Ia merasa melayang, dengan mata terpejam dan bibir yang melengkung ke atas. Ia merasa begitu bahagia bisa terpuaskan dengan pemberian suaminya.
Adi memperhatikan wajah puas istrinya itu. Ia amat ketakutan tak bisa melihat ekspresi demikian dari istrinya. Ia begitu takut Adinda berubah menjadi dingin, saat badai yang datang itu sampai ke tepian pantai cinta mereka. Ia begitu takut dengan pudarnya cinta dari istrinya.
~
~
Adi baru sampai di kediaman orang tuanya saat adzan isya berkumandang. Adi di sini hanya bertemu dengan Zuhra saja. Sungguh ia merasa begitu kacau. Bagaimana ini? Apa Adi harus mengatakannya pada orang tuanya, tentang rumah tangganya dengan Dinda.
Tapi Adi khawatir akan memperburuk kondisi mereka, yang tengah bolak balik ke rumah sakit terus. Adi tak bisa menemukan jalan keluarnya. Adi harus bagaimana? Ia merasa begitu buntu. Rasanya seisi dunia tak memberi sedikit pun jawaban untuk mengatasi masalahnya.
Setelah membersihkan diri, Adi langsung bergegas ke rumah sakit tempat pak Dodi dirawat.
Ia melihat kondisi ayahnya begitu kurus, dengan selang infus yang terpasang pada tangannya.
"Maaf Ayah, Abang baru bisa jenguk." ucap Adi dengan duduk di kursi yang dekat dengan ranjang pak Dodi.
Adi dan pak Dodi berbicara hanya sebatas membahas tentang sakitnya dan ladang Adi saja. Adi ingin berkeluh kesah pada siapa? Ia ingin bercerita pada siapa? Rasanya Haris ataupun Jefri pasti akan memintanya untuk menceraikan Dinda, jika mereka mengetahui yang sebenarnya.
Tapi ia pun tak merasa yakin dengan anak yang dikandung Maya. Apa seperti ini yang Edi rasakan waktu dulu? Pertanyaan yang muncul di benak Adi.
Ia harus memastikannya sendiri nanti. Ia harus cerdas. Ia tak mau pernikahannya dengan Dinda dipertaruhkan di sini.
Saat pak Dodi sudah tertidur, Adi memainkan ponselnya. Mencari tahu tentang apa pun yang mengenai kehamilan.
Jika memang pengaman yang ia pakai bisa bocor. Harusnya, menurut hitungannya sekarang. Maya sudah hamil empat belas minggu. Tapi Maya mengatakannya ia hamil tiga bulan. Semestinya dia sekarang hamil tiga bulan lebih dua minggu.
Adi akan mengeceknya langsung ke dokter kandungan saja, dan meminta langsung hasil USGnya. Karena menurut artikel yang ia baca. USG bisa mengetahui juga berapa usia dari janin tersebut.
Setelah ia selesai membaca artikel. Adi memperhatikan foto istri dan anaknya yang menjadi wallpaper ponselnya.
Bagaimana nasib mereka nanti? Jika ia terpaksa harus meninggalkannya. Tapi sungguh, Adi tak ingin berpisah dengan mereka. Apa ia harus egois di sini? Meski ia tahu, ia tak mungkin bisa adil pada istri-istrinya nanti.
Belum lagi nanti, jika keluarga Dinda mengetahui hal ini. Pasti dengan paksa, mereka akan memisahkannya dengan Dinda dan juga Givan.
Kenapa bisa serunyam ini. Kenapa Adi bisa seceroboh itu. Padahal waktu ia bermain dengan Maya, ia sudah sangat hati-hati sekali.
~
Pagi-pagi sekali, Adi sudah melajukan kendaraan yang terpakir di kediaman orang tuanya.
Ia begitu tak sabar, ingin segera menuntaskan masalah ini.
Empat jam kemudian, Adi telah sampai di rumah yang berjarak dari rumah orang tua Maya.
Ia mengucapkan salam pada rumah yang ia tempati dulu. Rumah yang memberikan pelajaran berharga, untuk bisa berperilaku baik pada sesama manusia. Rumah yang yang dulunya terdapat sumber penyakit di dalamnya.
Penyakit yang sengaja Devi siramkan di tanah yang sering Adi pijak. Devi menyiramkan air sihir itu, saat Adi tengah berada di kediaman orang tuanya. Saat itu Devi melancarkan aksinya, dengan memastikan rumah tersebut betul milik Adi atau bukan. Dengan bertanya pada ibu Rokhayah, ibunda dari Maya.
