"Jangan-jangan kau tengah hamil?" terang Ayu yang membuat dua orang itu langsung memusatkan perhatiannya pada sumber suara.
"Tak mungkin, haid aku lancar. Dan tanggal empat kemarin aku baru haid lagi. Sekarang bahkan belum sampai tanggal dua puluh." jelas Adinda kemudian.
"Tiga hari dari masa subur, bisa aja kau udah hamil. Tapi nanti dihitungnya dari kau haid terakhir itu." sahut Ayu.
"Tak ada hamil tiga hari. Aku hamil Givan itu setelah telat haid satu minggu. Aku cek ternyata aku hamil." balas Adinda cepat.
"Ada lah, Dek. Kan Adek tak tau aja. Mungkin memang di rahim Adek udah ada embrionya." tukas Adi menyahuti.
"Udah coba Bang jangan ngaco aja. Sana masuk kamar! Tidur!" seru Adinda. Adi langsung berbalik badan dan melangkah masuk ke kamar. Ia tak ingin sedikit-sedikit berantem dengan istrinya. Ia lebih baik mengalah dan menurut saja.
~
Sudah satu minggu lamanya, Adinda masih bersikap tak sewajarnya menurut Adi. Adi setiap hari selalu salah menurut Adinda.
Pagi ini ia dikejutkan dengan seseorang yang ia kenal, meneleponnya dengan menangis tersedu-sedu.
Adi begitu syok, dan tak habis pikir dengan yang perempuan itu katakan lewat telepon.
Kenapa setelah tiga bulan lamanya, perempuan itu baru mengatakannya sekarang?
Kenapa tak saat sejak ia sudah telat satu bulan? Kalau sudah begini, bagaimana dengan nasib rumah tangganya dengan Adinda?
Sekalipun Adinda tengah bersikap aneh seperti ini. Rasa cinta Adi tak pernah berkurang sedikit pun. Malah ia ingin mengetahui alasan di balik sikap istrinya itu.
Adi pamit pada istrinya untuk pergi berladang.
"Kalau masih malas, masak yang cepet aja. Tumis apa gitu." ucap Adi dengan mencium kening, kedua pipi, dan terakhir bibir istrinya.
"Ya Bang. Siang nanti makan di rumah kan?" tanya Adinda kemudian.
"Iya dong. Macam biasa aja." jawab Adi, lalu ia pamit pada anaknya yang tengah asik bermain miniatur rel kereta api, beserta lokomotif dan juga gerbongnya itu.
Lalu Adi berjalan menuju ladangnya. Dan duduk di salah satu gubug, untuk tempat berteduh para buruh ladang. Bukannya bekerja, ia malah merogoh ponselnya dan menghubungi orang yang membuat pikirannya kacau di pagi ini.
"Hallo May?" ucap Adi begitu sambungan teleponnya terhubung.
"Ya Bang. Jadi gimana nasib anak aku?" sahut Maya yang membuat Adi memejamkan matanya. Merasakan sesuatu yang tak baik di dalam hatinya. Ia takut ini semua benar. Ia takut hal ini menyakiti istrinya.
"Kau yakin tak pernah berhubungan badan dengan laki-laki lain selain aku?" tanya Adi setelah sesaat ia terdiam.
"Ya Allah, Abang nuduh aku begitu? Demi Allah ini anak Abang. Aku tau pasti begini kejadiannya. Makanya dua bulan terakhir ini, aku coba minum pelancar haid. Tapi tetap anak ini tak gugur juga." ungkap Maya membuat Adi terkejut.
"Apa? Kau coba gugurin anak yang tak berdosa itu, May?" jawab Adi terdengar begitu tidak menyukai, akan tindakan yang Maya lakukan.
"Terus aku harus gimana, Bang? Aku bingung. Aku gak punya pilihan lain." sahut Maya yang sambil terisak.
"Abang ke sana. Kau jangan berbuat nekat lagi." balas Adi kemudian. Maya langsung mengiyakan dan mematikan sambungan teleponnya.
Adi terlihat begitu frustasi. Ia melamuni ini semua. Bagaimana dengan nasib pernikahannya dengan Adinda. Adi tak akan pernah menceraikan Adinda. Dan ia tak mau mengalami perceraian dalam rumah tangganya. Itu prinsip kehidupan Adi untuk pernikahannya.
'Macam mana ini? Aku tak mungkin cerita ke Dinda. Aku tau pasti Dinda langsung minta cerai.' gumam Adi dalam hati.
Adi memutuskan untuk pulang lagi ke rumahnya.
Setelah sampai di rumah. Ia langsung memeluk istrinya dari belakang. Ia memeluk erat wanita yang sangat ia cintai itu. Ia khawatir ia tak akan bisa mencium bau khas istrinya. Ia takut istrinya berubah menjadi membencinya.
