuyung jatuh ke lantai. Sontak saja hal itu membuat suasana pesta menjadi ricuh.

Pria tersebut memukuli Arthur dengan semua benda yang ia temukan di tempat itu, bodohnya Arthur sama sekali tak melawan. Ia menerima semua pukulan yang dilayangkan James kepada dirinya. Remaja-remaja yang berada disana pun sengaja tak menolong Arthur, mereka malah tertawa melihat Arthur yang sudah berdarah-darah.

"Hahahaha! Lanjutkan James!"

Kepalaku sakit - Arthur.

Didalam ketidakberdayaan nya. Kedua mata Arthur yang buram pun menangkap suatu sosok makhluk yang tengah berjalan diantara kerumunan remaja idiot yang menertawakan dirinya.

Arthur yang tak mampu lagi bergerak, hanya bisa melihat dengan matanya yang hampir terpejam. Ia mendengar semua orang berteriak ngeri dan ketakutan, terutama James. Karena James berada didekatnya ia justru bisa mendengar suara James yang paling keras.

Mencoba membuka kedua matanya yang berat namun tak mampu, ia merasakan ada bulu-bulu tebal disekitar jemari tangannya. Seperti kaki suatu binatang dengan bulu yang lebat, hingga Arthur merasakan binatang itu mengendus dirinya. Beberapa tetes darah dari mulut binatang itu menetes diwajah Arthur yang memang sudah berlumuran darah akibat pukulan James.

"Gggrrrr....."

Astaga! Binatang apa yang sudah membuat semua orang ketakutan? - Arthur.

Arthur sudah sangat pasrah, mungkin kini gilirannya untuk dimakan atau dicabik-cabik oleh binatang berbulu itu. Tapi sepertinya nasib baik menghampiri Arthur, binatang itu pergi entah kemana meninggalkan tempat pesta yang sudah menjadi kumpulan para mayat.

•••••

Sirine ambulans dan polisi terdengar dari luar, semua orang bergegas masuk untuk menyelamatkan siswa yang masih hidup. Sayang sekali, hanya Arthur dan Bob yang masih hidup. Bob adalah kawan dekat James yang ketika kejadian berlangsung ia berada di kamar kecil, tentu saja ia yang memanggil polisi dan ambulan juga ketika melihat semua orang telah tewas tercabik-cabik.

Arthur yang akan dibawa kerumah sakit sudah memberontak. Ia sama sekali tak ingin ke tempat itu, beruntungnya sebuah mobil berwarna hitam datang ke lokasi kejadian.

Pria culun itu tersenyum ketika melihat Pink turun dari dalam mobil sambil menggelengkan kepala menatap Arthur. Segera Landon mendekati beberapa petugas dan meminta agar Arthur ia yang bawa, karena disini Landon adalah wali dari Arthur.

"Aku juga seorang dokter!" Landon memberikan kartu nama yang tentu saja palsu, ia telah memberikan sihir pada kartu identitas tersebut. "Dia anakku, biar aku yang merawatnya"

"Baiklah tuan, akan saya bicarakan dengan petugas yang lainnya"

Landon menatap ke arah Pink. Ketika melihat ayahnya yang sudah menganggukkan kepala, gadis itu segera membantu Arthur duduk dari ranjang medis yang ada di dalam ambulan, ia menuntun Arthur agar segera masuk ke dalam mobil.

"Hei, berjalanlah seolah-olah kau sedang kesakitan!" Bisik Pink, ia melihat Arthur yang tak merasakan sakit sama sekali jadi dia menegurnya. "Kita harus mengelabuhi para manusia itu"

"Ah, maaf!" Segera Arthur berjalan dengan pincang dan amat lambat.

Matanya yang bengkak akibat pukulan James tak dapat melihat jelas jalan didepannya sehingga Pink harus memapah pria itu sampai mendekati mobil.

BRUKK!!

Arthur terjatuh karena terjegal kakinya sendiri, melihat hal itu Pink malah menahan tawanya. Bukan karena apa, karena gigi palsu yang digunakan Arthur terlepas dan menggelinding jatuh ke jalanan yang kotor.

"Hahahaha, lihat gigi palsumu jatuh!"

"Astaga!" Arthur menyentuh bibirnya sendiri. "D-dimana??"

"Sudahlah, kita masih punya banyak di asrama"

"Aku harus mengambilnya, suatu saat pasti ada seseorang yang menemukannya dan akan menjadi masalah untukku"

"Ya Ampun! Pikiranmu kritis sekali!" Ledek Pink lalu berjalan mengambilkan gigi palsu Arthur yang sudah kotor. "Ini!"

"Terima kasih, Pink!" Arthur tersenyum dengan wajah yang penuh lebam.

Seiring berjalannya waktu luka lebam di wajah Arthur sedikit memudar. Bahkan luka-luka ditubuhnya akibat pukulan James hampir tak terlihat dan tak berbekas.

"Aku suka sistem sihir yang tercipta di tubuhmu" ungkap Pink senang, dengan maksud lain ia sedang mengatakan bahwa dirinya menyukai Arthur.

"Sudahlah! Kita harus segera kembali ke asrama dan membahas hal ini"

Bersambung!!

Halo semuanya, jangan lupa untuk terus mendukung Author dengan cara klik Like Komentar Follow Favorit Vote dan Rating ya? Terima Kasih 😘🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!