Belenggu Sang Pemuda
Kisah perjalanan cinta Sang Pemuda dari salah satu provinsi A. Berakhir dengan Adi dan Adinda yang terpaksa dinikahkan secara siri, oleh warga setempat. Karena Adi kedapatan sedang mencoba memaksakan kehendaknya pada janda beranak satu, yang membuatnya mabuk kepayang tersebut.
Awalnya ia bertemu dengan Adinda disalah satu masjid yang berada di kota C, provinsi JB. Karena ia terpaksa dipindahkan ke kota C sementara, sebab tersandung kasus narkotika.
Ia begitu geram pada wanita itu. Karena Adinda sering meledeknya, dan selalu memasang wajah menyebalkan menurut Adi. Selain itu, Adi pun sedikit rasis dengan perempuan yang berstatus janda.
Sampai pada akhirnya, secara tak sadar. Ia ternyata memendam rasa cinta pada janda itu. Hingga ia berani mengambil keputusan untuk menikahi janda itu, namun harus ditentang oleh kedua pihak keluarga masing-masing.
Yang berakhir Adi sengaja berniat buruk, agar mempermudah restu untuk hubungan mereka berdua.
~
Dan sekarang, hampir dua bulan lamanya ia menjalani rumah tangga tanpa sepengetahuan orang tua Adi. Berbeda dengan orang tua Adinda, yang terpaksa harus memberikan restu saat pernikahan siri mereka dilangsungkan.
~
Pagi ini Givan, anak hasil pernikahan pertama Adinda dengan mantan suaminya dulu, tengah menikmati sarapan pagi dengan sang papah sambung. Yang harus dihentikan sementara, karena ibunya yang tiba-tiba muntah-muntah.
Adi bergegas menuju kamar mandi, untuk menemui istrinya yang tengah berusaha mengeluarkan isi perutnya itu.
"Kenapa, Dek?" tanya Adi terlihat begitu kalap.
"Tak tau. Aku ngerasa mual kali bau telor goreng macam itu." jawab Adinda dengan wajah memerah. Serta keringat dingin yang membanjiri pelipisnya.
"Pelan-pelan. Rebahan dulu di kasur, Abang ambil minyak angin dulu." sahut Adi, dengan memapah tubuh lemah istrinya. Lalu perlahan Adinda merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Tunggu sebentar, ok?" ujar suaminya dan berlalu pergi. Untuk mengambilkan minyak angin yang ia butuhkan.
Setelah mendapat barang yang ia cari, Adi menghampiri Givan terlebih dahulu.
"Bisa makan sendiri tak? Papah mau obatin mamah dulu." ucap Adi pada anaknya.
"Tak mau, disuapin Papah aja. Aku tunggu aja, Papah jangan lama-lama, ok?" sahut Givan kemudian. Adi menghela nafasnya lalu berjalan menuju kamar mereka lagi.
'Kapan itu anak bisa makan sendiri? Macam mana nanti kalau punya adik?' gumamnya dalam hati.
"Sini Abang baluri pakek minyak angin." ucap Adi begitu sampai di hadapan istrinya. Lalu ia duduk di tepian tempat tidur, dan menyibakan baju milik istrinya.
Ia tersenyum kecil, saat melihat karyanya yang bertebaran di sekujur tubuh istrinya.
"Tenggorokannya juga, Bang." ujar Adinda yang langsung diangguki oleh Adi.
"Kenapa sih kok tiba-tiba mual?" tanya Adi, dengan membalurkan minyak angin di leher istrinya, yang juga terdapat beberapa bekas c*pangannya.
"Tak tau. Perasaan baunya nusuk kali di hidung. Mana Abang pakek penyedap rasa ayam, kan? Itu tambah bikin aku mual." jawab Adinda kemudian.
"Jadi sarapannya apa? Abang udah goreng telor tiga. Buat Abang, Adek, sama Givan." sahut Adi dengan memperhatikan wajah istrinya yang terlihat begitu pucat.
"Nanti aja, biar aku bikin sendiri. Abang habiskan aja itu telornya." balas Adinda dengan berbaring menyamping menghadap arah lain.
"PAPAH, SUAPIN AKU!" teriak Givan sambil berlari menuju ke tempat mereka.
"Iya, Bang." seru Adi menyahuti anaknya, "Abang tinggal, ya? Adek istirahat aja dulu." lanjutnya berkata pada istrinya.
"Ya, Bang." jawab Adinda tanpa menoleh pada Adi.
Lalu Adi pergi membawa Givan untuk kembali ke ruang keluarga, saat Givan baru sampai di hadapan mereka berdua.
Adi kembali menelateni Givan yang asik dengan kartun paginya.
"Siang nanti belajar makan sendiri, ya? Kasian tuh mamah lagi sakit." ucap Adi mencoba memberi sedikit pengertian pada anaknya. Agar tak terlalu manja pada mereka berdua. Pasalnya untuk urusan makan dan memakai pakaian pun, harus orang tuanya yang melakukan.
"Kalau macam itu, aku ikut Papah aja ke ladang." sahut anak itu dengan sekilas menoleh ke arah Adi.
