Exorcimus : Lux In Tenebris
...***...
Transylvania, Rumania
April 2017
"Ngh… ahh… shh… ahh…"
Napasnya menderu bersamaan dengan ritme geraknya, keringat mengucur deras membasahi kedua tubuh mereka.
Ia terus menggerakkan tubuhnya, membuat miliknya semakin dalam menerobos masuk pada inti tubuhnya.
Wanita itu mengalungkan tangannya di tengkuk pria di hadapannya. Setiap ******* terus terdengar menginterupsi seisi ruangan gelap yang kini hanya di tempati oleh mereka berdua.
Pria itu terus bergerak, kali ini mempercepat laju geraknya membuat ******* wanita itu semakin keras. Ia menurunkan sedikit tubuhnya, mendekatkan bibirnya dan melu**t bibir sensual wanita yang menjadi lawan mainnya. Semakin rakus penuh nafsu, tak lama ia melepaskan pagutannya. Memfokuskan diri, menjamah tubuh wanita itu. Mempercepat ritme geraknya, semakin cepat hingga pelepasannya tiba dan menumpahkan seluruh cairan putih itu dalam inti tubuh wanita itu.
Ia menahan posisinya sejenak sebelum akhirnya melepaskan diri darinya dan menjatuhkan dirinya tepat di samping wanita itu. Napasnya masih menderu, keringatnya lebih banyak berkeluaran membuat seluruh tubuhnya lengket.
"K-kau… hahh… adalah… lawan yang sepadan." Pria itu berucap lirih seraya berusaha mengatur napasnya, ia melirik sekilas pada wanita cantik yang tampak sama-sama berusaha mengatur napasnya.
Setelah berjam-jam, berbagai gaya, dan beberapa ronde. Akhirnya ia selesai, ia tidak kuat untuk bermain walaupun hanya satu ronde lagi saja. Energinya benar-benar sudah terkuras habis.
Pria itu tersenyum simpul memandangi wajah cantik wanita di sampingnya, ia merasa benar-benar beruntung bisa di pertemukan dengan wanita yang kini terbaring di sampingnya itu.
"Kau benar-benar kuat, tampan." Wanita itu mengusap pelan wajah pria di sampingnya seraya tersenyum.
"Ya… tentu saja. Kau puas?"
"Puas?" Wanita itu mengulang akhir kata yang di lontarkan pria di sampingnya. Ia beranjak dari posisinya, setengah duduk dengan tangannya yang mulai bergerak mengusap dada bidang pria itu.
Pria itu menatap wajahnya lekat, setiap sentuhan lembutnya selalu berhasil membuat desir di dadanya yang dalam sekejap membuat gairahnya kembali.
Wanita itu terus menggerakkan tangannya, turun mengusap perut sixpack-nya. Ia menggigit bibir bawahnya begitu mendapati benda itu kembali di lihatnya menegang.
"Bagaimana kalau satu kali lagi?" Wanita itu melirik ke arahnya.
"Aku… sudah lelah…" pria itu menelan saliva-nya susah payah, napasnya masih menderu, dan ia masih merasa lelah. Bahkan energinya belum pulih sepenuhnya, sialnya ia kini terangsang hanya karena sentuhan wanita itu.
Wanita itu bergerak naik, membuat dirinya berada tepat di atas tubuh pria itu. Ia mengusap dadanya lembut, menatap lekat pada sosok pria tampan yang kini menatapnya.
"Ayolah, aku tahu kau masih kuat…" tuturnya dengan suara yang berhasil membuat pria itu semakin tegang. Lagi-lagi ia menelan saliva-nya susah payah, tanpa aba-aba wanita itu kini bergerak memposisikan tubuhnya pada milik pria itu, dan dalam hitungan detik benda itu sudah masuk ke dalam inti tubuhnya.
Pria itu hanya diam seraya tersenyum simpul sebelum kemudian di rasanya wanita itu mulai bergerak naik turun dari posisinya, membuat kenikmatan yang benar-benar tak tertandingi itu kembali dapat ia rasakan.
Ia menatap wanita itu lekat, mereka tampak menikmati permainan yang entah sudah yang ke berapa kalinya itu. Tatapan pria itu mulai tampak sayu, kelopak matanya terus turun, mulai memburam membuat pandangannya terhadap si wanita itu kabur sampai kemudian ia mulai terpejam dan terkulai.
