Bab. 2

Waktu itu, jika ditunggu akan menjadi sangat lambat berjalan. Namun, jika dihindari malah cepat berlalu.

Hari yang dijanjikan Mama akhirnya datang juga. Padahal, kau telah menyibukkan diri dengan berbagai macam pekerjaan.

Sampai mengatur jadwal rapatku sendiri. Lupakan kalau aku punya sekretaris.

Nyatanya, tetap saja Mama tidak menerima alasan sibukku.

"Pokoknya harus datang, enggak ada alasan. Kalau enggak, Mama hapus namamu dari KK sekalian enggak usah kenal Mama sekalian."

Selaku kalimat itu yang menjadi senjata pamungkas Mama untuk membuatku tidak berkutik.

Di lain waktu, Mama akan berbicara lirih. "Ya sudah. Emang kamu enggak pernah sayang sama Mama. Kalau terjadi apa-apa sama Mama enggak usah datang."

Yaelah, Mama. Segitunya.

"Tapi David sibuk, Ma. Banyak banget pekerjaan yang harus diselesaikan, enggak bisa ditunda." Aku mulai mencari alasan.

"Ya sudah. Memang Mama enggak punya arti apa-apa bagi hidup kamu. Kamu kerja aja, terserah mau tinggal di mana juga. Mama enggak peduli."

Ya ampun, Mama! Sumpah, enggak lucu. Enggak lucu sama sekali.

Walaupun usiaku sudah setua ini. Tetap saja, aku takut melihat Mama marah. Bagiku, Mama adalah wanita surgaku. Ceile ... walaupun, nyatanya ... aku terus saja menyakitinya.

Maka, aku pun hanya bisa pasrah mengikuti keinginan Mama.

"Baiklah." Dan, satu kata itu saja mampu merubah wajah muram Mama menjadi berbinar seakan keindahan malam penuh bintang telah berpindah tempat ke wajah tuanya.

Ah, Mama. Semudah itu memang membuatmu bahagia. Sayangnya, anakmu satu-satunya ini belum mampu melakukannya.

Aku sedang memimpin rapat saat dering telepon dari ponselku berdering berulang kali.

Mataku membola sempura, mendapati nama Mama yang sedang mencoba melakukan video call padaku.

"David, kamu masih di kantor juga. Cepetan berangkat, waktunya tinggal setengah jam lagi, lho. Mama enggak mau kamu terlambat datang. Apa kamu enggak kasian membiarkan wanita cantik menunggu?" semprot Mama tanpa memberiku kesempatan bernapas.

"Iya, Ma ... iya. Davids selesai rapat sebentar lagi, ya. Dadah Mama sayang ...."

"Kamu ya ... kalau ...."

Belum sempat Mama menyelesaikan kalimatnya aku telah memutus panggilan video call nya secara sepihak.

Maafkan anakmu yang tampan ini, Ma.

Dan, bisa dibayangkan bukan. Peserta rapat menahan senyum melihat atasannya diomeli sang Mama. Padahal, biasanya aku yang mengomeli mereka.

Aku menggelengkan kepala pelan. Kemudian, mendongak. Menatap tajam pada setiap mata yang tengah menahan senyum melihat aku diomeli.

"Apa?" desisku.

Seketika, setiap kepala tertunduk takut. Ya, aku memang atasan yang ditakuti di kantor.

"Kita tutup rapat hari ini. Besok dilanjutkan yang belum diselesaikan sekarang. Jangan ada yang telat," tegasku mempercepat mengakhiri rapat.

"Mau nemui calon jodoh ya, Bos?" celetuk salah seorang karyawan.

Aku hanya mendelik menanggapi pertanyaannya sebagai jawaban jangan coba-coba mencampuri urusanku.

"Maaf," sesalnya kemudian.

Aku segera meninggalkan ruangan rapat. Mengabaikan kasak kusuk di belakang.

Ada hal yang lebih penting yang harus segera aku kerjakan. Menjalankan kewajiban sebagai anak yang berbakti kepada orangtua.

Menemui calon istri yang telah disiapkan.

Aku sampai di restoran tempat kami janjian lewat lima menit dari waktu yang dijanjikan.

Sebenarnya aku ragu untuk terus melangkah menuju kursi yang telah diberitahukan nomor mejanya. Namun, tetap saja aku berjalan menemui wanita yang telah duduk manis di sana.

"Hai!" sapaku saat telah sampai di meja itu. "Tasya, ya?" tanyaku memastikan kalau aku tidak salah orang.

Wanita itu mendongak. Sesaat dia memindai penampilanku dari pucuk kepala sampai ujung kaki.

"Ya," balasnya singkat. Kemudian dia menyesap secangkir minuman di hadapannya.

Aku mengulurkan tangan, mengajak berkenalan. "Aku David," ucapku seramah mungkin.

