Duda Keren Cari Jodoh

Duda Keren Cari Jodoh

Prolog

"David, kali ini kamu harus ikutin kata-kata Mama. Mama gak mau sampai gagal lagi." Ucapan Mama seperti dengungan lebah di telingaku.

Entah sudah berapa kali wanita yang telah melahirkanku itu mengingatkan rencana hari ini.

"Iya, Ma," jawabku malas.

"Kalau sampai gagal, kamu Mama coret dari kartu keluarga. Seluruh harta warisan mending Mama sumbangin ke panti asuhan," tegas Mama.

"Iya, Ma. Kali ini David pasti datang. Janji."

"Awas kalau berani kabur lagi. Dulu, saat kami bercerai dengan Anna. Memang sudah seharusnya Mama mencoretmu dari KK. Ancaman kali itu seperti angin lalu saja. Kali ini, Mama enggak main-main." Mata Mama berkaca-kaca mengucapkan kalimat itu.

Aku langsung memeluk Mama dari belakang. Meredakan emosinya yang mungkin saja bisa sedikit berkurang.

Mama, kalau saja waktu bisa kuulang. Pasti tidak akan pernah aku menyia-nyiakan Anna.

Semuanya kesalahanku. Murni kesalahanku.

"Maaf, Mama," lirihku.

Mama memegang lenganku yang masih merangkulnya.

Aku pun segera mencium pipi wanita tersayangku itu.

"Jangan kecewakan Mama kali ini. Jangan buat Mama sedih lagi," lirih Mama.

"Iya, Ma. David janji."

***

Hari menyebalkan itu tiba. Mama sudah menghubungiku berkali-kali.

"David, jangan sampai telat."

"David, jangan kabur."

"David, pakai baju yang rapi."

Teleponnya berulang-ulang. Bahkan aku harus mendengarkan omelannya di rapat yang aku pimpin.

Mama.

Mau bagaimana lagi. Ini adalah rencana perjodohan Mama yang ke empat. Sudah tiga kali aku mangkir, kabur dari rencana aneh ini.

Seperti duda lapuk saja. Padahal umurku belumlah sampai empat puluh tahun. Masih jauh dari angka itu.

Namun, Mama sudah gencar mencarikan aku istri.

Kali ini Mama ikut campur dalam urusan masa depanku. Karena khawatir aku bakalan gagal lagi.

Cukuplah sekali aku bercerai.

Aku mendengus kesal. Tanganku menjambak rambut sekuat tenaga, agar kepalaku ini bisa berpikir jernih.

Ya ampun, Mama. Masak sampai video call segala, sih. Gak percaya amat sama anak sendiri. Yaelah.

"Hallo, Ma."

"Eh, David. Mana wajah kamu. Mama mau lihat."

"Ini, Ma. Ini ...."

Aku benar-benar mati kutu dibuatnya. Ingin membantah takut dicoret dari KK.

"Nah, gitu. Ganteng anak Mama. Kamu udah siap?"

"Sudah, Ma," jawabku malas.

"Jangan lemes gitu, dong."

"Iya, Ma ... iya. Udah, ya David mau berangkat nih. Gak mau telat 'kan?"

"Oke. Oke."

Tut

Sambungan diputus.

Suara ketukan di pintu mengalihkan perhatianku. "Masuk."

"Permisi, Boss. Ini ada satu berkas yang harus ditandatangani." Anita sekretarisku memberikan berkas.

Aku segera menandatangani tanpa banyak bertanya.

"Rapi banget, Boss. Mau ke acara perjodohan ya. Semoga sukses."

Eh, dari mana dia tahu? Pasti Mama.

Aku mendelik tajam ke arahnya. Kontan dia menunduk. Lalu berujar lirih.

"Iya, Mama si Bos yang bilang."

Aku berdecak kesal, lalu meninggalkannya di ruanganku.

***

Dress biru, duduk di pojokan.

Aku mengingat-ingat pakaian yang dikenakan wanita yang datang hari ini. Sesuai instruksi Mama.

Mataku berkeliaran mencari wanita yang berpakaian dress biru itu.

Langkahku perlahan mendekat. Herannya. Jantungku mendadak berdebar lebih kencang.

What? Aku gugup.

"Hai. Sudah lama?" sapaku basa-basi.

Aku kira bakalan datang duluan dan menunggunya. Ternyata aku salah. Wanita itu lebih dulu datang.

Penampilannya, biasa saja. Rambutnya kuncir kuda. Memakai kaca mata.

Masak kayak gini, sih. Selera Mama.

Apa Mama ngerjain aku?

Frustrasi karena penolakan yang kulakukan berkali-kali, misalnya.

"Ya. Baru saja duduk," ucapnya lirih.