"Kenapa, Bang? Semalam kan udah." ucap Adinda yang membuat pikiran Adi terkumpul kembali.
"Givan tidur nanti. Kita main lagi ya. Lepas itu Abang mau nengok umi sama ayah di kota J." sahut Adi dengan membalikkan tubuh istrinya.
"Kok mendadak? Kenapa dengan umi sama ayah? Mereka sakit lagi kah?" tanya Adinda yang memperhatikan wajah suaminya, yang kentara sekali begitu terlihat kacau.
"Ayah kan masih di rumah sakit. Abang hari ini ngerasa khawatir kali sama mereka. Boleh ya Dek? Abang minta ongkosnya sama buat pegangan juga." jawab Adi yang langsung diangguki oleh Adinda.
"Jangan terlalu lama ninggalin aku di sini ya? Atau aku bakal balik ke orang tua aku nanti." balas Adinda yang membuat Adi begitu tegang. Ia khawatir Adinda tahu lebih awal masalah ini. Dan ia benar-benar pergi dari kehidupannya.
"Jangan dong sayang. Nanti Abang bisa gila. Abang tak bisa hidup tanpa Adek." ujar Adi yang masih setia mendekap tubuh istrinya itu.
"Udahlah jangan drama. Abang pegang ATM yang biasa aja. Itu kan ada isinya. Kalau kurang nanti aku transfer lagi." tutur Adinda yang diangguki Adi.
"Abang main sama Givan dulu ya. Lepas Abang dapat sangu dari Adek nanti, Abang langsung ambil penerbangan, ya?" tukas Adi sambil menciumi istrinya. Adinda hanya mengangguk, lalu melanjutkan aktifitasnya kembali.
Givan terlihat begitu bahagia, tertawa lepas di atas punggung ayah sambungnya. Yang berpura-pura menjadi kuda itu.
Sampai beberapa saat, datanglah Ayu yang mengajak Givan untuk bermain bersama anaknya. Ke taman baru di dekat perkampungan mereka.
Givan langsung bersiap, dan izin pada ibunya.
"Aku mau ke kota J, Kak. Jangan ajak Givan terlalu lama." ucap Adi pada Ayu.
"Sama Dinda, Givan juga?" tanya Ayu dengan membantu Adi membereskan mainan Givan yang berserakan.
"Tak, aku sendiri. Mau nengokin ayah yang masih di rumah sakit. Nanti akak sering-sering ke sini ya, Kak. Soalnya Dinda sering pusing. Kayanya dia kurang darah." jawab Adi yang diangguki oleh Ayu.
Lalu Givan dibawa pergi oleh Ayu. Dengan Adi yang mengahampiri istrinya, yang tengah berkutat dengan perabotan kotornya.
"Tinggal dulu, nanti biar Abang yang lanjutin." ucap Adi tepat di telinga Adinda. Dengan posisinya yang memeluk istrinya dari belakang, dan tangan yang menjelajahi bukit milik Adinda.
Lalu Adinda mencuci tangannya. Dan setelah itu, ia digendong ala bridal style oleh suaminya.
"Mau yang lembut? Apa mau yang kasar?" tanya Adi begitu menurunkan tubuh istrinya di atas tempat tidur.
"Sedikasihnya aja. Aku tau, Abang pasti paham tentang aku." jawab Adinda dengan menarik tengkuk suaminya. Dan mulai menyatukan bibir mereka perlahan. Adi terlihat begitu menikmati ini semua. Sebenarnya ia begitu takut tak bisa merasakan ini semua.
Perlahan permainan di siang hari ini, membuat hawa di kamar itu semakin panas.
TBC.
Dalam rumah tangga, pasti ada aja ujiannya. Entah itu masalah dari diri kita sendiri. Atau masalah dari luar.
Semoga Adi bisa mengatasi permasalah rumah tangganya dengan bijak.
Aku yakin sekarang Adi pasti lagi kacau betul. Sebetulnya dia itu bukan lagi nafsu, dia cuma takut tak pernah ngerasain itu lagi bareng Dinda.
SUPPORT AUTHOR
DENGAN CARA LIKE, VOTE, RATE ⭐⭐⭐⭐⭐ (bagi yang belum saja), TAP ❤️ FAVORIT (bagi yang belum juga). DAN BERIKAN KOMENTAR TERBAIK YANG MEMBANGUN, (jangan dihujat authornya) 😋
TERIMA KASIH 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
coni
hadir
2021-04-06
4
R_armylove ❤❤❤❤
mampir lagi
2021-03-24
2
Juairiya Fanani
bukan anak adi itu mah kan pakai pengaman..
2021-03-19
1