...***...
Savannah, Georgia
Pagi tiba, dan seperti rencana mereka semalam. Mereka akan pergi ke Savannah lebih dulu sebelum akhirnya pulang kembali ke Transylvania. Mereka hendak memberitahu kalau tugas mereka di Georgia telah selesai dan mereka akan pulang kembali ke Transylvania.
"Kalau begitu kami permisi." Lucky beranjak bangun bersamaan dengan Jane dan Peter.
"Sekali lagi saya mewakili seluruh masyarakat di sini ingin mengucapkan terima kasih karena telah bersedia datang dan menangkap semua makhluk jahat yang telah meneror seluruh Savannah. Berkat kalian, kami bisa kembali menjalani kehidupan dengan tenang." Pria paruh baya itu tersenyum simpul.
"Itu sudah menjadi tugas kami untuk mengirim kembali para makhluk jahat itu ke tempat yang seharusnya." Jane menyahut.
"Benar. Jadi tidak usah sungkan untuk meminta bantuan kami lagi, kalau ada apa-apa segera hubungi kami," ujar Peter.
"Baik."
"Baiklah kami pamit."
"Hati-hati di jalan. Semoga tuhan melindungi kalian hingga tempat tujuan."
Lucky, Jane, dan Peter lantas beranjak pergi dari sana. Bersiap untuk pulang kembali ke Transylvania.
"Sepertinya aku akan merindukan tempat ini," gumam Jane.
"Bagaimana tidak? Kita sudah cukup nyaman di sini walaupun hanya tinggal selama satu bulan tapi ini cukup membuat kita nyaman."
"Hal yang akan membuatku rindu dengan Savannah adalah gaya langit-langit teras rumah mereka yang sangat unik."
"Oh kau benar. Tapi kira-kira kenapa mereka memakai warna biru samar sebagai langit-langit teras mereka ya?" Peter menaikkan sebelah alisnya penasaran.
"Teras rumah di Savannah dengan warna langit-langit biru samar bukan tanpa sebab atau karena nilai estetikanya. Tapi berdasarkan kepercayaan yang diambil dari cerita tradisional kuno, penduduk yang tinggal di wilayah Selatan meyakini warna biru samar di langit-langit teras sebagai penangkal setan. Suku Gullah, keturunan Afrika yang diperbudak di wilayah Georgia dan South Carolina percaya bahwa warna biru samar dapat mengelabui makhluk halus yang ingin berbuat jahat terhadap penghuni rumah. Mereka akan mengira itu bukan rumah, melainkan air atau langit. Alasan lain mengapa banyak orang terus menggunakan warna langit-langit ini di teras adalah sebagai wujud perpanjangan sifat." Jelas Lucky.
Jane dan Peter menatapnya ternganga, penjelasan yang benar-benar tidak terduga dari Lucky.
"Bagaimana kau bisa tahu sebanyak itu?" Peter mengerutkan keningnya.
"Aku hanya tahu saja."
"Oh…" Peter mengangguk-angguk.
"Pantas saja setiap makhluk yang mengganggu penduduk Savannah kebanyakan beraksi dan mencari mangsanya dari luar, bahkan tidak ada catatan kalau makhluk itu menyerang orang yang tinggal di rumah," gumam Jane.
...*...
Academiei de exorciști
Transylvania, Rumania
Lucky, Jane, dan Peter berdiri di depan sebuah gedung besar yang menjadi tempat mereka bernaung. Academiei de exorciști, setelah hampir sebulan lamanya mereka menyelesaikan tugas di Savannah, Georgia akhirnya mereka bisa kembali ke tempat mereka berasal.
"Akhirnya aku bisa melihat bangunan tua ini lagi," gumam Jane seraya tersenyum simpul.
"Aku ingin segera pergi ke kamar asramaku dan beristirahat." Peter tampak bersemangat
"Sebelum itu, kita harus menemui pak ketua untuk melaporkan bahwa tugas kita di Georgia telah selesai." Lucky berjalan meninggalkan Jane dan Peter.
"Oh benar." Peter membenarkan seraya melangkah bersama dengan Jane mengikuti arah Lucky pergi.