Aku duduk di kursi seberangnya. Sesekali melirik padanya yang terus menunduk. Hingga lima belas menit berlalu kami tetap saling diam.

"Mau makan apa?"

"Mau minum apa?"

Duh, kok jadi barengan gini.

"Terserah."

"Terserah."

Kami pun menjawab bersamaan.

Menyadari kekonyolan ini. Aku terkikik geli. Rasanya ada es meleleh dari hatiku.

Aku mengulurkan tangan. "David. Siapa namamu?"

"Aqila. Panggil aja Qila," ucapnya tersipu malu.

Kami berbincang ringan. Ternyata Qila asyik diajak ngobrol. Beda banget dengan tadi saat pertama bertemu.

Aku merasa nyaman, dan lupa waktu.

Beberapa kali ponsel berdering, aku abaikan saja. Meng-gang-gu.

Tanpa melihat siapa si penelpon. Aku non aktifkan ponsel berisik itu.

"Eh, boleh minta nomormu?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Hmmm. Apa enggak apa-apa?" tanya Qila ragu.

"Ya enggak apa-apa, dong."

"Nol delapan ...."

"Biar aku saja yang sebutin. Kamu yang simpen nomor aku, nanti langsung kirim chat ya. Ponselku mati."

Lebih tepatnya, kumatikan. Karena ganggu kita.

Qila mengangguk, seraya tersenyum.

"Manis," gumamku.

"Eh, apa?"

"Oh, enggak."

Aku menyebutkan deretan angka yang sudah kuhapal di luar kepala. Qila menyimak dengan seksama, sembari mengetik di ponselnya.

"Jangan lupa, langsung chat. Kirim nama, alamat, pekerjaan, tempat tanggal lahir ...."

"Kayak mau lamaran kerja aja." Qila terkikik geli.

Gila. Bisa-bisanya aku terpesona oleh senyumnya itu.

Padahal, penampilannya enggak banget. Biasa banget.

***

Malam ini aku enggak bisa tidur. Selain karena Mama yang ngomel sepulang dari aku kencan dadakan tadi.

Apa itu bisa dikatakan kencan?

"David. Kamu itu ya, bandel banget kalau Mama omongin. Kamu kira Mama main-main dengan kata-kata Mama. Ha?"

"Maksud Mama apa?"

"Maksud Mama apa? Maksud Mama apa? Kenapa kamu enggak datang ke perjodohannya itu kali ini? Anak temen Mama udah nungguin kamu lama. Ya ampuun, David. Buat malu terus, deh ah. Heran."

"Aww! Aww! Sakit, Ma."

Udah aku bilang 'kan, kalau Mama jadi aneh gegara pernikahanku yang gagal.

Sekarang jadi tambah aneh dua kali lipat. Aku udah ngikutin apa yang Mama inginkan.

Tunggu-tunggu. Jadi?

"Maksud, Mama? Bukannya, wanita yang Mama bilang itu pakai dress biru duduk di pojokan. Pakai kaca mata dengan rambut dikuncir kuda bukan?"

"Iya, pakai dress biru. Rambutnya sebahu, enggak pakai kacamata juga kali."

"Terus, yang tadi aku temui siapa dong, Ma?"

"Kok tanya sama Mama. Mana Mama tahu?"

"Ya ampun, Ma. Aku salah orang."

Aku menepuk jidat. Malu sekaligus kesal.

Membayangkan pertemuan tadi siang uang ternyata salah orang

Gila. Benar-benar gila.

"Kalau gitu, besok Mama atur lagi jadwal kalian."

"Stop, Ma. Kali ini aku enggak mau. Cukup aku malu sekali aja. Aku enggak mau."

Mengingat percakapan tadi sama Mama. Aku teringat tentang nomor yang aku kasih ke Qila.

Segera kuraih ponsel, lalu mengaktifkannya.

Memeriksa pesan baru dari nomor baru.

Sial. Sial. Sial.

Gak ada pesan baru dari nomor Qila.

Jadi dia enggak chat aku tadi.

Ya ampuun!!!

Kerjaan baru bener ini, nyariin wanita berkacamata, berkuncir kuda.

Kamu di mana?

Kamu siapa?

Kalau tahu dari awal aku salah orang. Kenapa dia enggak bilang, sih?

Aku mengacak rambut frustrasi.

Tidur telentang di ranjang, dengan kedua tangan sebagai bantal.

***

Terpopuler

Comments

Sakura Chan

Sakura Chan

Assalamualaikum wr wb

izin pm thor, mampir yuk ke ceritaku judul nya

Aku Tetap Cinta

2022-10-10

0

Suci Arshava

Suci Arshava

qila nyamar

2021-11-19

0

Wiwit Safitri

Wiwit Safitri

lanjut lgi ke cerita nya David....penasaran Ama si dirren 🤭

2021-07-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!