"Kenapa Adek tidur aja? Sakit parah kah?" tanya Adi yang menyentuh dahi istrinya. Namun ternyata Adinda tak panas. Ini membuat Adi tak habis pikir, dengan tingkah istrinya yang lalai dalam tugasnya.
"Aku pengen tidur, Bang. Aku tak sakit. Cuma memang ngantuk kali." sahut Adinda yang menarik tangan Adi, untuk merebahkan diri di sampingnya.
"Abang lapar, Dek! Ini udah jam makan siang." balas Adi yang menolak tawaran Adinda, yang mengajaknya berbaring bersamanya.
"Adek tak nyapu, tak nyuci, tak masak. Macam mana maunya? Adek lupa udah punya suami? Adek lupain tanggung jawab Adek sama anak suami!" ucap Adi dengan begitu tegas.
"Tinggal beli aja sana tuh. Ini uangnya." jawab Adinda yang memberikan Adi uang lima puluh ribuan dari dalam sakunya.
"Aku mau tidur bentar lagi aja." lanjutnya yang memutar tubuhnya tengkurap.
Otot-otot tangan Adi mengencang, amarahnya begitu memuncak gara-gara istrinya. Namun ia tak mungkin menuntaskan amarahnya pada anak istrinya itu. Meski penyebab amarahnya adalah karena istrinya.
Lalu ia mengambil uang yang istrinya berikan, dan pergi begitu saja meninggalkan Adinda yang melanjutkan tidurnya itu.
"Ayo, Bang. Ikut Papah. Makan di luar yuk." ajak Adi pada Givan yang tengah memakan berbagai macam jajanan, yang sengaja Adi stock sendiri.
"Di mana, Pah?" sahut Givan yang menyambut uluran tangan ayahnya.
"Jalan aja dulu, mana tau ada makanan yang menarik." balas Adi, lalu mereka pergi ke luar rumah dengan memakai motor Adi.
~
Satu jam kemudian, mereka sudah kembali ke rumah. Adi berjalan masuk, dan berniat meminta Adinda untuk mengajak tidur Givan. Karena ia hendak berangkat ke ladang kembali.
"Mana makanan buat aku?" tanya Adinda yang sudah terbangun, dengan piring dan sendok di tangannya.
"Abang tak beli buat Adek." jawab Adi ringan.
"Ajak Givan tidur gih. Abang mau ke ladang sebentar." lanjut Adi kemudian. Namun ia melihat bibir istrinya melengkung ke bawah. Dan mulai menangis tak jelas.
"Abang tega kali sama aku. Makan sendiri aja, kenyang sendiri aja! Abang tak pernah mikirin aku! Abang lupa ya punya istri di rumah? Abang jahat kali, sampai hati Abang tak kasih aku makan." ucap Adinda dengan tangisnya. Adi mengerutkan keningnya, ia tak paham dengan istrinya.
Kenapa hanya karena masalah makanan saja sampai menangis seperti ini? Ia tak mengerti dengan sikap Adinda akhir-akhir ini. Kenapa istrinya begitu menyebalkan? Kenapa istrinya begitu jadi pemalas sekarang? Dan kenapa istrinya begitu emosional? Dengan tingkat sensitifnya yang tiada tandingannya. Selalu memperbesar masalah kecil. Selalu menangis hanya karena hal kecil.
Seharusnya Adi yang berkata pada Adinda tentang masalah makanan. Yang Adinda lalai memasakkannya untuk mereka semua. Tapi malah seolah Adi yang bersalah di sini.
Adi menghela nafas panjang, lalu ia mendekati istrinya dan mendekapnya erat.
"Sebetulnya ada masalah apa? Sampai Abang seolah salah terus di mata Adek? Bahkan Adek lalai untuk ngerjain tugas hari ini. Dan Abang yang ngerjain semua, tapi tetap Abang yang seolah salah di sini." ungkap Adi berkata dengan lembut.
"Aku kesel kali sama Abang! Abang jelek betul! Abang hitam betul! Mana hidung Abang besar kali! Kenapa Abang berubah jadi jelek sekarang?" sahut Adinda di tengah tangisnya. Sebenarnya Adi ingin tertawa kencang, setiap kali istrinya berbicara sambil menangis. Karena terlihat begitu lucu menurutnya. Adinda seperti halnya anak kecil yang mengadu kepada orang tuanya.
"Mungkin peletnya habis, Dek. Makanya sekarang Abang nampak jelek di mata Adek." balas Adi kemudian. Adinda langsung melepaskan dekapan suaminya, dan menatap tajam padanya.
"Apa?" tanya Adi dengan terkekeh kecil.
"Abang pakek pelet? Pantas aja dulu kok nampak manis kali." tutur Adinda yang membuat Adi tertawa lepas.
"Cepet mau makan apa? Biar Abang belikan." ucap Adi setelah selesai dengan tawanya. Berbeda dengan Adinda yang menatap bingung pada suaminya. Pasalnya, ini tidak lucu menurutnya. Ia tak mengerti bahwa suaminya tadi hanya bercanda.