"Papah ke ladang tuh kerja, bukan untuk main. Masa mau kerja aja, Abang ikut sama Papah." balas Adi dengan memberi anaknya minum air putih. Karena terlihat ia begitu susah menelan makanannya yang cukup banyak di mulut kecilnya.
"Katanya mamah lagi sakit, nanti aku sama siapa coba?" jawab anak itu yang membuat Adi gemas. Karena ia selalu bisa menyangkal ucapannya.
"Terus siapa yang jagain mamah coba?" balas Adi mengikuti nada bicara Givan.
"Ya Papah ya. Aku mana bisa jagain mamah aku. Aku masih kecil lagi. Belum tumbuh besar macam Papah." sahut anak itu yang membuat Adi harus bungkam.
Lalu Adi melanjutkan suapan untuk anaknya, dengan ia yang juga tengah memakan sarapannya.
Setelah selesai sarapan, ayah dan anak itu bersiap untuk berangkat ke ladang. Hanya untuk mengecek kembali pengairan tetes yang masih dalam proses pengerjaan itu. Meski sudah diborong oleh pihak yang telah ditentukan, Adi tetap harus mengeceknya sendiri.
"Dek Dinda, Sayang." panggil Adi yang menghampiri istrinya. Adinda langsung memutar posisi tidurnya, untuk menghadap pada sumber suara.
"Apa Bang?" sahut Adinda dengan wajah yang pucat, dan mata yang terlihat begitu loyo.
"Beneran sakitnya? Abang mau ke ladang sebentar. Biar Givan Abang ajak." ungkap Adi yang mendapat anggukan kepala dari Adinda.
"Adek butuh sesuatu? Abang tak lama kok, cuma ngecek aja." tutur Adi yang mengharapkan istrinya bersuara.
"Iya sana kerja. Aku paling tak suka liat laki-laki yang hari-harinya di rumah terus. Meski udah kaya sekalipun." tukas Adinda dengan cetus. Adi sudah mendengar berulang kali ucapan Adinda yang seperti ini. Jadi ia sudah biasa saja menanggapinya. Karena memang ia pun merasa malu dengan tetangga, karena terlihat seolah-olah seperti pengangguran. Bila hanya diam di rumah saja.
"Maksud Abang, Adek tak apa Abang tinggal ke ladang? Adek kan lagi sakit." jelas Adi perlahan dan sehalus mungkin, agar istrinya tak terpancing emosi. Karena akhir-akhir ini, Adinda gampang marah hanya karena permasalahan sepele.
"Tak apa. Udah sana pergi!" seru Adinda yang langsung mendapat anggukan kepala dari Adi. Adi tak mengerti, kesalahan apa yang ia lakukan? Sampai-sampai istrinya begitu kesal padanya.
Lalu Adi dan Givan pergi ke luar rumah, setelah mengucapkan salam pamit pada Adinda.
~
Sekitar pukul sepuluh, lebih tiga puluh. Adi dan Givan sudah kembali ke rumah mereka. Adi menghela nafas dengan menggelengkan kepalanya, saat melihat istrinya masih tertidur pulas.
'Kenapa lagi dengannya? Tak macam biasanya tidur di waktu pagi macam ini.' gumam Adi pelan. Dan ia menuju dapur, untuk mengambil air minum.
Adi memberikan anaknya mainan, agar anaknya anteng di dalam rumah. Dan Adi memulai mengerjakan tugas istrinya yang terbengkalai itu. Mulai dari menyapu rumah, dan mencuci pakaian yang sudah dua hari ini tak dicuci. Karena ia belum sempat membeli mesin cuci, jadi ia mencucinya dengan tangan. Rencananya, ia akan membeli perabotan baru yang ia butuhkan, jika nanti rumah mereka sudah rampung dibangun.
Pukul dua belas siang, Adi selesai menjemur pakaian yang tadi ia cuci. Ia menggelengkan kepalanya melihat istrinya masih tertidur saja.
Perutnya lapar, tentu perut anaknya juga demikian. Melihat kelakuan Adinda yang tertidur saja dari pagi, membuat emosinya naik. Apa lagi jelas tak ada makanan yang tersedia untuk makan siangnya nanti.
"Ya ampun, Adinda." seru Adi yang berjalan menghampiri istrinya.
"Apa sih, Bang? Berisik aja!" sahut Adinda yang malah sewot. Bukannya ia mengerti atas kesalahan-kesalahan. Malah ia marah dengan Adi yang sengaja mengganggu tidurnya.
TBC.
Disarankan untuk membaca novel Sang Pemuda terlebih dahulu. Agar tak bingung dengan cerita ini.
Ayo dukung cerita author 😁
Dengan cara LIKE, VOTE, RATE ⭐⭐⭐⭐⭐, tap ❤️ FAVORIT juga. Dan berikan komentar terbaik kalian, agar author semakin semangat dalam berkarya 😁
Terima kasih 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
sehat selalu
2022-10-02
0
Oh Dewi
suka deh sama ceritanya, kaya novel yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu
2022-06-23
1
Rahayu Rara
buat dinda hamil anak perempuan aja thor, biar naya di kembaliin sm ibu kandung nya.. gk rela ak kalo dinda ngurus naya
2021-05-12
1