Mereka berjalan memasuki area akademi, kedatangan mereka dalam seketika membuat fokus semua orang yang berada di sekitar akademi beralih pada mereka.
"Huh? Senior!" Seseorang berteriak membuat fokus Lucky dan yang lainnya beralih ke arah datangnya suara dan mendapati seorang pemuda yang kini berlari menghampiri mereka. Raut wajahnya tampak sangat gembira, tiba di hadapan Lucky, pemuda itu spontan memeluknya. "Akhirnya kau pulang," tuturnya seraya tersenyum senang.
Detik berikutnya ia melerai pelukannya dan menatap Lucky yang diam terpaku seraya menatapnya.
Daris Horace, itu namanya. Exorcist tingkat dua dari akademi elemen air, merupakan junior Lucky yang amat dekat dengannya. Orangnya baik hati, periang, tapi di sisi lain ia memiliki sisi bijaksana yang tidak di miliki oleh siswa tingkat dua yang lain.
Di Academiei de exorciști ini setiap siswa di bagi menjadi masing-masing lima kelas akademi dengan lima tingkat. Walaupun merupakan tempat lahirnya para exorcist, tapi para tetua membangun tempat ini lebih seperti sebuah sekolah sihir. Hanya saja bedanya di akademi ini lebih memfokuskan para muridnya dalam bidang kemampuan mengusir dan mengirim para roh jahat yang mengganggu umat manusia untuk kembali ke alam yang seharusnya.
Ada lima akademi yang di bagi menjadi akademi air, udara, tanah, api, dan petir. Masing-masing akademi memiliki keistimewaan masing-masing, seperti contohnya akademi air yang unggul dengan siswanya yang memiliki sifat bijaksana dan tenang seperti air, akademi udara yang selalu penuh akan semangat dan kebebasan layaknya udara, akademi tanah yang lekat dengan jiwa pelindung dan kesetiaan serta selalu menjadi pegangan bagi akademi lain layaknya tanah dan alam yang selalu menjadi pijakan serta tempat bergantung semua makhluk hidup, akademi api yang penuh ambisi dan memiliki emosi yang meledak-ledak layaknya kobaran api, dan yang terakhir akademi petir yang selalu bergerak cepat dan senantiasa berusaha menjadi yang lebih unggul di bandingkan akademi lain layaknya petir yang selalu bergerak secepat cahaya.
Daris bergantian memeluk Jane dan Peter sebagai sambutan.
"Bagaimana perjalanan kalian? Apakah menyenangkan atau sebaliknya?" Tanyanya antusias. Pada dasarnya Daris memang selalu seperti ini, senantiasa antusias dan penasaran akan perjalanan mereka bertiga. Walaupun dia adalah junior tingkat dua tapi dia cukup dekat dengan ketiganya.
"Oh ayolah, kami baru saja tiba. Biarkan kami istirahat dulu setelah itu baru kau tanya," tutur Jane.
"Hehe maaf, kalian pasti lelah. Biar aku ambilkan tas kalian." Daris meraih tas yang di pegang Jane dan Peter. "Milikmu juga senior," ujarnya seraya melirik tas yang di bawa Lucky.
"Tidak perlu, aku bisa membawanya sendiri." Tolak Lucky.
"Tapi…"
"Oh ya, apakah pak ketua ada di ruangannya?"
"Pak ketua? Ada, akhir-akhir ini beliau jarang terlihat tapi beliau ada di ruangannya dan tidak pernah keluar."
"Benarkah? Kenapa?" Jane mengerutkan keningnya.
"Entahlah aku tidak yakin, tapi sepertinya beliau seperti itu karena kasus yang terjadi beberapa Minggu ke belakang ini."
"Kasus apa?"
"Kalian pasti tidak tahu 'kan? Ada kasus aneh yang terjadi di penjuru Transylvania. Banyak orang yang tiba-tiba saja mati dalam keadaan telanjang dan sebagian besar dari mereka meninggal yang diduga akibat kelelahan."
"Benarkah?" Peter menautkan alisnya.