Tasya mengulurkan tangan, membalas jabat tanganku. Dingin. Itu kesan pertama yang aku terima tentangnya.

Lantas, aku pun duduk.

"Apa kabar?" tanyaku.

"Baik," ketusnya.

"Sudah dari tadi menungguku?" Aku tidak menyangka pertanyaan itu malah menjadi bumerang untukku sendiri.

"Tentu saja aku sudah datang dari tadi. Kita janjian jam dua siang, dan kamu datang jam dua lewat lima. Bayangkan saja aku harus menunggu kamu yang telat lima menit, sedangkan aku telah datang lima belas menit sebelum waktu kita janjian. Kalau kamu tidak bisa menepati janji, seharusnya tidak usah berjanji. Buang-buang waktu saja," ujarnya panjang kali lebar.

Aku hanya bisa terpana mendengar kalimat panjang dari Tasya.

Syok, tentu saja. Ini pertama kali kami bertemu. Dan, aku telah diomelinya sepanjang ini.

Ya Tuhan! Nasib apa yang telah digariskan untukku ini. Aku benar-benar tidak mengerti.

"Asal kamu tahu saja. Aku terpaksa mengikuti acara perjodohan ini. Kalau tidak menghormati orangtua kita yang telah saling mengenal. Tentu saja aku akan menolaknya mentah-mentah."

Ternyata, masih panjang uneg-unegnya padaku. Aku hanya telat lima menit dari waktu yang dijanjikan. Namun, harus siap mendengarkan omelan panjangnya tentu saja selama lima menit lebih.

Telingaku sampai terasa panas mendengarkan kalimat-kalimatnya.

"Oke. Jadi apa yang kamu inginkan?" tanyaku pada akhirnya.

"Apa yang aku inginkan?" sinis Tasnya. "Tentu saja kamu harus meminta maaf terlebih dahulu. Karena kamu telah datang terlambat," lanjutnya.

Aku menghela napas lelah. "Baiklah. Aku minta maaf karena datang terlambat," ucapku.

"Oke. Aku maafkan." Tasya menjeda sejenak kalimatnya, lalu melanjutkan. "Selanjutnya, aku ingin kamu memutuskan perjodohan ini. Karena sebenarnya aku telah memiliki kekasih. Aku juga merasa jika kita tidak akan cocok satu sama lain. Kamu setuju 'kan?"

"Oke. Baiklah. Aku juga datang ke sini karena permintaan Mama." Tentu saja aku sangat senang mendengar permintaanya yang ingin memutuskan perjodohan kami.

Aku mengulum senyum. Ini akan lebih mudah.

"Tapi aku minta kamu yang memutuskannya lebih dulu. Karena, orangtuaku belum tahu jika aku memiliki kekasih," pinta Tasya penuh harap.

"Oh, tentu saja tidak bisa. Kita harus adil dong. Seimbang. Adil buatku dan adil buatmu. Aku enggak bisa memutuskan sepihak. Karena kita telah membuat kesepakatan, maka kita harus menyelesaikannya bersama."

"Tapi ... aku belum bisa membicarakan tentang hubungan kami sekarang."

"Sorri. Itu bukan urusanku. Bagiku sekarang, kita sepakat tidak melanjutkan hubungan kita. Maka kita masing-masing punya tanggungjawab membicarakannya kepada orangtua kita masing-masing."

"Tolong, dong!" ucapnya memelas.

Sebagai lelaki sejati, tentu saja aku tidak tega melihatnya merasa seperti itu.

Hah. Tiba-tiba ingatanku kembali ke masa lalu saat bersama Anna. Dulu, aku bahkan tidak peduli bagaimana perasaannya.

"Seharusnya, ini menjadi moment yang tepat untukmu memperkenalkan hubungan kalian. Aku tidak akan mengungkitnya di hadapan orangtuaku. Bagiku, yang penting kita enggak lanjut. Itu sudah cukup."

"Apa kamu juga telah mempunyai kekasih?"

Aku menggeleng lemah. Apa Tasya tidak tahu statusku seorang duda keren yang sedang mencari jodoh.

Aku berdecak kesal. Usai menuai kesepakatan, kami pun berpisah.

Satu orang telah terlewatkan. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

Aku hanya menunggu saja.

Terpopuler

Comments

Jong Epha Yunitaggf

Jong Epha Yunitaggf

hehehe

2021-04-24

0

Rachel Gifanny

Rachel Gifanny

hahahaha...kasian David... karma sih dulu nyampakin anna

2021-02-21

4

Yusneli Usman

Yusneli Usman

kok ngenes amat ya Thor nasib si duren yg ganteng nya kebangetan itu....malang kali sm cewek....kasian dong Thor .. ..tp terserah Author la yg penting novelmu tetep pujaan hatiku....dunia novel kan tergantung goresan tangan Author.. hehehe 😅😅😅😅

2021-02-05

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!