Wanita itu memperlambat gerakannya apalagi ketika menyadari lawannya mulai kehabisan energi. Ia terdiam, menarik napasnya panjang, merasakan seluruh energi itu tersedot masuk ke dalam tubuhnya.
Ia mengeluarkan smirk-nya. Setelah di rasanya seluruh energi itu masuk ke dalam dirinya, ia lantas bergerak melepaskan diri dari pria yang kini terkulai lemas tak berdaya dalam keadaan tak sadarkan diri.
Wanita itu bergerak turun dari atas tubuhnya, bangkit mengenakan seluruh pakaiannya kemudian bergerak pergi menuju pintu keluar. Ia melirik sekilas pria di atas ranjang.
"Mulțumesc pentru energia ta, chiar ești prada perfectă," gumamnya pelan setelah itu beranjak pergi meninggalkannya seorang diri, menutup pintu kamarnya rapat agar tidak ada orang yang masuk sebelum waktunya.
(Mulțumesc pentru energia ta, chiar ești prada perfectă/ Terimakasih untuk energimu, kau memang mangsa yang benar-benar sempurna—dalam bahasa Rumania)
...*...
Tbilisi, Georgia
Pria berjubah putih itu mempercepat langkah kakinya begitu mendapati yang diburunya itu semakin jauh melompat dari gedung yang satu ke gedung yang lain.
"Hahahaha, es sheni ertaderti unaria? Damich’ire! Upro sts’rapad!" Makhluk itu tertawa keras begitu mendapati tiga orang yang memburunya itu tampak kesulitan mengejarnya.
(Hahahaha, es sheni ertaderti unaria? Damich’ire! Upro sts’rapad!/ Hahahaha, hanya ini kemampuan kalian? Tangkap aku! Lebih cepat!—dalam bahasa Georgia)
Devi atau Daeva, begitulah orang-orang Georgia memanggil makhluk menakutkan bertubuh besar penuh bulu dengan mata satu itu. Tingginya sekitar dua sampai tiga kali manusia biasa, dengan badan besar penuh bulu, dan gigi taring runcing bagian bawah yang mencuat keluar dari mulutnya. Orang-orang Georgia percaya makhluk itu hanyalah makhluk mitologi yang banyak diragukan keberadaannya dan menurut kepercayaan mereka makhluk raksasa jahat itu hanya hidup di dunia bawah atau dipegunungan terpencil serta tidak pernah keluar untuk menampakkan diri, tapi beberapa waktu lalu makhluk itu muncul dan menyebabkan banyak teror menakutkan di kota.
"Lucky, ar khar iseti ighbliani, rogorts sheni sakheli. Hahaha!" Ia kembali tertawa sebelum kemudian melompat turun dari atas gedung dan terjun bebas di ketinggian beratus-ratus meter dari permukaan tanah.
(Lucky, ar khar iseti ighbliani, rogorts sheni sakheli. Hahaha!/ Lucky, kau tidak seberuntung namamu. Hahaha!)
Pria itu menghentikan langkah kakinya bersamaan dengan kedua rekannya begitu mendapati buruan mereka terjun bebas ke bawah sana.
"Aku tidak akan membiarkannya lolos begitu saja," gumam pria berjubah putih dengan lambang berwarna biru di punggungnya dalam bahasa Rumania. Satu-satunya wanita di antara mereka lantas menoleh bersamaan dengan pria lain disampingnya.
"Kau punya rencana?" Tanya wanita yang mengenakan jubah serupa tapi dengan warna lambang merah muda dengan bentuk yang berbeda.
"Aku tidak pernah bergerak tanpa rencana," pria itu menarik panah yang dibawanya menodongkan benda itu tepat ke arah targetnya yang terus terjun ke bawah sana. Dengan menggunakan kemampuan tembak jitunya ia mengunci targetnya, dan dalam satu kali tarikan pelatuk di busur panahnya, anak panahnya melesat tepat mengenai sasaran.
"Gotcha!" Pria yang termuda dengan jubah berlambang hijau dan bentuk yang berbeda pula, di sampingnya kegirangan begitu ia berhasil memanahnya.