"Abang tak jelas betul! Tadi bilang pelet, terus tiba-tiba cepet mau makan apa." tukas Adinda, dengan menatap bingung ke arah suaminya.
"Memang Adek jelas? Adek ngerasa tak, kalau Adek akhir-akhir ini emosional, suka marah tak jelas dan sensitif betul. Tadi nangis masalah makanan. Ditanya ada masalah apa, malah jawab Abang jelek betul. Harusnya Adek tak mau dari awal, kalau memang Abang jelek. Buktinya Adek dulu nempel terus sama Abang. Tuh Abang ingetin, kalau Adek lupa." jelas Adi perlahan.
"Aku tak nempel terus sama Abang. Abang yang gatal sama aku!" ucap Adinda, dengan memanyunkan bibirnya.
"Jangan berisik aja tuh! Aku udah ngantuk! Aku mau bobo!" seru Givan yang sudah berbaring di atas sofa ruang keluarga.
Lalu Adi membawa istrinya ke ruangan lain, "Mau cerita? Apa mau ata nyan?" tanya Adi yang tersenyum penuh arti pada Adinda. Ata nyan, bisa diartikan untuk menyebutkan sesuatu yang tak jelas, seperti anu.
"Ihh…" seru Adinda dengan menghempaskan tangan suaminya yang tengah merangkulnya itu.
"Aku mau makan, Bang Adi Riyana bin almarhum Ali Hadiyana. Aku lapar!" lanjutnya dengan delikan tajam.
Adi tertawa geli, "Memang dari tadi belum makan?" tanya Adi yang mengikuti langkah istrinya yang menuju ke dapur.
"Belum! Abang dari pagi tak kasih aku makan." jawab Adinda dengan sewot. Lalu ia berjalan menuju dapur.
Adi tersenyum lebar melihat istrinya yang sedang membuat mie instan, 'Dasar betina!' gumam Adi pelan. Lalu ia pamit untuk pergi ke ladang lagi.
Adi berjalan dengan membawa beberapa perkakas keperluan berladang. Ia melihat anaknya tergeletak di atas sofa ruang keluarga. Sepertinya anaknya itu kelelahan, karena pagi tadi ikut berladang dengannya.
~
Malam harinya, Adi dan Adinda cekcok mulut lagi. Karena masalah Adi yang duduk di kursi makan yang biasa Adinda duduki.
"Dek, jangan sengaja bikin Abang cepat ke alam kubur Dek!" ucap Adi dengan duduk di sofa ruang tamu.
'Ya Allah, kaku betul rasanya ngadepin istri yang emosional macam ini.' gumam Adi meratapi nasibnya akhir-akhir ini.
"Apa? Jangan bilang Abang mau ganti istri!" seru Adinda yang menghampiri suaminya itu.
"Tak! Biar Abang mati perlahan aja, Dek." jawab Adi yang membuat Adinda menyomot mulut Adi, karena ia berkata yang tidak-tidak.
Adi langsung terhenyak kaget, "Apa lagi lah Adek ini? Salah apa lagi Abang, Dek?" ujar Adi yang tak mengerti dengan tindakan Adinda.
"Ngomong tuh jelek aja! Pengen betul aku jadi janda lagi!" tutur Adinda pada suaminya.
"Tak, Dek. Jangan sampai Adek jadi janda. Biar Abang yang cari janda yang lain aja, Dek." tukas Adi yang membuat ia mendapat gigitan di lengannya.
"AWWW! AMPUN DINDA!" seru Adi cukup keras.
"Ya Allah, sakit kali. Sampai hati Adek gigit suamimu sendiri. Abang diperlakukan macam suami tiri." ucap Adi dengan wajah begitu memelas.
"Abang ngeselin betul. Sana masuk kamar! Tidur sana! Orang tuh bikin kesel aja!" sahut Adinda dengan menunjuk kamar tidur yang biasa mereka tempati.
Adi mengangguk, dan berjalan lunglai menuju kamar yang sementara mereka tempati.
"Ada apa sih? Tiap hari ribut terus." tanya Ayu yang muncul dari balik pintu depan. Dan langsung berjalan masuk.
Adi menghentikan langkah kakinya, dan menoleh pada sumber suara itu.
"Itu Kak, Dek Dinda nyebelin betul. Adi salah terus tiap hari. Masalah duduk di kursinya aja, udah jadi masalah besar. Ada aja yang ia ributkan." sahut Adi yang berbalik melangkah lagi menuju ke ruang tamu.
"Emang Abang yang ngeselin betul. Mana jelek, hitam, sering bikin kesel pulak!" balas Adinda menyahutiku perkataan suaminya.
"Jangan-jangan kau tengah…
TBC.
Wah, dek Dinda kenapa nih?
Kok sikapnya beda betul.
Jangan-jangan dia….. 🤔
Ayo ikuti terus kisah mereka 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Isma Aji
like bintang lima 🤗
2021-06-10
1
coni
like back ya
2021-04-06
3
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
yuhuuuu..😉
cinta pak bos hadir lagi
mampir juga yuk
2021-02-14
1