"Ya, dan korbannya kurang lebih ada sekitar tiga puluh orang. Oh, kalau tidak salah tadi pagi aku melihat di berita kalau ada satu korban lagi yang di temukan dalam keadaan tak bernyawa seperti korban-korban sebelumnya. Jadi bisa di simpulkan kalau korbannya ada tiga puluh satu."
"Korbannya perempuan atau laki-laki?" Tanya Jane.
"Laki-laki dan perempuan. Tapi sejauh ini kasus korban perempuan yang lebih banyak di temukan, dalam sehari ada sekitar empat sampai lima korban yang di temukan sedangkan untuk kasus laki-laki biasanya hanya satu sampai dua orang dalam satu hari."
"Tapi kenapa pak ketua mengkhawatirkan mengenai hal ini? Apa hubungannya?" Lucky mengerutkan keningnya.
"Beberapa waktu lalu buku ramalan tiba-tiba saja bersinar dan dalam buku itu tertulis bahwa apa yang selama ini menyerang secara halus mulai bergerak secara terang-terangan."
...*...
"Penemuan mayat seorang pria yang di temukan di sebuah kamar hotel tadi pagi masih dalam penyelidikan polisi, mayat di temukan dalam keadaan tanpa busana dan terbaring di atas ranjang tidurnya. Mayat ini di temukan oleh salah satu cleaning servis hotel yang hendak membersihkan kamarnya, untuk dugaan sementara korban meninggal karena kelelahan. Tapi sampai saat ini masih belum di ketahui secara pasti apa yang menyebabkan korban kelelahan sampai akhirnya meninggal."
PIP—
Abel mematikan televisi yang menampilkan berita penemuan mayat tadi pagi. Ia memijat pelipisnya pelan seraya menundukkan kepalanya.
"Perasaanku mengatakan semua ini ada hubungannya dengan ramalan itu," gumamnya pelan.
KRIEEETTTTT…
Pintu masuk terbuka membuat fokus pria paruh baya itu beralih. Daris datang bersama dengan Lucky, Jane, dan Peter.
"Pak ketua, lihat siapa yang baru saja tiba." Daris tampak bersemangat, berjalan penuh percaya diri memasuki ruangan tersebut.
"Lucky, Jane, Peter." Abel merekahkan senyumannya begitu mendapati wajah ketiga anak murid kebanggannya itu melangkah masuk ke dalam ruangannya. Abel berjalan menghampiri ketiganya memeluk mereka bergantian. "Kalian sudah kembali?"
"Ya, seperti yang anda lihat." Jane menjawab.
"Oh, ayo duduk. Daris, bisakah kau minta asistenku untuk membawakan kami minuman?" Abel beralih pandang.
"Baik, kalau begitu aku permisi." Daris beranjak pergi dari sana meninggalkan mereka berempat.
"Kapan kalian tiba? Bagaimana Savannah? Apakah ada kesulitan selama menjalankan misi ini?" Tanya Abel runtut begitu mereka berempat telah duduk di sofa yang sama.
"Kami baru saja tiba," ucap Lucky.
"Ya, dan Savannah benar-benar tempat yang sangat menarik. Selama kami di sana kami belajar banyak hal, benar 'kan?" Jane melirik Lucky dan Peter bergantian. Lucky hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Benar. Di tambah lagi misinya juga tidak terlalu sulit karena mungkin kami sudah terbiasa untuk bekerja sama dan sudah terbiasa untuk menangkap mereka, tapi kadang masalahnya datang secara beruntun. Yang membuat kami kewalahan, hanya makhluk terakhir yang membuat kami terseret hingga ke Tbilisi," tutur Peter.
"Wah, tampaknya sungguh perjalanan yang panjang," kata Abel yang hanya diangguki ketiganya, tidak lama kemudian asisten Abel tiba dengan empat gelas minuman di tangannya yang kemudian ia taruh di atas meja.
"Omong-omong, kami sudah mendengar semua penjelasan kasusnya dari Daris mengenai apa yang terjadi di sini selama kami tidak ada," jelas Lucky. Abel tertegun, bergegas ia menaruh gelas di tangannya ke atas meja.
"B-benarkah?" Ia terbata.