"Tarik dia naik!" Kata si lambang biru sembari menyodorkan panah di tangannya pada si hijau.
"Apa rencana mu?" Tanya si merah muda bingung.
"Kalian angkat dia naik, dan akan ku persiapkan jebakan untuknya! Tunggu aba-aba dariku, setelah itu lemparkan dia ke arah jebakan yang aku persiapkan." Si biru menjelaskan.
"Baiklah," sahut si hijau yang kemudian menarik makhluk bernama Devi itu untuk naik dengan bantuan si merah muda.
Si biru bergerak perlahan menuju sisi lain gedung, berdiri cukup jauh memberikan ruang di tengah-tengah gedung. Ia berdiri tegap, memejamkan kedua matanya seraya mulutnya komat-kamit membaca sebuah mantra.
"Vis terra, vento, aqua, et igni. Da mihi potestatem signandi spiritus maligni, et mitte ad locum."
Cahaya perlahan muncul bersinar mengikuti gerak tangannya, sebuah lambang muncul di lantai yang dipijaknya. Semakin besar bersamaan dengan gerak jemari tangannya, sampai hampir memenuhi seluruh bagian lantai di sana.
Ia mengunci segel yang telah dipersiapkannya, bersamaan dengan itu ia membuka kedua matanya menatap kedua rekannya di sana.
"Sekarang!" Ujarnya mengintruksikan pada kedua rekannya.
Mereka menoleh, mengangguk bersamaan dan menariknya cepat.
"Dalam hitungan ketiga lemparkan dia sekuat tenaga," gumam si hijau pada si merah muda.
"Ng." Si merah muda mengangguk mantap.
Dengan bekerja sama keduanya menarik dan melemparkan sekuat tenaga Devi yang menjadi buruan mereka itu. Makhluk itu berteriak saat tubuhnya terus naik sampai kemudian melayang di udara, ia berusaha memberontak tapi gagal sampai kemudian tubuhnya mendarat kasar tepat di tengah-tengah lantai roof top, mendarat mulus di segel yang telah di siapkan si biru.
"Argh!!!" Devi menggeliat berusaha membebaskan diri, tapi si biru telah siap untuk mengirimnya ke tempat yang seharusnya.
"A terra, a vento, ab aqua, et ab igni. Permittente deo. Praecipio tibi ut redeas quo tu es. Ex terra rursus in terra, ex vento rursus in vento, ex aqua rursus in aqua, et ex igni rursus in igni."
Dalam satu kali gerakan tangannya, seketika tali bermunculan mengikat tubuhnya. Devi menggeliat, memberontak dan terus menjerit minta untuk di lepaskan.
"Argh!!! Lepaskan aku! Kalian tidak tahu telah berurusan dengan siapa, tunggu sampai aku bisa membebaskan diri dari sini. Aku akan mengirimkan kalian ke neraka!" Pekik Devi dalam bahasa Georgia.
"Bermimpilah selagi kau bisa." Si merah muda menyahutnya dalam bahasa Georgia.
"Terkutuklah kalian!" Devi terus memberontak tapi terus gagal, perlahan sosoknya mulai lenyap di antara cahaya segel yang menyelimutinya hingga makhluk itu benar-benar hilang dari pandangan mereka bertiga.
Ketiganya menghela napas lega begitu makhluk itu lenyap dari pandangan mereka.
"Tenanglah kau di alam sana," gumam si biru seraya memanjatkan sebuah doa.
"Tugas kita akhirnya selesai." Si merah muda berucap seraya menghampiri si biru.
"Ya, dan kita bisa kembali," kata si hijau.
"Tapi sebelum itu kita harus memberitahu pada mereka kalau kita sudah berhasil mengirimkan Devi ke tempat yang seharusnya." Si biru berbalik bersiap untuk melompat ke gedung di seberang agar bisa kembali.
Lucky Wayland, itu namanya. Pria berparas tampan dengan tubuh tinggi, kulit putih, mata indah, dan tatapan yang senantiasa tajam itu merupakan seorang exorcist asal Transylvania yang terkenal akan kemampuannya dalam mengusir makhluk-makhluk dan roh jahat yang mengganggu umat manusia ke tempat yang seharusnya. Namanya sudah banyak termasyur hingga ke seluruh penjuru negeri, di Transylvania ia merupakan exorcist berelemen air yang melambangkan ketenangan. Biru menjadi lambang dari elemennya.
