Sesampainya di ruang kerja Higa, Higa berdiri membelakangi Ara dan Deisy, Ara dan ibunya berdiri beberapa lama.
“Ara, kau sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang berani"
Seru Higa membalikan badannya, menatap Ara dengan senyuman. Ara sejenak terdiam, perasaan berkecamuk di hatinya. Untuk pertama kalinya ia berbicara dengan ayahnya.
“Ya dan kau melewatkan 15 tahun, menelantarkan kami"
Mendengar perkataan Ara, ibunya menggenggam erat lengan anaknya dengan wajah cemas. Deasy tahu ini akan menyinggung Higa. Wajah Higa tak ada perubahan, masih menatap Ara dan Deasy bergantian.
“Menelantarkan lebih baik daripada mengkhianati, Ara"
Tubuh Deasy sontak bergetar, Higa sedang membicarakan masa lalu. Ara tak pernah tahu permasalahan ini, deasy selalu menutupinya. Deasy menatap wajah Higa dengan muram. Ara mendengar ucapan ayahnya seketika memalingkan wajah menatap ibunya, seperti ada tanda tanya besar di dalam hatinya.
“Siapa yang berkhianat? apa maksudnya?"
Buru-buru Deasy menepis pandangan curiga itu dari wajah Ara dengan menggelengkan kepalanya.
“Cukup Higa, tak usah membuka luka lama, kau meminta kami datang tidak mungkin tanpa alasan"
“Kau benar! besok kau harus mendapatkan pekerjaan sebagai sekertaris Kevan di perusahaan Wingsley”Seru Higa sambil menyodorkan sebuah berkas lamaran untuk Ara. Ara menyambut berkas di tangan Higa dengan tatapan aneh, ia memicingkan matanya sambil tangannya membuka amplop yang di berikan Higa. Beberapa lembar resume dirinya tercetak disana, berikut dengan fotonya.
“Kau susah payah meminta ku datang hanya untuk memintaku bekerja?"
“Pekerjaanmu hanya kedok untuk mencari tahu dimana cincin keluarga di sembunyikan"
Deasy mendengar kata cincin keluarga seketika menarik urat-urat di keningnya. Rasanya seperti dunianya runtuh, tahu datang ke keluarga Wingsley seperti menyerahkan seekor ayam masuk ke kandang buaya. Deasy bergetar dan menggenggam lengan anaknya untuk mundur, Ara seperti kodok dalam wajan, ia bahkan tak tahu apa yang sedang di rencanakan dan ayahnya katakan. “Cincin apa??".
“Keterlaluan!! kau meminta kami datang untuk menyerahkan nyawa pada Wingsley? kau gila!!"
“Kau harus menebus dosamu Deasy"
“Dosa apa? aku tak pernah mengkhianatimu, kaulah yang tak percaya padaku!! kau melewatkan banyak hal dan sekarang ingin memperlebar dosa mu? sulit di percaya Higa, kau berubah hingga seperti ini"
“Diam!!!!! kau tak berhak menolak!!"
“Kau tak berhak memaksa Higa, kami pergi"
Deasy menarik lengan anaknya dan melangkah setengah berlari hendak membuka pintu seperti seorang buronan, pikirannya berkecamuk. Tak mungkin merelakan anak semata wayangnya yang cantik pergi melawan bencana sendiri. Deasy menarik gagang pintu baru hendak membuka pintu, suara tembakan terdengar begitu keras mengenai permukaan pintu dan menggores lengan Deasy, darah segar mengalir dari lengannya, deasy terhentak terjatuh menahan perih di lengan dan hatinya. Begitu pula Ara yang seketika panik dan menarik matanya menatap Higa.
“Kau keterlaluan!!”Higa tersenyum dingin
“Ara aku bisa melakukan apapun, jika kau ingin dia hidup nyaman, sebaiknya kau menjadi anak baik dan menuruti perkataan ayahmu"
“Cih!! beberapa jam lalu, aku bangun dengan perasaan bahagia karena aku kembali ke asalku, tapi aku salah, kami lebih baik hidup miskin dan lebih baik kalian menelantarkan kami lebih lama, kau tak pantas di sebut ayah. "
Satu tembakan lagi mengenai pintu, hampir mengenai tubuh Deasy yang lain. Ara tentu saja seketika menutup matanya, air matanya terjatuh berkali-kali, figur ayah yang ia impikan ternyata hanya seekor hewan buas tak berperasaan. Pantas ibunya harus berdebat sengit untuk datang ke mari, tenyata di dalam kastil ini adalah kandang monster. Hanya merekalah manusia normal.
Ara terdiam melihat sekilas ibunya, mata mereka berbicara, Ara menggeleng lembut. Ia tahu berada di sini tak ada pilihan lain, menerima perintah Higa meskipun terpaksa ia tetap harus menjalaninya, dari awal ia memang seperti pion, umpan empuk.
“Baiklah, aku akan pergi menurutimu. Tapi jika aku berhasil, aku tak ingin berhubungan lagi dengan keluarga ini, terutama denganmu!!"
“Pergi pun boleh, pastikan kau berhasil atau nyawa ibumu taruhannya"
Ara kemudian merangkul tubuh ibunya yang terjatuh di lantai itu, membuka pintu dan keluar melangkah menuju kamar. Setiap langkah meninggalkan ruangan itu, Ara merasakan perih tak terkira, meskipun ia tak mengetahui apa pentingnya cincin tua itu, melihat perlakuan ayahnya pada ibunya membuatnya tahu, cincin itu amat berarti untuk keluarga ini dan nyawa ibunya amat tak berarti, tak ada cinta di hati ayahnya untuk ibunya. Ialah psikopat sesungguhnya.