"Zulfa… Zulfa…" panggil Adi berulang. Ia khawatir, ia menemukan adiknya tengah melakukan aktifitas fisik dengan temannya lagi. Teman yang selalu ada untuknya, namun malah merusak adik kandungnya. Dengan alibi cinta, Jefri mendapatkan apa yang Zulfa jaga selama dua puluh tahun itu.
"Kenapa kau tak berangkat kerja?" tanya Adi yang melihat Zulfa tengah berkutat dengan alat dapur.
"Orang tuanya Bang Jef mau main ke sini. Aku sengaja masak buat nyambut kedatangan mereka." jawab Zulfa yang tersenyum manis pada abangnya.
"Memang mereka mau ngapain ke sini?" sahut Adi yang menuangkan air pada gelas.
"Ya aku… mau dikenalin sama mereka gitu, Bang." balas Zulfa, dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajahnya.
"Jefri mau serius?" ujar Adi yang langsung diangguki oleh Zulfa.
Lalu Adi berjalan menuju rumah Maya. Ia merasa ingin cepat-cepat menyelesaikan masalah ini.
"Assalamualaikum, Bu…" ucap Adi dengan mengetuk pintu rumah orang tua Maya, berulang kali.
"Wa'alaikum salam." sahut ibu Rokhayah yang membukakan pintu untuk Adi.
Lalu Adi tersenyum lebar, dan mencium tangan ibu Rokhayah.
"Mayanya ada, Bu?" tanya Adi langsung.
"Ada, duduk aja dulu. Biar Ibu panggilkan." jawab ibu Rokhayah dengan mempersilahkan Adi untuk masuk, dan menduduki sofa yang tersedia.
Adi masuk dan langsung duduk di sofa terdekat.
"Datang kapan, Di?" ibu Rokhayah berbasa-basi.
"Barusan." jawab Adi ringkas.
Lalu ibu Rokhayah pergi, untuk memanggilkan Maya.
Tak lama Maya datang dengan kopi ditangannya. Terlihat kopi itu masih panas, dengan asap yang mengepul di atasnya.
"Sini, May." ujar Adi dengan menepuk tempat kosong di sebelahnya. Maya mengangguk mengerti. Lalu ia menaruh gelas yang berisi kopi itu di atas meja. Dengan ia langsung menduduki tempat di sebelah Adi.
"Ibu udah tau?" ucap Adi membuat Maya langsung menoleh pada Adi.
"Belum, Bang." sahut Maya kemudian.
"Kita pergi periksa sekarang, ok?" ajak Adi dengan memperhatikan perut Maya yang terlihat masih datar.
"Aku udah periksa sendiri, Bang." sangga Maya yang terlihat begitu enggan.
"Kau jangan bikin aku tambah tak percaya sama kau, May! Periksa sekarang, atau aku tak mau tanggung jawab atas anak kau." peringatan dari Adi yang membuat Maya terhenyak.
"Tapi, Bang. Aku udah periksa. Biar aku ambilkan hasil USGnya." ucap Maya cepat.
"Kau tau, dengan kau macam ini. Aku makin tak percaya sama kau. Mau, bagaimana mungkin kon*om bisa bocor? Rasanya aku betul-betul tak habis pikir." ungkap Adi terlihat begitu frustasi. Dengan memijat pangkal hidungnya.
"Mungkin karena tergores gigi aku, Bang. Biasanya Abang ganti dengan pengaman yang lain, kalau mau masuk. Itu kan Abang pakai satu itu." jelas Maya membuat Adi berhenti dari aktifitas pijatannya. Lalu ia menoleh dan mendelik tajam pada Maya.
"Kalau kau ingat, ini bukan kali pertamanya aku pakai satu pengaman!" tegas Adi.
"Jadi Abang tak percaya sama Aku? Abang kira aku bohongin Abang?" tutur Maya membasahi pipinya dengan air mata.
TBC.
Wajar ya Adi bersikap demikian.
Tapi memang tak jarang kasus KB pun bisa jebol. Karena memang alat kontrasepsi itu tak ada yang menjamin 100%.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Elis
Aduh bang Adi🙄
2021-05-07
1
coni
Semangat up-nya
2021-04-06
4
R_armylove ❤❤❤❤
apa hamil
2021-03-24
1