"Ya. Dan kalau boleh tahu, apa yang sebenarnya menjadi kekhawatiran anda? Apakah anda tahu sesuatu mengenai hal ini?" Jane menaruh gelasnya ke atas meja. Abel bungkam seribu bahasa, ia tampak bingung apakah harus menjelaskan yang menjadi ke khawatirannya atau tidak pada mereka.
"Beritahu kami, mungkin saja kami bisa membantu anda." Peter angkat suara.
"Benar apa yang di katakan Peter." Lucky dan Jane setuju. Abel tak menjawab, ia malah bangkit dari duduknya mengambil sesuatu dari dalam laci meja di ruang kerjanya itu dan membawa sebuah buku tua yang tidak lain menjelaskan mengenai berbagai makhluk yang hidup di dunia.
"Sebenarnya sampai saat ini aku masih berusaha berpikir dan berharap kalau yang terjadi di Transylvania saat ini tidak ada hubungannya dengan bangsa mereka." Abel menaruh buku dalam genggamannya ke atas meja menampakkan sesosok makhluk yang selama ini tak luput dari prasangkanya.
Lucky, Jane dan Peter memandangi lembar buku tersebut dan membaca keterangan yang terdapat di sana.
...*...
Gelap, hanya ada kobaran api dimana-mana yang menjadi alternatif satu-satunya pencahayaan di sekeliling tempat itu.
Perlahan setitik cahaya muncul dari kegelapan, cahayanya semakin lama semakin besar hingga menampakkan sosok wanita yang kini melangkah dengan gemulai menghampiri gerbang masuk.
Ia menghentikan langkahnya begitu atensinya di sita oleh titik cahaya lain yang di lihatnya. Cahaya itu semakin besar hingga begitu tiba di hadapannya sosok seorang pria muncul tepat di hadapannya. Wanita itu tersenyum simpul, melipat kedua tangannya di depan dada seraya memandangi pria itu dari atas sampai bawah.
"Wah, tidak di sangka kita akan bertemu di sini hari ini," ujarnya.
"Aku juga tidak menyangka kalau kita akan menjadi tamu penting dalam pertemuan hari ini." Pria itu tersenyum simpul beradu pandang dengan lawan bicaranya.
"Karena banyak energi yang telah aku serap, hari ini aku benar-benar semangat untuk menghadiri pertemuan ini. Bagaimana denganmu?"
"Energi yang aku miliki bahkan lebih banyak daripada energimu," ujarnya menyombongkan diri.
"Jangan sombong, karena bagaimanapun semua ide ini berasal dariku."
"Ya, tapi kau terlalu lambat sampai-sampai kau hanya mendapatkan beberapa inti energi saja."
"Haha… aku tidak bersikap lamban, aku hanya bersikap waspada. Karena bagaimanapun kalau terlalu sembrono sepertimu, pergerakan kita akan lebih cepat di sadari oleh yang lain. Terbukti 'kan, kita bahkan hanya bisa bertahan selama satu bulan menjalankan semua ini. Setelah ini aku yakin, raja pasti akan memberikan kita hukuman yang ujung-ujungnya membuat kita memutuskan untuk memberontak dan pergi dari dunia ini."
"Bukankah sejak awal kita sudah tahu resikonya? Lalu untuk apa kita takut? Lebih baik sekarang kita masuk, dan mari kita lihat apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh sang raja dan kita dengarkan apa alasan beliau meminta kita semua datang dan berkumpul di sini."
"Aku setuju. Dan tampaknya kita datang paling akhir, semuanya sepertinya sudah berada di dalam."
"Ya, sepertinya begitu."
Wanita itu dikenal akan sebutan Succubus, sedangkan prianya di kenal dengan sebutan Incubus atau lawan jenis dari sosok Succubus. Sang iblis pencinta energi, menyerap energi manusia lewat hasrat dan gairah mereka. Menyerang lewat mimpi, merayu mereka untuk melakukan hubungan seksual, kemudian mengambil energi mereka untuk bertahan hidup hingga korban mereka kelelahan atau meninggal.
Tapi kali ini, mereka bosan dengan cara kuno hingga memutuskan menyerang secara langsung.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Luky Staylook
kesedihan itu bisa datang dari mnh ajh
2021-03-04
0