Anton melihat Deasy berlumuran, ia segera mendekati ibu dan anak itu. Ia menanyakan apa yang sudah terjadi, tapi tak sepatah katapun keluar dari mulut mereka. Pandangan mereka kosong, Anton tak memaksa mereka bercerita.
Sesampainya di kamar, pandangan wajah Deasy begitu sendu menatap anaknya. Seperti menyiratkan jutaan penyesalan di wajahnya, tangannya bergerak menyentuh pipi anaknya.
“Sebenarnya apa yang terjadi,Bu? hanya mencari tahu sebuah cincin tapi kenapa ini sepertinya sangat serius?"
Mau tak mau Deasy menceritakan yang sebenarnya, wajah Ara memucat. Ternyata memang sangat penting, cincin itu sangat penting, pikir Ara dalam hati.
“Ara, yang perlu kau ingat, fokuslah pada tujuanmu, jangan biarkan cinta masuk ke dalam permasalah ini"
Mendengar perkataan ibunya, Ara tersentak dan tersenyum dingin, ”Bagaimana bisa ibunya di saat seperti ini membicarakan percintaan, terlintas di pikirannya saja tidak. Yang ia pikirkan hanya bagaimana menghadapi keluarga Wingsley, bagaimana menyembunyikan identitasnya agar tidak terbongkar.”Pandangan mata mereka tercabang ketika Anton mengetuk dan masuk ke dalam kamar Ara membawa sekotak obat.
“Aku melihat kau terluka, jadi aku bawakan obat ini"
Bahasa yang Anton gunakan berbicara dengan ibunya begitu informal, seperti seorang teman lama yang sudah bertahun-tahun tak bertemu. Dengan tangan lembutnya ia mengulurkan kotak obat ke Arah Ara, Ara tersenyum dan meraih kotak itu. Wajah Anton menyiratkan kekhawatiran pada ibunya.
“Terimakasih Anton, senang bisa melihatmu lagi di rumah ini, mungkin satu-satunya orang yang peduli pada kami, hanya kamu"
“Kau seharusnya tak perlu menolak permintaan Higa hingga membuatmu terluka seperti ini kau tahu wataknya sejak dulu"
“Tidak, dulu dia tak seperti itu"
Ara mendengarkan percakapan Pak Anton dan ibunya, ia bukan gadis bodoh, dengan sedikit mendengar percakapan di antara mereka, ia menangkap ayahnya mungkin dulu seorang yang hangat, tapi mendadak berubah.
Ara terus membalut luka ibunya, pikirannya melayang-layang tak karuan. Percakapan mereka terhenti, Anton memandang wajah Ara.
“Dia benar-benar gadis yang cantik, sangat mirip denganmu. Aku harap dia akan baik-baik saja di sekitar keluarga Wingsley"
Ara menghentikan gerakannya membalut luka ibunya ketika mendengar perkataan Anton, semuanya belum di mulai tapi ia mulai muak mendengar hal yang sama, ia harus baik-baik saja. Untuk apa mengkhawatirkan sebuah pion, seolah-olah ia berharga.
“Meskipun jika aku bodoh, aku takan terbunuh disana, berhentilah mengkhawatirkan aku, aku baik-baik saja, lagipula jangan belagak mengkhawatirkan aku, kau dan mereka ada di barisan yang sama"
Ara memandang Anton dengan wajah sedingin es, kata-katanya membuat Deasy tersentak kaget, wajahnya menghitam. Ara tahu ibunya pasti tak akan suka mendengar ucapannya. Setelah selesai mengobati ibunya, Ara bangun dari duduknya hendak pergi, namun Deasy menghentikan langkahnya.
“Kau mau kemana?"
“Jangan khawatir aku takan lari, aku hanya ingin menghirup udara segar"
Ara berjalan menyusuri taman, taman yang luar biasa indahnya, luar biasa luasnya.
Sejauh mata memandang, bunga-bunga indah bermekaran, tatapan mata Ara kosong. Ia merindukan rumahnya, merindukan villa dimana ia di besarkan jauh dari drama. Ini memang nasibnya, selamanya ia akan terpaut ikatan darah dengan keluarga Romanof, ingin di sesali tak bisa.
Langkahnya terhenti, ketika ia melihat seorang pria berbadan tegap. Terlihat aura bangsawan di tubuhnya, rambutnya yang hitam berkilau terkena cahaya matahari samar-samar, kulitnya seputih susu. Tangannya memegang sebuah biola. Mata Ara terpukau.
Siapa pria di hadapannya ini? yang Ara ingat, Higa tak memiliki anak laki-laki. Ara mendekati pria itu dengan ragu, ia berjalan semakin lama semakin dekat. Mengetahui seseorang mendekat Rudy menoleh.
Seketika Ara melihat wajahnya yang rupawan.
“Dia malaikat, benar-benar malaikat"
Batinnya dalam hati, tak henti ia memuji keindahan di hadapannya itu. Beberapa saat terpaku, langkahnya terhenti. Wajah itu sukses membuat isi kepalanya berantakan.
Rudy tersenyum. Ara hilang kendali dan membalikan tubuhnya. Langkahnya terus menjauh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
Ay_die
nyimak
2020-04-21
1
Margarita Elisabet Tamedia
keren... lanjut thor
2020-02-15
0