Lucky memiliki kepribadian yang tenang, penuh persiapan yang matang, dan dewasa. Di antara kedua rekannya ia adalah yang paling tua sekaligus pemimpin dari timnya yang terdiri dari dua anggota lainnya.
"Dia benar-benar ingin bermain-main dengan kita. Bayangkan saja, kita jauh-jauh datang ke Savannah untuk menangkapnya tapi dia malah menyeret kita sampai di Tbilisi. Benar-benar menyebalkan," gerutu si merah muda seraya terus bergerak mengikuti Lucky dan si hijau.
Jane Cortez, satu-satunya wanita di tim yang di pimpin oleh Lucky. Sosoknya cantik penuh pesona dan kharisma, baik hati, sangat bersemangat dan sedikit tomboi menjadi ciri khasnya. Angin adalah elemennya, dan merah muda merupakan warna dari elemen yang di milikinya. Sebagai exorcist, Jane adalah wanita yang penuh perhatian, pintar, dan aktif. Layaknya angin, ia adalah wanita yang cinta akan kebebasan.
"Tapi biarpun begitu kita bisa menangkapnya 'kan?" Si hijau melirik ke arahnya.
Peter Kane, exorcist ketiga dan yang paling muda diantara mereka. Mencintai kedamaian dan sosok yang pekerja keras. Walaupun menjadi yang termuda tidak menghalanginya untuk bisa setara dengan kedua rekannya yang lain. Peter adalah orang yang cukup ambisius, tapi di sisi lain ia adalah orang yang setia kawan dan pelindung bagi yang lainnya. Tanah atau bumi menjadi elemennya, alam bebas adalah sahabatnya dan hijau adalah warna utamanya.
"Kau benar, setidaknya itu membuatku merasa lega," tutur Jane.
Lucky menghentikan geraknya begitu mereka tiba di jalanan di bawah gedung tempat semula mereka berada.
"Ini sudah begitu malam, lebih baik kita cari penginapan untuk bermalam. Atau mungkin kita bisa pergi ke hotel dan semacamnya, setelah itu kita tunggu besok pagi baru melanjutkan perjalanan kita kembali ke Savannah," tuturnya pada kedua rekannya.
"Ide bagus. Aku juga sudah sangat lelah," kata Peter.
"Aku ingin menikmati waktu memanjakan diri di bathtub dengan air hangat untuk melepaskan penatku," ujar Jane.
"Kalau begitu ayo pergi. Sepulang dari Savannah baru kita pulang ke Transylvania, sudah terlalu lama kita mengurus masalah disini."
"Benar. Bahkan sudah hampir sebulan kita mengurus berbagai kasus di Georgia padahal di Transylvania juga urusan kita masih banyak," sahutnya.
Mereka bertiga lantas beranjak pergi mencari hotel atau penginapan untuk mereka bermalam hari ini.
...*...
BRUKKK!
Peter merebahkan tubuhnya tepat di ranjang empuk di sebuah penginapan yang akan menjadi tempat peristirahatan mereka semalaman ini. Kedua matanya menatap langit-langit kamarnya.
"Hari yang benar-benar panjang," gumamnya pelan.
"Akan lebih baik kalau sebelum merebahkan diri di sana kau pergi untuk membersihkan diri lebih dulu," kata Lucky yang kurang suka dengan kebiasaan si yang termuda.
Peter mendongakkan sedikit kepalanya. "Aku hanya ingin istirahat sebentar, memangnya kau tidak lelah? Begitu kau tiba, kau langsung membersihkan diri?"
"Tentu saja aku lelah, maka dari itu aku segera membersihkan diri agar bisa secepatnya beristirahat."
"Omong-omong, kita akan langsung pulang besok?" Peter bangun dari posisinya. "Bisakah kita bersenang-senang dulu di sini? Kita bisa berlibur sejenak, mungkin sekitar satu Minggu lagi. Bagaimana?"
"Tidak, kita harus pulang."
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Nurul Aeni123
.
2021-03-07
0
Chandra Kurniawan
gua kesini gara gara sampul nya
2021-03-04
0
Hary Zeen
👍👍
2021-03-02
1